11. Inez Godiva Aleandra K. D.

12.1K 562 22
                                    

Bryan segera melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit. Dia meringis saat keringatnya mengalir dari rambutnya ke perpotongan leher dan bahunya. Bryan mendecak pelan, dia menepikan mobilnya dan melihat bagian itu melalui kaca tengah mobilnya. Bryan semakin mendecak saat melihat segaris luka yang mengeluarkan darah tercipta disana.

"Merepotkan saja!" Gerutu Bryan. Dia memikirkan kenapa lehernya bisa terluka dan dia baru menyadari kalau tadi dia sempat tergores oleh peluru milik Stevan Johanson. Bryan melihat kemejanya yang sobek. Dia melepas kemejanya dan menarik kemeja hitam yang baru dari kursi belakang mobilnya.

Selesai berganti pakaian dia kembali melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Bryan berhenti di ruang UGD sejenak.

"Permisi, bisa saya meminta salep luka?" Tanya Bryan.

"Untuk apa tuan? Kami tidak bisa sembarangan memberikannya." Jaeab si perawat yang bertugas.

"Umm.. begini, jari adikku tergores pisau saat memotong buah untuk saudaraku yang kebetulan dirawat disini. Bolehkan aku meminta salepnya untuk adikku?"

"Oh.. tentu tuan Chael, sebentar saya ambilkan."

Bryan tersenyum dan sontak saja para perawat jaga disana sibuk mengambil potret dirinya. Tak lama perawat itu kembali dengan salep luka yang Bryan minta.

"Terima kasih." Ucap Bryan dengan senyum kecilnya. Bryan memasukan salep itu ke kantung celananya.

Bryan langsung berlari naik ke atas melalui tangga darurat, begitu sampai disana Bryan terdiam. Bryan mengatur napasnya saat melihat para dokter sudah keluar, artinya Rex sudah selesai ditangani. Caroline langsung memeluk putranya dengan erat.

"Are you okey?" Tanya Caroline setelah melepas pelukannya.

"I'm fine Mom..."

Setelah Caroline kini Kanato yang menghampirinya, memutar badannya ke kiri dan kanan, serta menarik dagu Bryan agar anak itu menoleh ke kiri atau ke kanan.

"Uncle kenapa?" Tanya Bryan.

"Aku sedang memastikan apa kau terluka atau tidak! Apa kau tidak tahu bagaimana menyeramkannya ayahmu itu kalau ada satu luka saja di badanmu ini?! Astaga!!!"

Bryan terkekeh geli. Dan berdeham sejenak.

"Sebenarnya ada yang terluka uncle" ujar Bryan membuat Kanato terbelalak meski matanya sipit. Bukan hanya Kanato tapi, Dario yang kini menatap tajam dirinya.

"Mana? dimana?" Tanya Kanato.

Bryan hanya diam dan semakin membuat orang penasaran dan takut akan kemurkaan Dario.

"Pppffttt... aku bercanda uncle... astaga" ujar Bryan akhirnya sambil terkekeh.

"Kau ini!" Kanato gemas dan mau memukul Bryan.

"Aku tidak akan melakukannya kalau aku jadi uncle. Ayahku sedang memperhatikan kita loh..."

"Sialan!" Umpat Kanato.

Bryan semakin terkekeh. Dia izin ke kamar mandi. Bryan berdiri di depan cermin besar di kamar mandi dan membuka kancing kemeja hitamnya.

"Sialan!" Umpat Bryan saat dia menemukan luka gores di dekat perpotongan leher dan bahu sebelah kanannya kembali mengeluarkan darah.

Dia memang sudah merasakan bagian itu kembali perih sejak tadi tapi, dia masih diam saja. Dan sebenarnya juga dia tidak bercanda tadi. Akan tetapi, melihat wajah ayahnya tadi membuat dia urung mengatakannya.

Bryan memakaikan salep yang sempat dia minta pada suster jaga tadi. Dia sedikit meringis dan segera merapikan lagi kemejanya dan menyimpan salep itu kembali ke dalam kantungnya. Bryan berjalan menuju kamar rawat Rex. Anak itu masih terpejam sempurna sedangkan ayahnya sedang duduk di sebelahnya. Bryan berdiri di ruang tamu kamar rawat Rex. Dia menatap saudaranya dari kaca bening di depannya.

[KDS #3] Ma Belle CibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang