Nissa berjalan di sepanjang lorong kelasnya dengan wajah yang ia tekuk. Sudah tiga hari ini ia sama sekali tidak bersemangat. Menangis, merengek, sudah Nissa lakukan. Tapi sepertinya mereka semua bersikap acuh, tidak ingin menggubris perkataannya.
Hanya, Arsal di dalam otaknya. Arsal Arsal Arsal. Hati kecilnya selalu meneriaki namanya. Apa Arsal sama sepertinya? Apa yang di rasakan oleh Nissa, sama-sama di rasakan oleh Arsal juga?
Nissa menghembuskan nafasnya kasar. Ia melirik ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 13.12 WIB.
Saat hampir tiba di gerbang, Nissa melihat dua pria berotot yang nampak sedang menunggu seseorang. Nissa yakin mereka adalah orang suruhan Aziz untuk menjaga Nissa agar tidak bertemu dengan Arsal. Nissa memutar tubuhnya, ingin pergi tanpa mereka sadari. Tapi..
"TUNGGU!!" teriakkan itu membuat langkah Nissa berhenti. Tubuhnya menegang dengan kedua mata yang melebar.
Perlahan Nissa mendengar suara sepatu mereka, yang membuat Nissa deg degan tak menentu.
"Kami di suruh menjemputmu, Nona." katanya dengan tegas.
Nissa memutar matanya, "Udah tau,"
"Baiklah, silahkan ke mobil dan kita akan mengantarmu pulang, Nona."
Nissa berjalan dengan kaki yang ia hentakkan. Sudah dari kemarin Nissa terus-terusan di jemput dengan mereka. Nissa ingin bebas, namun ia takut dengan ancaman Aziz, kalau seandainya permintaannya tidak terkabulkan.
Tak lama Nissa pergi dari daerah kampusnya. Nampak seorang pria di seret paksa oleh dua pria berotot. Pria itu menggeram kesal karna tubuhnya di tarik secara paksa, agar masuk ke dalam mobil pribadinya. Menyebalkan.
"Gue bisa sendiri, anjirr. Gak usah narik-narik gue," geram Arsal menepis tangan mereka secara kasar. Namun, nampaknya kedua pria berotot itu tidak menunjukan ekspresi lelahnya, mereka menarik kembali tubuh Arsal dan berhasil membuat Arsal masuk ke dalam mobil.
Tai. Gerutu Arsal kesal di dalam hatinya.
Rencana Aziz telah berjalan mulus. Ia sudah berhasil membuat keduanya berpisah untuk sementara, mengetas kesabaran mereka. Dan Aziz ingin tau segimana batas kesabaran mereka.
Di lain tempat. Nissa yang sudah sampai langsung di seret pelan menuju kamarnya dan sedikit di dorong tubuhnya agar segera masuk ke dalam kamarnya. Kedua pria berotot itu langsung mengunci pintunya dan melenggang pergi saat tugasnya sudah selesai. Mereka mengabaikan teriakkan dari dalam untuk meminta pintunya agar di buka.
"BUKA GAK PINTUNYA!! KALIAN SAYA PECAT KALAU GAK NURUT SAMA SAYA!! MAMA, KAK DARREL, BUKAIN PINTUNYA. POKOKNYA SIAPAPUN ITU BUKAIN PINTUNYA!!!" Nissa berteriak dengan sangat keras, dan suara gedoran pintu semakin keras karnanya.
Di bawah, Refa dan Darrel cekikikkan mendengar teriakkannya. Kasihan sih, tapi mau gimana lagi. Ini semua rencana Aziz dan Danis, dan mereka mau gak mau harus ikut melaksanakannya.
....
Arsal mengetuk-ngetuk ruangan Aziz dengan tidak sabar. Wajahnya terlihat begitu lelah, frustasi dan kesal secara bersamaan. Pintu terbuka menampilkan sosok Papanya yang begitu tampan di usianya yang sudah masuk di kepala empat.
"Ada apa?"
Arsal berdecak, "Arsal udah gak tahan lagi, Pa. Kasih waktu sebentar aja buat ketemu sama Nissa. Papa kan ganteng tuh, gak ada yang ngalahin, mau ya kabulin permintaan aku." Arsal memasang wajah memelas dan frustasinya.
Aziz menghembuskan nafasnya kasar.
"Sudah berapa kali Papa bilang sama kamu, Arsal. Waktu kalian tidak akan lama lagi, jadi tahanlah rasa rindumu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Prince ✔
Teen Fiction(N) : CERITA INI DALAM MODE REVISI , APABILA ADA TYPO MOHON DI MAAFKAN. [COMPLETE] • PART MASIH LENGKAP • Mewarisi gen papanya. Dingin, datar, cuek nan acuh, itulah kesehariannya. Sampai-sampai dia dijuluki 'Cold Prince' di sekolahnya. Akan tetapi d...