Hari demi hari Nissa jalanin, sudah satu bulan pas Nissa tetap menunggunya, menunggunya untuk pulang dan bersama kembali seperti beberapa bulan yang lalu. Dan tiga hari belakangan ini Arsal sama sekali susah dihubunginnya. Nomernya tidak aktif, membuat Nissa benar-benar stres memikirkannya. Setidaknya bukan cara seperti kalau dia tidak ingin diganggu, berhari-hari nomernya tidak aktif membuat Nissa gelisah. Padahal sebelumnya, Nissa dan Arsal rutin untuk Video Call.
Soal Nissa ingin membantu Mamanya menjadi Model untuk Majalah Amerika sama sekali belum kasih tau padanya. Nissa takut Arsal tidak mengijinkannya, karna Arsal membenci dunia Modeling. Sekarang, Nissa berada dihalaman rumahnya. Dia duduk diayunan, sambil menatap langit dengan pandangan kosong.
Nissa menghembuskan nafasnya. Langit itu tidak begitu cerah, awan hitam telah menguasai langit. Petir-petir pun sudah menggelegar dilangit itu, tapi Nissa masih enggan untuk pergi dari tempat ini.
"Arsal kemana sih?" gumam Nissa pelan, dadanya sakit kalau Arsal menghilang begitu saja, tanpa ada jelasan. Disaat itu juga, gemuruh petir menggelengar begitu besar, membuat Nissa tersentak kaget sambil berteriak kencang.
"Kyaaaaa." Nissa menutup kedua matanya rapat, dan menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya. Tubuhnya bergetar, dia benar-benar terkejut.
Perlahan, satu dua tetes, air hujan sudah turun. Nissa diam, dia membiarkan tubuhnya terguyur air hujan pada hari ini. Nissa memejamkan matanya, sambil menekuk kedua kakinya lalu dia tenggelamkan wajahnya. Sekujur tubuhnya sudah basah, disaat hujan seperti ini Nissa menangis dalam diam. Biarlah hujan yang menjadi saksi, ketepurukkanya. Biarkan hujan merasakan sesakit apa yang dia rasakan.
Nissa benar-benar stres, tidak hanya Arsal saja yang membuatnya kalang kabut, tetapi Juan juga. Semakin hari sikapnya semakin membuat Nissa kesal, Juan membuktikan apa yang dia katakan benar, dia akan selamanya ada didekat Nissa. Nissa kesal kemana-mana Juan selalu mengikutinya. Dan sebagian murid SMA Pelita merasa curiga melihat Juan yang mencoba mendekati Nissa yang notebonenya kekasihnya Arsal. Dan Nissa bersyukur bahwa teman-temannya sama sekali tidak ada yang tau bahwa Juan mencoba mendekatinya, Nissa masih merahasiakan ini.
Semakin lama, kedua matanya memanas. Deruh nafasnya pun terasa begitu panas. Nissa semakin mengeratkan pelukannya, tubuhnya sudah bergetar hebat.
"Nissa gak kuat," lirihnya memejamkan matanya lagi. Hujan ini makin kesini semakin deras, membuat Nissa tidak bisa menahan lagi rasa kedinginannya lagi.
Nissa diam, dia merasa rintikkan hujan tidak menyentuhnya lagi. Nissa mencoba mendongak dan melihat seseorang membawa payung. Orang itu berjongkok, lalu tanpa aba-aba, orang itu memeluknya dengan sangat erat.
Nissa tertegun, dia mencoba melihat jelas wajahnya.
"Lo kenapa ngelakuin ini?" tanyannya.
"Qaqa ngapain disini?" tanya balik Nissa membuat Qaqa melepaskan pelukannya.
"Gue nanya lo, kenapa balik nanya. Kenapa hujan-hujanan nanti sakit." Qaqa memutar kedua matanya.
"Nissa pengen hujan-hujanan, Qa." jawab Nissa. Emang jujur sih, entah kenapa Nissa ingin merasakan terguyur hujan.
Qaqa berdecak,"Ayo masuk." Qaqa membantunya untuk berdiri, lalu menuntunnya masuk kedalam rumah.
Qaqa berjalan menuju kamarnya, saat tiba Qaqa langsung menyodorkan handuk.
"Ganti baju, gue tunggu dibawah." ucapnya lalu keluar dari kamar itu.
Nissa menghembuskan nafasnya, lalu berjalan menuju kamar mandinya.
....
Qaqa menuangkan coklat panas kedalam gelas. Lalu dia membawanya ke ruang tamu dan menaruhnya dimeja. Setelahnya, dia kembali ke dapur untuk membuatkannya semangkok mie instan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Prince ✔
Teen Fiction(N) : CERITA INI DALAM MODE REVISI , APABILA ADA TYPO MOHON DI MAAFKAN. [COMPLETE] • PART MASIH LENGKAP • Mewarisi gen papanya. Dingin, datar, cuek nan acuh, itulah kesehariannya. Sampai-sampai dia dijuluki 'Cold Prince' di sekolahnya. Akan tetapi d...