Arsal mencari kontaknya. Setelah ketemu, Arsal langsung mengetik sebuah pesan untuknya. Ibu jarinya dengan lincah mengetik sebuah kalimat singkat.
To: Arsal
From: Nissa
Malem nanti, dateng ke taman sekar. Ada yang pengen di omongin. Jam tujuh!Setelah terkirim, Arsal langsung cabut dari sekolah. Ia ingin pergi ke rumah pohonnya, hanya sekedar menenangkan pikirannya yang membeludak. Nanti malam, Arsal akan bertindak. Ia tidak diam lagi, lebih tepatnya meminta penjelasan.
....
Langit berubah menjadi gelap. Awan hitam telah menguasai secelah cahaya terang di langit. Gemuruh petir sudah menggelegar dengan kencang. Hembusan angin begitu kencang, membuat siapapun enggan untuk keluar rumah. Hujan deras disertai petir yang menggelegar telah membuktikan bahwa akan ada peperangan hebat. Peperangan yang membuat keduanya merasakan sakit satu sama lain. Hujan seolah mengetahui perasaan keduanya.
Keduanya menatap dengan perasaan sakit, kecewa, marah. Hanya suara isakkan lolos dari bibir mungil gadis itu. Bahkan ia tak mampu lagi mengontrol deruh nafasnya sendiri, benar - benar sangat sesak. Sang pria hanya diam, ia masih bisa menahan rasa tangisannya sendiri. Namun, rasa kecewa dan marah begitu besar di manik matanya. Rasanya, ia ingin menarik tubuh gadis itu dan memeluknya begitu erat, sambil menenangkannya. Ia tidak akan membiarkan gadis itu menangis lagi dan lagi, ia membenci melihatnya seperti itu, dan ia sudah janji dengan dirinya sendiri bahwa ia tidak akan membuat gadisnya menangis lagi. Tapi kali ini, gadisnya yang telah membuat kesalahan yang mampu membuat ia benar - benar kecewa, bahkan ingin marah pun ia tidak mampu, ia tidak ingin mambuatnya tertekan. Sudah cukup seperti ini!!
Di taman itu hanya mereka yang masih berada disitu. Bahkan keduanya enggan untuk pergi, karna hujan lebat telah mengguyur Jakarta, malam ini. Mereka membiarkan sekujur tubuhnya basah.
Nissa menatapnya begitu sendu. Entah sudah berapa banyak air mata yang luruh mengenai pipinya. Tubuhnya bergetar hebat, dan rasa sesaknya ini kian semakin sesak. Rona merah yang setiap hari selalu menemani harinya, kini terlihat begitu pucat pasih, melebihi mayat hidup. Bibirnya begitu keluh untuk mengeluarkan satu kata saja.
"Aku kecewa sama kamu!!" Nissa memejamkan matanya, mendengar suaranya yang begitu dingin, melebihi sikapnya yang dulu. Nissa tidak berani melihat matanya, yang mampu membuatnya merasa bahwa ia satu - satunya orang terbodoh di dunia ini.
"Untuk apa kamu sembunyiin ini dari aku? Selama ini kamu menganggap aku atau tidak?!!" kini, intonasinya menjadi keras. Nissa bergetar begitu hebat, mendengar suara bentakkannya. Nissa benar - benar takut melihatnya seperti ini.
"Kenapa diam aja!! Kamu mendadak jadi bisu, jawab ucapan aku!!"
Arsal mencengkram bahu Nissa dengan kencang, rahangnya mengeras dengan gigi yang bergemelatuk. Nyali Nissa semakin ciut. Nissa memegang kedua tangannya yang mencengkram begitu kencang di bahunya.
"Sakit A...Arsal..." lirih Nissa menunduk dengan tubuh yang bergetar, bahkan rasa getaran itu sangat terasa oleh Arsal. Arsal mengendurkan cengkramannya, lalu ia mengacak rambutnya kuat sambil berteriak keras.
"Arghhhhhhh."
Nissa membekap mulutnya dengan tangannya. Ia sudah tidak tahan melihat Arsal seperti ini. Mata sendu miliknya masih melihat gerak - geriknya, melihat Arsal jongkok sambil menjambak - jambak rambutnya. Nissa langsung berjongkok di hadapannya, dan memeluk tubuh Arsal yang cukup di bilang sangat kekar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Prince ✔
Teen Fiction(N) : CERITA INI DALAM MODE REVISI , APABILA ADA TYPO MOHON DI MAAFKAN. [COMPLETE] • PART MASIH LENGKAP • Mewarisi gen papanya. Dingin, datar, cuek nan acuh, itulah kesehariannya. Sampai-sampai dia dijuluki 'Cold Prince' di sekolahnya. Akan tetapi d...