Part +17

1.9K 373 154
                                    

Wajah Irene tertunduk kala seorang polisi memarahinya. Mereka selalu memandang Irene yang salah tanpa mencari bukti yang jelas, semua dituduhkan pada dirinya. Ia ditarik oleh polisi karena membuat keributan di tengah malam. Seketika polisi yang ada di hadapan Irene memukul meja karena kesal Irene tidak menjawab sepatah katapun yang polisi itu pertanyakan.

"KAU TULI HAH!"

"APA MULUTMU TIDAK BISA BICARA!"

Bentakkan sang polisi tidak membuat Irene kunjung juga membuka mulutnya. Aneh. Aneh memang, mengapa ia yang disalahkan di sini. Jelas-jelas ini bukan salahnya. Polisi yang membentaknya kini berdiri dengan berkacak pinggang, menatapnya dengan tajam. "Kau perlu diasingkan di tempat yang lebih sempit."

Polisi itu menarik Irene dengan kasar dan mendorong hingga Irene terjatuh ketika sampai pada tempat pengasingan untuk dirinya. Bunyi pintu tertutup dan dirantai pun terdengar. Irene berpaling pada polisi yang masih menatapnya dengan tajam.

"Di sini tempat yang pantas untukmu!" Polisi itu berucap sebelum meninggalkan Irene.

Lalu Irene, ia menatap ruangan yang sangat kecil dan sempit, hanya ada toilet di sana. Ia merangkak menuju dinding untuk menyandarkan diri, menyentuh pelan luka lebam yang ia dapat, kemudian tersenyum. Setidaknya ia akan baik-baik saja seorang diri di sini. Tidak ada yang mengusiknya, tidak ada yang merasa terganggu karenanya.

.

.

.

Taehyung merintih kesakitan saat seorang dokter mencabut sebuah peluru di tangannya. Ah, ini gila, tanpa memakai obat bius tangannya di bedah. Keringat dingin dan wajah yang memucat ia tampakkan sekarang, merasa ngilu pada tangannya sendiri.

"Bisa kau letakkan senjata itu! sebaiknya kau istirahat setelah ini!"

Taehyung menggeleng pelan masih menahan rasa sakit. "Tidak, aku ingin tugas ini cepat selesai."

Dokter muda yang mengobati Taehyung, menghela napas kasar karena keras kepalanya lelaki itu. Ia sudah meminta Taehyung berkali-kali untuk istirahat saja di markas mereka dengan alasan terluka namun tetap saja Taehyung selalu menolak. "Ini menjengkelkan melihatmu keras kepala."

Taehyung melihat dokter yang mengobatinya. "Cepat selesaikan ini, aku tidak punya banyak waktu."

Dokter cantik dan muda itu hanya menggerutu kesal karena desakan Taehyung. Ia sebagai dokter relawan, baru kali ini bertemu tentara yang tidak menuruti ucapannya. "Ini sudah selesai hanya perlu diperban."

Taehyung tidak menjawab, ia meneliti senjatanya dan memasukkan beberapa peluru. Ketika ia merasa tangannya telah diperban. Ia berdiri dan meninggalkan dokter cantik yang telah berjasa padanya tanpa mengucapkan terima kasih.

Dan itu mengundang kekesalan pada dokter tersebut. Namun, ketika dokter muda itu melihat punggung kokoh Taehyung yang berjalan menjauhinya, ia kemudian tersenyum, merasa kagum pada lelaki itu. Ketahuilah, bahwa Taehyung adalah tentara tertampan yang ada di AS.

"Joy! Kemari!"

Dokter cantik yang merasa namanya disebut, berdiri dan berlari kepada orang yang memanggilnya. Ketika langkahnya berlari, ia sempatkan untuk menoleh ke belakang dan tersenyum untuk ke sekian kalinya pada Taehyung yang masih menampakkan punggungnya. "Ah, tampaknya aku menyukai lelaki itu."

.

.

.

Pagi kembali datang, hari terus berganti hari demi hari. Namun, kehidupan Irene tampaknya tidak berubah sama sekali. Waktu sidang akan berlangsung beberapa hari lagi, ia sungguh tidak sabar untuk hari itu, keluar dari ruangan sempit dan kecil ini. Dirinya bersandar pada dinding berwarna abu tua, menatap cahaya yang tembus dari ventilasi kecil. Bayangan-bayangan ia akan keluar dari ruang itu terus menghantuinya. Ia rindu ingin bertemu dengan Taehyung. Satu-satunya yang mungkin akan menguatkannya untuk terus menjalani hidup.

"Irene!"

Irene terkejut kala seseorang memanggilnya, ia mendongakkan kepala melihat Jin yang berdiri di luar jeruji.

"Jin." Gadis itu bangun dan berdiri mendekat pada Jin.

"Aku baru tau kau ada disini, kau baik-baik saja?"

Irene tersenyum pada Jin membuat lelaki itu yakin bahwa ia baik-baik saja. "Aku baik-baik saja."

Bohong, itulah yang terlintas di pikiran Jin. Mana mungkin gadis itu baik-baik dengan wajah yang penuh luka lebam begitu. Ditambah banyak rumor tentang gadis itu sepanjang penjuru apartemen.

"Berapa lama lagi masa sidangmu?"

"Tidak lama, beberapa hari lagi..." Irene terdiam sejenak, ia menarik napas untuk melanjutkan perkataannya, "apa kau bisa menjadi waliku? Aku tidak punya siapa-siapa."

Jin sedikit terkejut dan ia tidak percaya atas permintaan gadis itu. "Apa keluargamu tidak ada yang tau kau di sini?"

Irene mengulum senyumnya, mana mungkin keluarganya peduli padanya. Mungkin keluarganya juga tidak ingin tau dirinya masih bernapas atau tidak. "Aku tidak punya keluarga. Satu-satunya yang bisa ku percaya hanya calon suamiku, tapi aku tidak bisa memberitahunya."

Jin terdiam memandang Irene dalam. Tangan nya ingin sekali mengelus surai halus milik gadis itu. Betapa beratnya kehidupan yang Irene jalani sekarang. Namun, hatinya menahan untuk tidak melakukannya. "Apa kau ingin aku memberitahunya, berapa nomor telepon nya?"

Irene berpikir sejenak mengingat Taehyung pernah memberitahu nomor telepon lelaki itu. Dan nomor itu masih ada tertempel pada dinding yang tidak jauh dengan telepon rumah yang ada di apartemen itu. "Nomornya ada tertempel di apartemen..." Seketika Irene menggeleng dan menatap Jin dengan pandangan memohon, "jangan beritahu, aku tidak ingin ia memikirkan aku dan jadi menganggu tugasnya. Aku akan baik-baik tanpa dia tau."

Jin tidak mengiyakan atau pun menolak permohonan Irene. Karena pada dasarnya ia pasti akan memberitahu lelaki yang Irene cintai itu. Bagaimana pun juga, lelaki itu harus tau bahwa Irene telah dituduh hingga di bicarakan yang tidak-tidak bahkan sampai dianiaya dalam penjara. Ia tidak mau gadis di depannya ini menanggung semuanya sendiri. Terlebih lagi, ia tau gadis di depannya ini sangat baik.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang