84. Wedding Gown?

8.1K 423 9
                                    

"Jangan lama-lama perginya!" Rengekan itu menbuat Bryan tersenyum.

Bryan mengusap puncak kepala gadisnya dan mengecup kening sang gadis dengan lembut. Bryan tersenyum hangat ke arah gadis di depannya.

"Hanya sebentar, Baby. Aku lupa aku masih ada pekerjaan kecil. Nanti aku kembali dengan makan malam, okey?"

Jessica mengangguk. Meski dia masih rindu berat pada calon suaminya, dia tetap mengizinkan Bryan untuk pergi. Jessica masuk ke dalam apartment mereka dan dia segera memasuki kamarnya. Bryan langsung berangkat setelah menurunkan Jessica dengan aman di depan gedung apartment mereka.

"Aku kesana sebentar lagi, tunggu lah dulu...," Bryan berujar pada seseorang yang sejak tadi tidak berhenti menghubunginya.

Bryan melajukan mobilnya ke sebuah rumah tua di pinggir pantai Kanzpia. Rumah itu jauh dari keramaian. Bahkan Bryan saja, harus memarkirkan mobilnya di sebuah penginapan sebelum dia berjalan menyusuri jalanan berpasir itu. Bryan melihat Matthew berdiri dan bersandar di salah satu pohon.

"Lama sekali, kakak hampir ketinggalan momen serunya..."

Bryan hanya tersenyum kecil dia mengikuti Matthew ke rumah itu. Bryan sedikit terkejut melihat keadaan beberapa perempuan yang nyaris tidak bisa dikenali. Bukan karena, wajahnya babak belur atau apa akan tetapi, Bryan tidak mengenali mereka karena rambut mereka sudah tidak jelas bentuknya. Singkat katanya, perempuan-perempuan itu seperti orang yang tidak waras.

"Siapa mereka?"

Vannya terbahak dengan keras. Kathleen dan Abigail juga tertawa girang. Bryan semakin heran dibuat oleh ketiga saudara sepupunya itu.

"Itu Nesya, Vinca, sama Zena, kak. Masa kakak nggak ngenalin?" Tanya Rey pelan.

Bryan sedikit terkejut dan berujung melebarkan matanya. Mata birunya menatap jenaka para perempuan itu. Bryan terkekeh kecil.

"Terserah kalian lah, mereka mau diapakan. Asal mereka tidak lagi berani menyentuh gadisku!" Bryan berujar dengan santai.

Mungkin bagi para perempuan itu, Bryan seperti malaikat penyelamat. Jika saja mereka tahu, apa yang akan dilakukan Bryan jika dia turun tangan dalam menghukum mereka, dapat dipastikan mereka akan mengatak Bryan adalah iblis.

Bryan mengambil sebuah pistol dan menembakannya ke papan kayu yang terdapat di sudut ruangan. Para perempuan itu terkejut akibat perbuatan Bryan.

"Aku berubah pikiran, sedikit bermain sepertinya seru juga," ujar Bryan.

Rey dan Leon mengerti maksud Bryan. Mereka menarik satu kursi kayu dimana Nesya duduk. Leon meletakan satu buah apel di atas kepala Nesya.

"Jangan bergerak kalau kau masih sayang nyawa!" Bisik Leon.

Leon menyingkir, Bryan mengarahkan pistolnya ke arah Nesya. Dia membidik dan menarik pelatuk pistolnya.

Swussshh!

"Mmmmppphhh!!!"

Suara pekikan yang terhalang pita perekat itu menjadi pengiring tatkala peluru dari pistol di tangan Bryan menembus dan memecahkan apel di kepala Nesya.

"Itu baru apelnya... tentu kalian tidak ingin bernasib seperti apel itu, kan?" Bryan berujar.

Para perempuan itu mengangguk dengan cepat. Mata mereka memelas memohin ampun.

"Aku maafkan kalian kali ini. Meskipun kalian sudah menghinanya dan menyamakan gadisku dengan seorang jalang. Padahal kalian sendiri yang jalang!!"

Ucapan Bryan membuat para perempuan itu terkejut. The Devils yang ada disana turut menatap ke arah Bryan. Bryan malah menyeringai.

"Vanesya Araihan Kellar. Memberikan keperawanannya pada kekasih pertamanya saat dia berusia 14 tahun...," Bryan membacakan sesuatu dari ponselnya.

[KDS #3] Ma Belle CibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang