Sakit. Tentunya. Bahkan rasa sakit ini melebihi rasa sakit tertusuk paku. Bagi Arsal, lebih baik tertusuk benda tajam, dari pada tertusuk di hatinya. Sakit di hatinya akan menyambar dengan cepatnya ke perasaannya langsung. Yang akan berbekas sampai kapan pun. Coba tertusuk paku? Rasa sakit itu tidak akan berlangsung lama dan tidak akan berbekas begitu lama. Rasa sakit itu akan cepat hilang dengan hitungan menit.
....
"Kenapa diem aja!! Kamu mendadak jadi bisu, jawab ucapan aku!!" sentaknya lagi dan lagi.
Kedua kaki Nissa tidak bisa menahan beban tubuhnya, ia benar-benar lemas. Pakaian yang ia kenakan sudah basah total. Rona merah yang selalu menghiasi wajahnya, kini terlihat begitu pucat. Nissa menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia mengingat pada mimpi itu. Mimpi yang sama, dengan kondisi hujan lebat disertai petir yang menggelegar, dan sosok Arsal sedang membentaknya. Sangat persis.
"A....Arsal jangan b...bentak, Nissa. Maafin Nissa!" sahut Nissa disertai sesenggukan. Arsal menjambak rambutnya kasar dan berteriak begitu keras dan lantang.
"Arghhhhh"
Nissa memberanikan diri untuk menatapnya. Matanya yang begitu sembab menatap Arsal dengan nanar. Nissa benar-benar melihat Arsal yang begitu frustasi. Baru kali ini, Nissa melihat Arsal yang begitu kacau.
"Aku gak tau harus apa lagi. Aku benar-benar kecewa sama kamu." Arsal luruh. Ia jatuh terduduk dengan kepala yang tertunduk. Tanpa sepengetahuan Nissa, Arsal menitikkan air matanya, untung saja sekarang sedang hujan.
Dengan gontai, Nissa ikut duduk di hadapannya. Nissa mengelap air matanya kasar.
"Maafin Nissa. Nissa tau Nissa salah. Nissa ngelakuin ini cuma bantu, Mama. Perusahaan Mama waktu itu, hampir bangkrut. Mama sedih, Mama seharian full diem di kamar. Mama gak mau makan. Karna apa? Perusahaan itu, perusahaan yang Mama bangun dari Nol." jeda Nissa saat sesenggukan itu semakin tak terkendali. Ingin sekali menahan tangisan ini, tapi rasa sakit ini begitu menyakitkan, yang membuat air matanya luruh tanpa di mintanya.
"Semua Model yang Mama banggain, keluar dari pekerjaannya, entah kenapa. Padahal, Mama ada kontrak untuk membuat Majalah di Amerika. Mama udah tanda tanganin surat itu, tapi karna mereka keluar hampir membuat surat itu di batalin."
"Nissa bingung harus ngelakuin apa, biar Nissa bisa bantu Mama lagi. Satu persatu Nissa telpon nomer mereka, tapi mereka gak angkat telponnya. Nissa berpikir kalau Nissa gantiin mereka, perusahaan Mama gak bakal di ambang kehancuran lagi. Dan ternyata benar, saat itu perusahaan Mama langsung jaya dari sebelumnya."
"Nissa ngelakuin ini buat Mama. Nissa gak akan lupa sama janji, Arsal. Bahkan Nissa selalu gak tenang sama keputusan yang Nissa ambil.. Nissa takut Arsal gak bisa memahami kondisi waktu itu. Nissa takut karna keputusan ini, Arsal ninggalin Nissa... Nissa—takut." Nissa mengerjap-ngerjap saat matanya menjadi kunang-kunang. Ia menggeleng lemah, agar tidak pingsan begitu saja.
Arsal diam. Tubuhnya lemas mendengar penjelasannya. Ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi, selain diam. Apa seperti ini ceritanya? Nissa rela memperlihatkan lekuk tubuhnya hanya demi perusahaan Mamanya yang di ambang kehancuran?
Arsal tersenyum hangat. Rasa bersalah langsung menyerang dirinya. Lihatlah gadisnya, begitu menyedihkan dan terlihat begitu kacau. Arsal menyesal telah membentaknya. Nissa hanya bisa pasrah sambil menunduk. Ia tau Arsal tidak akan mempercayai ucapannya, tapi yang ia telah berkata jujur. Nissa tidak bohong sama sekali.
Arsal membuka jaket hitamnya, lalu menaruhnya di kepala Nissa, yang membuat Nissa langsung mendongak dengan raut terkejut.
Arsal tersenyum padanya. Tangannya memegang pipinya yang berlinang air matanya. Hatinya berteriak keras, karna apa yang telah ia lakukan dengan gadisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Prince ✔
Teen Fiction(N) : CERITA INI DALAM MODE REVISI , APABILA ADA TYPO MOHON DI MAAFKAN. [COMPLETE] • PART MASIH LENGKAP • Mewarisi gen papanya. Dingin, datar, cuek nan acuh, itulah kesehariannya. Sampai-sampai dia dijuluki 'Cold Prince' di sekolahnya. Akan tetapi d...