Bab 2 / Part 3

3.4K 608 34
                                    

_____________________________________________

Kunci dari setiap harapan adalah doa
______________________________________________

Irene berlari menelusuri gelapnya malam. Senyum yang tampak tidak memudar, membawanya pulang ke tempat yang gadis itu anggap aman. Saat itu, Irene bersyukur karena Tuhan telah mengabulkan doanya. Tidak ada yang tidak mungkin, kan? Ya, tidak ada yang tidak mungkin karena gadis itu percaya Tuhan akan menolongnya.

Gadis yang telah mengucap syukur berkali-kali masuk ke dalam bangunan untuk menemui seorang anak yang menunggunya terlalu lama. Tepat di tempat yang sama, Irene melihat anak itu masih berbaring dengan lemah. Menyentuh pipi anak itu dengan pelan, diiringi senyuman bahwa ia telah mendapatkan apa yang anak itu pinta. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Irene mengeluarkan isi dari ransel yang diberi oleh lelaki yang tidak dikenal. “Hai! Kakak datang membawa makanan untukmu.”

Anak itu terbangun, terduduk dengan mengucek-ngucek kedua mata. Mata sang anak menatap tangan Irene yang membuka bungkus roti. Di balik mata itu, menyaratkan sesuatu yang membuat hati sang anak merasa lega. Saat Irene menyodorkan roti yang telah terbuka dari bungkusnya. Bukannya langsung menerima, anak itu malah menatap Irene dengan sendu. Senyum Irene luntur, mendapati jika sang anak dalam perasaan tidak baik-baik. “Ada apa?” tanya Irene. Gadis itu tidak mengerti, mengapa sang anak terlihat sedih, padahal Irene telah membawakan sesuatu yang anak itu inginkan. “Apa kakak terlalu lama meninggalkanmu?”

Sang anak menggeleng pelan dan berdiri untuk memeluk Irene. Dalam sekejap, gadis itu tertegun merasakan pelukan yang erat dari anak tersebut. “Aku kira kakak meninggalkanku, setiap detik aku berdoa agar kakak selamat dan kembali menemaniku. Dan untuk kali ini, Allah kembali mengabulkannya.”

Irene menepuk-nepuk pelan punggung kecil sang anak, menyakinkan bahwa ia tidak akan pergi meninggalkan anak itu. “Jangan khawatir. Kakak akan terus menemanimu.”

***

Setelah Taehyung berhasil menemui Irene, lelaki itu kembali ke markas masih dengan cara diam-diam. Melirik jam tangan yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Siapa pun pasti telah terlelap, dan Taehyung yakin tidak ada yang mengetahui kepergian ini. Namun, saat Taehyung ingin melangkah, suara seseorang menghentikannya.

“Dari mana kau?”

Taehyung seketika terkejut. Seorang tangan kanan ayahnya memergoki. Sebisa mungkin lelaki itu bersikap santai dan berusaha untuk tidak terlihat mencurigakan. “Aku hanya mencari udara segar.”  Berharap kebohongan ini dapat membuahkan hasil. Namun, keberuntungan tidak berpihak. Dapat terlihat jelas tatapan tajam dari pria di depan Taehyung, bahwa pria itu mengetahui kebohongan Taehyung.

“Saat pulang aku harus melaporkanmu pada jenderal!” Tanpa menunggu jawaban, pria itu berbalik ingin meninggalkan Taehyung.

“Kau tidak bisa melakukan itu tanpa bukti apapun,” sahut Taehyung kemudian.
Tanpa berpaling pria itu membalas, “Aku tahu kau melindungi gadis Irak dan pergi menemuinya. Aku tidak bisa menutup mata. Ayahmu harus tahu jika kau tidak bisa mengutamakan tugas!”

***

Waktu telah berganti, ketika surya mulai muncul dan ayam telah berkokok. Pasukan militer Amerika Serikat pergi meninggalkan Irak dengan penuh kegembiraan. Satu per satu, helikopter mulai meninggalkan tanah gersang nan hampir tidak lagi terlihat berpenghuni. Termasuk helikopter yang akan membawa Taehyung pulang.

“C'mon V! kita harus pulang!” teriak salah satu rekan Taehyung yang sudah berada di dalam helikopter. Taehyung tersadar dari lamunannya,  lelaki itu melangkah untuk memasuki helikopter. Namun, entah mengapa lelaki itu justru terhenti saat berada di depan pintu. Ada sesuatu yang seolah tidak rela untuk meninggalkan negara itu. Apakah karena gadis itu? Atau kah karena perang yang sudah dimulai beberapa bulan lalu tidak terlalu membekas, seperti perang-perang sebelumnya?

“Apa lagi yang kau tunggu? Cepat masuk!”
Suara tegas dari rekannya membuat Taehyung tersadar kembali, akhirnya lelaki itu masuk dan mendudukkan diri dengan tenang.

Selang beberapa waktu, mata itu menangkap satu objek kecil yang berjalan di padang gurun dengan menggendong seorang anak yang begitu lelah. Gadis itu berjalan pelan dengan dress lusuh yang berkibar. Sesaat Taehyung teringat pada seorang gadis yang telah memikat hatinya. “Apa dia gadis itu?”

“Ada apa?”

Pertanyaan yang keluar dari mulut rekan yang berada di samping membuat Taehyung tersadar dan menggeleng pelan. “Tidak. Tidak ada apa-apa.” Lelaki kembali menduga-duga. Benarkah gadis itu seseorang yang memikat hatinya? Jika benar, tidak terbayangkan seberapa jauh kaki kecil tersebut berpijak. Seberapa lelah langkah itu agar bisa melarikan diri.

***

Irene terhenti ketika menyadari begitu banyak helikopter yang terbang jauh melewatinya. Gadis itu sedikit menghela napas karena bisa selamat sampai sekarang. Kejadian tadi malam yang membawanya berakhir di tengah gurun seperti ini. Saat mereka berdua selesai menyantap sepotong roti, Irene dikejutkan dengan teriakan seseorang yang berada di luar bangunan. Takut jika itu adalah tentara asing, gadis itu pergi meninggalkan bangunan tanpa berpikir apapun lagi.

“Apa kakak tidak lelah?”

Irene tersenyum dan mengelus-elus punggung sang anak dengan sayang. “Jangan khawatir, pegang saja yang erat botol minum itu, hanya itulah satu-satunya yang kita punya.”

Sang anak pun mengeratkan pegangan pada botol pemberian Taehyung dengan mata terpejam.

“Berharaplah... kita bisa mengembalikan botol ini pada orangnya,” gumam Irene pelan. Awalnya Irene ingin membawa semua pemberian dari lelaki asing itu, namun karena ketakutan sudah menghantui, Irene hanya bisa meraih apa yang bisa ia raih.

“Apa yang akan kakak lakukan jika bertemu dengan orang baik tersebut?”
Irene tersenyum dan memandang jauh ke depan. “Mengucapkan terima kasih kurasa tidak cukup. Tetapi, aku tidak punya apapun untuk  diberi. Agar bisa membalasnya—”

“Jika Tuhan mengizinkan, kalian pasti akan bertemu. Dan bertanyalah pada orang itu, apa yang bisa kakak lakukan untuk membalasnya.”

Jawaban dari sang anak membuat Irene tercengang. Tidak pernah Irene berpikir, jika anak sekecil ini bisa memberikan jawaban yang bijak. “Kau bener, jika Tuhan mengizinkan... Aku dan dirinya pasti akan bertemu kembali.” Seutas harapan.

~ Related

Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang