Demam

26.5K 2.2K 354
                                    

Absen dulu yang baca menurut zodiak kalian masing-masing, La Aquarius kamu apa??

Yang selalu setia vote sama komen tiap chapter siapa aja nih???

---

Selamat membaca🍦

____

🎵Song recommended : Fools - Troye Sivan🎵

Ares melepas bajunya dan melempar baju itu ke sembarang tempat, lantas menghempas tubuh ke atas kasur putihnya yang luas.

Dua hari setelah pemakaman Nik, dan selama dua hari itu Ares tidak keluar rumah sama sekali, tidak nafsu makan, tidak ada niat untuk melakukan apa-apa, kerjanya benar-benar hanya mengurung di kamar.

Ruth berkali-kali menelponnya namun seperti biasa Ares tidak akan merespon panggilan-panggilan dari gadis itu, bahkan gadis itu nekat menerobos masuk ke rumah namun tetap tidak bisa, Ares tidak membuka pintu kamarnya.

Nik bukanlah saudara kandungnya, ia memang tidak ada hubungan darah dengan Ares.

Mamun entah mengapa kepergian Nik memberikan sejuta rasa bersalah dalam benak Ares, membuatnya seakan kehilangan akal sehat untuk melanjutkan hidup.

Ares memang tidak peduli dengan sekitarnya, namun suatu waktu orang yang tidak pedulian akan berubah total jika ditinggal oleh orang yang diam-diam mereka pedulikan, sama halnya dengan Ares.

Ia melirik kearah jam dinding yang sudah mengarah ke angka enam, enam sore.

Lelaki itu lantas mendudukkan diri di tepian kasur, matanya memandang ke meja yang letaknya sedikit di dekat jendela.

Matanya seakan bisa menangkap sosok Nik disana, sedang menulis di atas kertas sambil berceloteh ria tentang gadis-gadis Perancis, sambil memandang terangnya langit yang dihiasi bintang dengan baju kemejanya yang rapi, senyumnya yang lebar dan polos...

"Sialan! Brengsek!!" Ares membanting apap pun benda yang ada di depannya.

Memporak-porandakan benda diatas meja hingga suara vas bunga yang jatuh pun terdengar keras.

"Anjing lo Eric! Bangsat lo Nik!" gerutunya tidak dapat menahan air matanya yang perlahan jatuh melewati pipinya.

Ares terus menjatuhkan semua barang yang ada di kamarnya dengan brutal, mengekspresikan amarah dan rasa sakitnya dengan melempar semua itu.

"Kenapa lo harus pergi sih Nik!" erangnya sembari menampar pintu kamar hingga berbunyi keras.

Air matanya terus mengalir, membuat dadanya semakin sesak karena berusaha menahan isakan itu.
Rasanya seperti mimpi, mimpi buruk yang datang dengan durasi yang lama, Ares sendiri benar-benar terpukul dan merasa sangat kehilangan akan perginya Nik.

Terlebih ini semua adalah salahnya, Nik kena tembak karena menyelamatkannya dari peluru itu.

"Tuan Ares??"

"Tuan saya mohon buka pintunya!!" desak suara Pak Tejo dari luar terdengar menggedor-gedor pintu itu dengan panik.

Dugh! Bugh!! Duak!!

Suara dinding dan pintu yang terus ditinju itu semakin terdengar keras, tidak peduli dengan gedoran Pak Tejo dari luar.

"Tuan Ares ada apa??!!" desaknya terus, berusaha membuka pintu kamar Ares yang keras.

Karena tidak di respon, pria paruh baya itu pun segera berlari ke bawah, lantas menekan beberapa nomer acak dan menelpon menggunakan telpon rumah.

"Halo non? Ini non, Tuan Ares ngamuk! Dia gak mau buka pintu! Kalau bisa non kesini secepatnya ya!"

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang