Warning⚠
Adult Conversation. You can skip it if you feel uncomfortable.Happy Reading 🐾
____
🎵Play Song : Can't Take My Eyes Off Of You - Joseph Vincent🎵
"Res!""Res!"
"Ares!"
"Antares kalo gue manggil disahut dong jangan diam aja!"
Siang itu cuaca tampak begitu mendukung dengan terik mentari yang sejak pagi tadi tiada ampunnya membakar seluruh penghuni kota Jakarta.
Semakin panas karena suara cempreng nan keras milik gadis berambut panjang dicepol itu sejak tadi bergema memenuhi rumah luas ini. Siapa lagi kalau bukan Ruth. Terlihat ia sedang berselonjor di atas sofa panjang dengan sebuah selimut menutupi kakinya dan kipas di tangannya.
Ia sedang menonton televisi sambil menyantap pizza dan es krim stroberi. Bungkusan cemilan pun berhamburan sana-sini, dari atas meja sampai ke lantai-lantai. Entah apa motivasinya memakan semua itu dalam satu waktu dengan keadaan yang seberantakan ini. Untung saja bunda agak jarang main ke rumah, kalau tidak habis dia kena semprot.
"Ares jawab!" desaknya lagi sambil menggerak-gerakkan kaki menendang bawah sofa. Tubuhnya sangat malas berpindah-pindah, rasanya sudah sangat pw di sofa ini. Jadi mau tidak mau, ia harus terus mengeraskan suara memanggil suaminya itu.
Ares sedang duduk dan berkutat dengan laptopnya sejak tadi. Ia terpaksa tidak mengerjakan pekerjaannya di ruang kerja karena Ruth bilang kejauhan. Jadi dengan terpaksa Ares harus ikut duduk di sini menemaninya menonton televisi, meski berlainan meja dan agak berjauhan namun tetap saja itu sudah lebih dari cukup menurut Ruth.
Ares memang penyabar, mana filmnya yang ditonton istrinya sejak tadi tidak ada yang jelas.
"Res kok diam aja sih? Jawab!" tanpa henti gadis itu terus memanggilnya. Prinsip Ruth adalah terus memanggil sampai orang yang dipanggil menoleh.
Ares menoleh. "Kita udah suami istri, gak ada kata 'lo gue' lagi sekarang. Paham?" ujarnya datar lantas kembali kepada layar laptop.
Ruth menganga shock. "Kok jadi balik marah sih?! Abis nya kamu dari tadi dipanggil berkali-kali gak nyahut sih, gimana aku gak emosi huh!" gerutunya kesal.
Ares menghela nafas lalu menoleh lagi. "Kamu pake teriak-teriak segala, telinga ku bisa pecah. Manggil yang bener" koreksinya.
Ruth mengerucutkan bibir lalu berdehem. "Hm ya udah. Sayang..." sungutnya.
Ares mendengus menahan senyum. "Iya sayang. Ada apa?"
Ruth menoleh dengan jijik. "Ih udah ah, kamu gak cocok lemah lembut. Kamu kan kasar kayak batu, kalau lembut gitu jadi kayak bencong" komentarnya sewot.
"Kamu ngatain suami kamu bencong? Gitu? Oh oke" ujar Ares seolah patah hati mendengarnya.
"Bukan gitu!! Maksud aku---"
"Udah. Udah tau, aku keluar aja. Ada urusan" tuturnya lantas bangkit berdiri mengambil jaket hitamnya yang digantung di tepian dinding. Ares benar-benar berniat pergi dengan wajah datarnya yang terlihat kembali jutek.
"Res really?? Gitu aja marah?? Aku kan cuma becanda Res maaf..." cicit Ruth ikut bangkit dan menahan tangan Ares yang sudah berniat menarik kenop pintu.
"Becandamu keterlaluan. Udah ya, aku ada meeting di kantor" Ares melepas pegangan tangan Ruth di lengannya membuat gadis itu semakin terperangah shock.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ares. Preman kampus. Dingin, sedingin musim salju di Antartika. Skeptis dan kasar, tidak peduli pada siapapun. Ruth. Anak SMA. Cerah, secerah musim panas di Jepang. Hiperaktif dan konyol, naksir berat dengan Ares. Ini tenta...