Sesuai janjinya, jam tiga sore ini Arsal sudah ada di depan rumahnya. Dia menatap gerbang yang menjulang tinggi, dia menghampiri seseorang yang bertugas untuk menjaga rumahnya, anggaplah dia itu satpam. Satpam itu melihat Arsal bingung, lalu gerbangnya dia bukakan.
"Cari siapa dek?" tanyanya, Arsal tersenyum tipis. "Nissa, pak. Ada di dalem kan?"
Satpam itu mengangguk, "Iya, mari masuk."
Arsal mengangguk, dia menghampiri motornya, dan me-gas motornya masuk ke dalam rumahnya. Lalu dia memarkirkannya di sisi dekat pot bunga. Arsal menggosok-gosokkan tangannya, entah kenapa dia merasa sedikit gugup.
Arsal menarik nafas, lalu memencet bel rumahnya. Perlahan pintu itu terbuka menampilkan dia dengan wajah bantal.
"Eh, Arsal udah nyampe." Nissa tersenyum kikuk.
"Lo baru bangun?"
Nissa menyengir, "Hehe, maaf tadi ketiduran."
Arsal menggeleng, lalu Nissa mempersilahkan Arsal masuk. Untuk pertama kalinya Arsal masuk ke dalam rumahnya, awal masuk Arsal sudah disuguhi poto-poto keluarganya yang berjejeran di dinding. Arsal tersenyum melihat wajah ceria miliknya, di poto itu Nissa sedang di rangkul oleh seorang pria. Arsal menyerngit bingung melihat pria itu, siapa dia? Apa kakaknya??
"Arsal tunggu disini ya, Nissa pengen ganti baju dulu." ucapnya yang dibalas anggukkan olehnya. Setelahnya Nissa melenggang pergi naik keatas menuju kamarnya yang dilantai dua.
"Dek, mau minum apa? Biar Mbak bikinin." ucap seorang wanita paruh baya. Arsal tersenyum ramah terhadapnya.
"Air dingin aja Mbak,"
"Itu aja?"
Arsal mengangguk,"Iya,"
Mbak Yuni mengangguk lalu pergi menuju dapur. Arsal mengitari pandangannya melihat penjuru rumah ini, di banding rumah ini dan rumahnya tentu saja rumahnya lebih besar dari rumahnya. Tapi rumah ini terasa nyaman, dan udara dirumah ini sangat sejuk.
"Kita mau kemana?"
Arsal menoleh melihatnya yang sedang mengikat rambutnya asal, untuk sesaat dia terpesona melihatnya. Arsal berdehem pelan, lalu menyenderkan punggungnya di badan sofa.
"Kemana aja yang penting kita bahagia," ucapannya sukses membuat Nissa terdiam dengan kedua pipi yang memerah padam. Arsal terkekeh pelan melihat reaksinya.
"Nissa serius Arsal." protesnya.
"Iya gue juga, malah duarius."
Nissa mendengus menatapnya. Dia melipatkan tangannya didada sambil menyenderkan punggungnya dibadan sofa.
"Kalau bisa pulangnya sampai malem ya," ucap Nissa menatap langit-langit rumahnya. Arsal menyerngit bingung, dia menggeserkan duduknya di sampingnya.
"Kok gitu? Kenapa emangnya."
Nissa menegakkan tubuhnya, lalu menatapnya hangat.
"Nggak papa, Nissa mau ngabisin waktu sampai malem sama Arsal."Nissa tersenyum padanya, Arsal tersenyum simpul lalu mengelus rambutnya.
"Yaudah iya,"
Nissa bersorak senang, walaupun begitu tapi dilubuk hatinya dia merasa sesak. Tentunya Nissa berbohong padanya, Nissa tidak ingin bertemu dulu dengan mereka semua (keluarganya). Setiap mengingat wajah mereka, luka yang selama ini menyayat hatinya tanpa disuruh langsung tergores. Maka dari itu dia meminta Arsal untuk pergi sampai malam.
"Mau berangkat jam berapa?" tanya Arsal menyadarkan Nissa yang melamun."Sekarang aja, yuk."
Arsal mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Prince ✔
Roman pour Adolescents(N) : CERITA INI DALAM MODE REVISI , APABILA ADA TYPO MOHON DI MAAFKAN. [COMPLETE] • PART MASIH LENGKAP • Mewarisi gen papanya. Dingin, datar, cuek nan acuh, itulah kesehariannya. Sampai-sampai dia dijuluki 'Cold Prince' di sekolahnya. Akan tetapi d...