Dering ponsel Ares terus berbunyi, memaksanya untuk membuka mata dengan berat dan meraih ponsel tersebut dari atas meja.
Tubuhnya yang masih terbungkus selimut di atas kasur itu bergerak sedikit, meski masih dalam posisi tengkurap, lelaki itu mencoba menempelkan ponselnya ke telinga.
Lelaki itu melihat sekilas jam pada layar ponsel, saat ini sudah pukul tujuh pagi.
"Ares!"
Suara keras itu mengejutkannya, nyaris membuat telinga Ares pecah, tak perlu waktu untuk membaca siapa yang baru saja menelpon, ia juga sudah mengetahuinya.
"Res jawab dong!" desak suara yang tak lain dari Ruth itu.
Ares menghembuskan nafas paginya dengan berat. "Apa" jawabnya pendek.
"Jalan yuk!" ajak gadis di seberang sana dengan ceria, sehingga Ares seolah bisa melihat langsung cengiran lebarnya.
"Nggak" tolaknya tanpa berpikir panjang.
Meski pun hari ini dirinya sudah tidak terlalu disibuki jadwal kampus, namun Ares tetaplah Ares, tidak pernah mau bepergian jika tidak ada kepentingan, waktunya hanya ia habisi untuk tidur seharian tanpa gangguan.
Ngomong-ngomong, kampus Ares juga sebentar lagi libur, jadi ia bisa lebih banyak meluangkan waktunya untuk tidur.
Namun, Ares hampir saja lupa satu hal, ia tidak bisa seperti dulu lagi, sekarang sudah ada gadis yang selalu menganggu dan menyita waktunya, meskipun Ares sendiri ogah-ogahan padahal mau.
"Kok gitu sih res, aku kan bentar lagi terbang" suara Ruth kembali terdengar.
Ares menyandarkan diri. "Ke planet mana" ujarnya.
Ruth tertawa renyah. "Gak ke planet sih"
"Trus kemana" Ares kembali mengucek matanya.
"Ke hati kamuuuu uahahahaha!" tawa Ruth pun pecah, namun Ares masih biasa saja.
"Res" panggil gadis itu lagi.
Ares menguap kecil. "Hm"
"Bukain pintu dong"
Kening Ares pun berkerut mendengarnya. "Maksudnya?"
"Ini aku di depan, udah sepuluh menit tau gak ada yang buka"
"Hah??" Ares langsung mendudukkan diri frustasi.
Oh tentu saja, gadis itu kan sudah mengetahui bahwa Ares tinggal di depan rumahnya, jadi ya beginilah akibatnya jika Ruth tahu, sudah pasti ia tidak tinggal diam, dan bahkan sudah berani mengunjunginya sepagi ini.
"Res bukain!!" desaknya lagi.
Ares mendengus malas. "Ck, ngerepotin aja" komentarnya lalu menutup telpon.
Lelaki itu mencari baju sembarangan dari lemari lalu mengenakannya karena ia biasanya tidur tanpa menggunakan baju.
Ia pun melangkah sambil menyugar rambutnya ke belakang, menuruni tangga sambil sedikit menguap.
Entah dimana bapak-bapak yang tinggal dirumahnya yang biasanya sudah bangun jam segini mendadak hilang, Ares juga tidak tahu kemana mereka.
Pak Kamil, biasanya pria paruh baya itu sudah bersih-bersih sejak jam enam pagi.
Pak Rogan, semalam pria itu memang ayah minta untuk datang ke rumah, jadi untuk sementara waktu Ares akan menyetir mobil sendiri, padahal Ares memang tidak butuh supir.
Satu lagi, bapak yang kerjanya membersihkan pekarangan rumah dan Ares sampai lupa namanya.
Apakah pria paruh baya itu tidak menyadari bahwa Ruth sedari tadi menggedor-gedor gerbang rumahnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ares. Preman kampus. Dingin, sedingin musim salju di Antartika. Skeptis dan kasar, tidak peduli pada siapapun. Ruth. Anak SMA. Cerah, secerah musim panas di Jepang. Hiperaktif dan konyol, naksir berat dengan Ares. Ini tenta...