Part +14

2.1K 376 118
                                    

Pagi yang cerah membuat suasana hati yang melihatnya pun ikut cerah. Irene menyingsing gorden kamarnya dan menghirup udara dalam-dalam. Sebulan sudah ia berada di tempat ini, dan selama itu pula ia berpisah dengan pemilik apartemen yang ia tempati. Tidak banyak hal yang ia lakukan selama sebulan itu, dirinya hanya berdiam di dalam apartemen atau pergi ke apartemen Jin hanya sekadar untuk mengobrol.

Berbicara mengenai trauma, trauma itu masih ada walau tidak seburuk awal ia menginjak negara ini kembali. Dan mulai sekarang ia ingin melawannya. Ya, melawan semua ketakutan yang menghantuinya. Itu semua karena Jin yang menguatkannya, ia beruntung dapat mengenal lelaki itu di saat ia tidak punya siapa-siapa.

Irene berjalan ke arah lemarinya untuk mengambil selendang yang terlipat rapi. Hari ini, ia punya janji dengan Jin bertemu di sebuah taman. Aneh memang Jin memintanya untuk pergi ke sana, bukankah mereka adalah tetangga. Mengapa harus jauh-jauh untuk bertemu.

langkah Irene kini telah keluar dari apartemennya sendiri. Ia tidak sengaja berpapasan dengan seorang ibu dan anak yang memperhatikannya dengan raut wajah yang terlihat, seolah-olah Irene adalah mahkluk yang menjijikkan.

"Ibu, kakak itu aneh. Ini musim panas tapi kakak itu malah memakai pakaian panjang."

Ibu anak itu kemudian sedikit membentak sang anak untuk tidak berkata apapun lagi. "Tutup mulutmu! jangan sampai kamu bertemu dengannya lagi!"

Mendengar itu, Irene hanya tersenyum kecil. Ya, anggap saja itu pujian untuknya, memuji dress cantiknya. Tidak ada untungnya jika ia menanggapi itu, orang-orang tidak akan mengerti tentang dirinya. Irene berlalu begitu saja hingga ia telah keluar dari gedung apartemen, ia segera mencari taksi untuk membawanya pergi ke taman. Namun, beberapa menit sudah ia menunggu, tidak ada satu pun taksi yang mau berhenti di depannya, seakan-akan tidak melihat dirinya.

Irene tersenyum lagi, mungkin karena selama ini ia terus meminta bantuan Jin. Dan ia baru sadar jika mencari taksi itu sangat susah. Ia berjalan menuju halte terdekat, setidaknya ia tidak mungkin tertinggal oleh bus, kan? dirinya duduk dengan tenang di kursi halte dengan memainkan jari-jarinya. Sebenarnya ini aneh ketika orang-orang menghindari untuk duduk di dekatnya. Memandangnya dengan pandangan yang sama seperti ibu dan anak yang ia temui di koridor apartemen. Ia tidak mengerti, padahal dressnya terlihat sangat bersih dan juga cantik namun orang-orang melihatnya seperti sebuah kotoran yang sangat harus di hindari.

Bus datang, Irene berdiri dengan semangat. Tentu saja ia semangat katena ia telah menunggu terlalu lama namun ketika langkahnya ingin memasuki pintu bus, orang-orang malah mendorongnya ke belakang, dan itu terjadi berkali-kali. Bahkan, sampai ada yang menarik selendangnya, ia tidak dapat melihat siapa yang melakukannya karena orang-orang sibuk untuk masuk lebih dulu ke dalam bus. Ketika tiba saatnya untuk ia masuk. Supir bus pun berteriak, "Maaf Nona, bus penuh. Anda bisa menunggu bus berikutnya."

Irene terdiam memandang sang supir sampai bus itu pergi dari hadapannya. Ia berbalik dan melangkah untuk duduk kembali, lagi-lagi ia tersenyum. Tidak apa-apa, mungkin ia hanya belum beruntung dan bersabar sedikit lagi. Cukup lama ia terdiam di halte bus itu seorang diri. Hingga ia banyak mendapat tatapan aneh.

Bus pun akhirnya datang, ia tersenyum dan bangkit dari bangku halte. Langkahnya masuk ke dalam bus. Lagi-lagi, tatapan yang Irene dapatkan, ia mengabaikan itu dirinya melangkah mencari kursi namun tampaknya orang-orang tidak ingin ia duduk dengan mereka. Berbagai cara mereka lakukan dan Irene cukup peka akan hal itu.

Irene menghela napas, kemudian menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. Ia meraih bus handle dan berpegangan dengan tenang ketika bus itu mulai berjalan. Bisikan orang-orang mulai terdengar, tawa meremehkan ada di mana-mana, dan dirinya yakin itu ditujukan padanya.

Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang