The Fault in Our Stars

27.8K 2.3K 448
                                    

Pukul 12 siang di Jakarta, Indonesia.

Suasana bandara Soekarno-Hatta sepertinya memang padat ya namanya juga bandara, kalau sepi bukan bandara, kuburan.

Ares dengan jaket hitam adidas nya itu tampak sedang menenteng koper hitam yang berukuran sedang miliknya, menyusuri luasnya parkiran bandara.

Meski memang ramai tapi Ares tidak peduli karena dirinya menggunakan aipods jadi yang terdengar di telinganya sekarang hanyalah lantunan lagu Way Back Home milik YBN Cordae.

Ia terus melangkah tenang tanpa peduli banyak mata yang menatap takjub ke arahnya, jadi orang ganteng memang susah, tapi Ares masih tidak mengakui kegantengan nya yang hakiki tersebut.

Ketika sudah agak menjauh dari parkiran, Ares melepaskan sebelah airpods putihnya lantas merogoh saku jaket marih ponselnya dari sana dan menekan beberapa nomer acak, lalu menempelkan ponsel itu ke telinga.

“Po, jemput gue sekarang” ujarnya setelah nada tunggu tersambung.

“What?! Lo gila ya minta jemput ke Paris? Sakit ni anak!” celetuk Dipo malas.

“Gue serius” sahut Ares malas.

“Yang bilang gue becanda juga siapa bang?” balas Dipo ikutan malas.

“Makanya cepat kesini goblok! Gak pake lama” tukas Ares tak sabaran, cuaca semakin terik menerpanya.

“Res gue tau lo gila, tapi jangan gila juga ampe nyuruh jemput lu ke Eropa segala, seenak jidat pula” komentar Dipo lagi, Ares bersumpah akan menggorok lehernya setelah ini.

Ares berdecak kesal. “Gue di bandara setan, buruan panas disini!”

“Hah??!! Lo gak becanda kan Res?? Seriusan lu?? Bukannya  lo—“

“Gak usah banyak bacot, sekarang juga!”

Tuut!

Ares memutuskan panggilan lalu mengganti lagunya, belakangan ini musik-musik R&B memang tengah menguasai otaknya, jadi Ares yang biasanya keseringan mendengar musik milik Bon Jovi pun sedikit beralih.

Setelah mengganti lagu, ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket, lalu menarik kopernya mencari siapa tahu ada kursi atau apa di sekitar situ.

Anggap saja kebetulan, Ares pun menemukan sebuah kursi besi yang panjangnya satu meter berada di bawah pohon besar yang rindang tidak jauh dari nya celingak-celinguk, lelaki berjaket hitam itu lantas menarik kopernya menuju tempat duduk lalu mengeluarkan sebuah buku.

Langit begitu cerah sehingga mendongak sedikit pun akan silau, apalagi cuaca di Indonesia yang pada umumnya memang panas tinggi, mungkin kalau diukur menggunakan Termometer bisa rusak termometernya. Mungkin saja.

“Kak Ares?!” seruan suara seorang gadis terdengar samar di telinga Ares yang saat itu menggunakan airpods.

Ares pun mendongak ke depan, mendapati sosok Amanda disana dengan senyum sumringah sedang menenteng koper berwarna maroon dan tas kecil di tangannya, sepertinya gadis itu juga baru saja keluar dari bandara.

“Jadi, Kak Ares balik hari ini juga ya. Aku kira gak jadi” ujar nya sembari mendudukkan diri di samping Ares, menghela nafas sekaligus menghilangkan penat.

Ares tidak menyahut dan tidak bersuara, ia pun kembali melanjutkan aktivitasnya membaca buku kesukaannya The Fault in Our Stars karya John Green.

“Kakak lagi nunggu jemputan?” tanya Amanda lagi berfokus pada cowok di sampingnya itu.

Ares mengangguk samar dengan mata yang masih fokus ke buku, dan mulut yang tertutup rapat.

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang