Ares meremas rambut ikalnya yang basah karena peluh hingga menetes ke bawah dagunya,bajunya sedikit basah,karena kebetulan baju yang dipakainya berbahan tipis jadi tubuhnya tampak transparan.
Setelah kepulangan Bagas dan Dipo dari rumahnya,Ares hanya menghabiskan waktunya seharian untuk tidur.
Ares sangat capek setengah hari ini,mengingat tadi di kampus sudah melakukan aktivitas rutinnya.
Merokok.Berkelahi.Dan diusir dari kelas.
Pukul 17.31 WIB.
Ares mendudukkan diri di tepi ranjang,ekor matanya tidak sengaja menangkap foto keluarga yang ada di atas lemari pakaiannya.
Ares merasakan nafasnya yang ketika itu juga menderu sangat cepat,tangannya mengepal keras seakan sedang meremukkan ribuan kerikil di sana.
Ia berdiri dengan tatapan ganas lalu meraih foto itu dan memandangnya lama.
Ares membenci pria yang tersenyum dengan wajah tak bersalah.
Ares membenci perempuan berkebaya merah yang juga tersenyum sok tulus di sana.
Ares membenci anak laki-laki yang jelek di tengah mereka.
Ares lebih membenci seorang perempuan cantik berkebaya putih yang tersenyum tulus sambil memegang tangan Ares kecil..
"Sialan!" Ares membanting foto itu dengan keras hingga kacanya pecah berkeping-keping memenuhi lantai.
Dari dulu Ares terus menahan keinginannya untuk membanting benda sialan itu.
Ares selalu emosi ketika menyaksikan senyum tulus ibu di sana,Ares selalu menahan keinginannya untuk merobek sebagian foto itu,dan hanya menyisakan ibu dan dia disana.
Ares sudah terlalu capek untuk menyembunyikan semua ini,segalanya seakan membuatnya ingin mati.
"Seharusnya gue gak lahir di keluarga mereka!" serunya emosi.
Ares kembali mejambak rambutnya yang berantakan seakan ingin mencabutinya,Ares kembali menghempaskan diri di atas kasur,pandangannya hambar.
Pikiran Ares berkecamuk,semua hal yang berusaha dipendamnya sejak dulu kembali berkelebat di kepalanya.
Ketika semua itu membuat Ares menerawangi rasa dendamnya yang amat sangat,tiba-tiba sesuatu berbunyi dari dalam lacinya.
Ares menoleh,lalu melangkah dan membuka laci itu,menatap malas ke dalam sana.
Dering hp I-phone hitam.
Ya.Itu sebenarnya milik Ares,benda itu sudah sejak lama Ares simpan,benda itu tiba-tiba saja ada di depan rumahnya sejak lima tahun yang lalu dengan dibungkusi sebuah kotak kado kecil,tepat di hari ulang tahunnya.
Yang sekarang Ares sudah tidak ingat lagi kapan ia akan berulang tahun.
Sejak lima tahun itu Ares tidak pernah memakainya,Ares tidak mau mengakui bahwa hp itu miliknya.
Hp itu malah menjadi benda maut bagi Ares,yang setiap sore selalu berdering dan menampilkan nomor tak dikenal yang sama setiap saatnya.
Ares tidak pernah mau menyentuh hp terkutuk itu.
Benda itu kembali berbunyi,membuat telinganya risih.Ares masih menatap hp itu yang kembali berdering untuk yang berjuta kalinya sejak lima tahun silam.
Mungkin saja sudah berjuta kali,tapi Ares tidak pernah mengangkatnya,ia rasa itu hanya akan membuang waktu saja.
Setelah sepuluh detik berdering menampilkan nomor yang sama di sana,Ares menghembuskan nafas berat.
Ares menggeser tombol hijau di sana,lalu mendekatkannya ke telinga tanpa banyak bicara.
"Res?" suara berat nan tua terdengar menyapanya secara bersahabat dari seberang.
Ares memejamkan mata,berusaha menahan genggamannya yang mengeras,Ares menggertakkan gigi,ia merasa ingin meremukkan hp itu sekarang juga.
"Res,ini ay---" tut tut tut...
Ares memutuskan sambungan teleponnya lalu meletakkan hp itu kembali secara kasar.Satu hal yang mebuat Ares ingin hancur sekarang.Itu suara ayah.
Bukan,bukan ayah.Tapi orang brengsek.Ares menggeram emosi,ia melempar segala sesuatu yang ada di dekatnya.
Ia meraih cermin lalu membantingnya keras hingga pecah.
"Brengsek! Sialan!" Ares membanting semua barang di kamarnya.
Ia berkali-kali menendang kaki meja,lemari dan kaki kasurnya dengan sekuat tenaga.Ares juga menendang Tape yang ukurannya besar hingga kakinya merah,ia menampar pintu tapi untungnya tidak rusak.
Bertahun-tahun lelaki brengsek itu mencoba selalu menelponnya,memberinya hp mahal yang tidak ada arti apa-apa baginya.
Menghilang tanpa jejak,meninggalkan tanggung jawab seorang ayah,tanpa berani menampakkan diri di depan Ares.
Hp itu kembali berbunyi,membuat Ares dengan terpaksa beranjak dan meraihnya.Ada pesan disana.
Jl.Imam Bonjol No.5 Blok M.Itu tempat tinggal kamu
Ares meletakkan hp sialan itu dengan malas.Ares meraih rokok lalu menyandarkan kepalanya,ia memandang keluar jendela dengan tatapan kosong,melihat kompleks perumahan yang amburadul di sana dalam diam.
Ares termenung,seolah masa kecilnya terputar kembali dengan jelas di sana.
Saat itu menyuapinya,saat ibu harus berbohong kepada Ares kecil ketika ayahnya sibuk berselingkuh...
"Persetan dengan lo semua!" Ares membanting rokoknya.
To be continued...
.
.
.
.Maaf jika sesingkat itu,
Cerita ini akan terus berlanjut jika kamu bermurah hati ingin mengapresiasinya.Trims.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ares. Preman kampus. Dingin, sedingin musim salju di Antartika. Skeptis dan kasar, tidak peduli pada siapapun. Ruth. Anak SMA. Cerah, secerah musim panas di Jepang. Hiperaktif dan konyol, naksir berat dengan Ares. Ini tenta...