Sang Pria Dingin

26.6K 2.3K 114
                                    



Dan Ares pun terpaksa menurut, ia mengikuti tarikan tangan Pak Tejo dan kini sudah menuruni tangga.

Kaki mereka terus melangkah turun, Ares harus mencari cara agar tidak bertemu Ruth saat itu juga.

Tapi...

"Halo bun?? Hah?? Sekarang juga?? Aduh bun aku belum ketemu tuan rumahnya inii!!"

Suara omelan gadis itu pecah menjawab telpon dari bunda yang tiba-tiba mengganggu fokusnya kepada rumah tetangganya ini.

Padahal beberapa menit yang lalu bunda sendiri yang menyuruhnya untuk pergi kesini, dan mengantarkan nasi tumpeng.

Ya Ruth juga tadinya malas-malasan, yang ulang tahun si Ray yang disuruh ngantar makanan malah dia.

Tapi mendengar tempat antarannya adalah tetangga di depan ini, jadi dia sangat bersemangat untuk pergi, bahkan rasanya ingin menelisik sampai ke ujung-ujung rumah.

Sementara disini, langkah Ares dan Pak Tejo pun terhenti tepat di penghujung tangga, karena suara gadis yang kini duduk di ruang tamu itu bicara dalam telponnya.

Saat Pak Tejo masih memperhatikan Ruth yang sibuk ngomel-ngomel tak jelas itu, Ares segera melepaskan tangannya dari pegangan bapak paruh baya itu, lalu bergegas ke dapur, menutup pintu dan menyembunyikan diri disana.

"Eh ada bapak, kok sendirian pak si tuan rumahnya mana??" Ruth menutup telpon dan tersadar akan keberadaan Pak Tejo yang berdiri mematung disana.

Pak Tejo agak gugup menjawabnya, pasalnya tadi si Ares sudah berdiri disini disampingnya, namun tanpa ia sadari cowok muda itu sudah melengos dari sana.

"Pak jangan diem, jawab dong" desak gadis itu dengan nasi tumpeng yang masih di tentengnya.

"Tuannya sedang tidak ada di rumah non, biar saya bawa ke dapur ya" ujar Pak Tejo akhirnya.

"Saya bantu ya pak" tawar gadis itu dengan ramah.

"Eehh tidak us-"

"Udah gapapa, ayo pak" potong gadis itu tersenyum santai.

Tamatlah riwayat Ares yang saat ini sedang berada disana, di dapur.

"Dapur nya dimana sih pak, ruangannya banyak amat" komentar Ruth kelewat pusing.

"Lewat sini non" ajak Pak Tejo sambil menunjukkan arah.

Keduanya pun melangkah menuju dapur tersebut, sambil berjalan Ruth terus memandangi seisi rumah yang bernuansa putih abu-abu ini dengan takjub.

Siapa pun pemiliknya, sudah pasti orangnya perfeksionis yang bukan kaleng-kaleng lagi, kalau soal wanita atau pria, Ruth tak tahu.

"Sebentar saya buka non" Pak Tejo segera menarik kenop pintu setibanya.

Namun pintu itu terkunci. Ya, benar-benar terkunci dari dalam, hingga pria paruh baya itu harus menarik-nariknya dengan sekuat tenaga.

Tapi tetap saja tak bisa, namanya juga dikunci.

"Kenapa pak?" tanya Ruth bingung, bisa-bisanya ada rumah yang pintu dapurnya dikunci. Heol!

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang