“Ares?”Ruth yang tadi menangis terus mendongak menatap cowok tinggi di sampingnya itu, hatinya berusaha meyakinkan bahwa orang itu adalah Ares.
Cowok yang memang benar Ares itu tidak menghiraukan suara gadis di sampingnya, tatapannya masih melayang ke depan.
“Oh si pahlawan datang” decih Gerald memecah keheningan lalu tampak tertawa sinis.
“Urusan lo cuma sama gue” balas Ares lagi dingin.
Aura setan yang ada di dalamnya terlihat membara seperti api, bahkan Ruth bisa merasakan hal itu hanya dengan melihat rahang tajam Ares yang setengah menggertak, sorot matanya yang setajam pisau seakan ingin membunuh seseorang.
Nafasnya menderu menahan amarah yang semakin menjadi-jadi apalagi menyaksikan gadis ini disentuh-sentuh seperti tadi.
“Gue udah peringatin lo untuk jauhin Kina, tapi kayaknya lo gak mau nurut” ujar Gerald lagi.
Kelima temannya yang juga tengah menatap Ares dengan amarah itu masih berdiri menunggu perintah Gerald selanjutnya.
Ruth benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, ia hanya mengusap pipinya yang tadi basah karena air mata.
Ia terus menatap Ares, bingung antara senang atau khawatir karenanya.
Kina? Mengapa nama gadis gatal itu disebut-sebut? Ada hubungan apa ia dengan lelaki di depannya ini?
Apa hubungan Ares dengan mereka semua?
Apa yang sedang terjadi seakan membuat Ruth pusing tujuh keliling.
Ares terlihat masih tak bersuara menahan amarahnya, menusuk Gerald dengan tatapannya yang membunuh, agar sekiranya para lelaki bajingan itu segera meninggalkan tempat ini sebelum dirinya harus mengotori tangan untuk mengusir mereka.
“Rupanya selera lo lumayan juga, padahal pas SMA gak pernah dekat cewek” timpal lelaki bersurai cokelat tertawa kecil di samping Gerald.
Ares mengenalnya karena dulu mereka pernah satu sekolah, lelaki itu seingat Ares bernama Vernon.
Ah entahlah, Ares juga tidak ingin dan tidak terlalu peduli dengan latar belakangnya.
“Gue gak suka sama Kina, dia yang ngejar-ngejar gue” jawab Ares sekenanya.
“Udahlah gak usah ngeles lo, dasar brengsek!” timpal seorang lagi dengan emosi.
“Gue sebenarnya gak mau cari masalah sama lo, cuma lo nya gak pernah dengarin apa yang gue peringatkan” Gerald kembali berucap dengan sorot mata tak kalah tajam.
“ Ini belum seberapa res, cewek ini masih gue ajak main-main. Tapi kalau sekali lagi lo dekat-dekat Kina, cewek ini bakal gue sentuh dan---“
Bugh!!
Kalimat panjang Gerald terpotong begitu saja karena Ares sudah melayangkan tinjunya ke wajah kasar itu, hingga ia terhuyung ke belakang lalu terjatuh.
Gerald merasakan ada cairan yang mengalir dari samping bibirnya, lalu mencoba berdiri sambil mengusap darah yang mengalir itu.
Ia malah tertawa dengan suara tawa yang membahana, tawa yang tidak terdengar tulus, tawa yang seakan ingin membunuh orang dengan suaranya.
“Habisin dia” perintah Gerald dengan sinis akhirnya.
Lalu ia sendiri melangkah pergi entah kemana, meninggalkan tempat itu dan menyerahkan semuanya kepada kelima sobatnya.
Memang benar-benar pecundang pengecut yang bisanya hanya memerintah orang tanpa ia sendiri yang turun tangan.
Bisa di pastikan bahwa Gerald takut dengan Ares, bagaimana pun cara dia menyembunyikannya, Ares tahu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ares. Preman kampus. Dingin, sedingin musim salju di Antartika. Skeptis dan kasar, tidak peduli pada siapapun. Ruth. Anak SMA. Cerah, secerah musim panas di Jepang. Hiperaktif dan konyol, naksir berat dengan Ares. Ini tenta...