Part +26

1.8K 355 92
                                    

Taehyung memandang ayahnya dengan sedih. "Aku tetap akan menikahinya, bagaimana pun caranya."

"Kau gila?" Tidak ada kata tegas lagi dari mulut sang jenderal. Jenderal itu menatap sendu anak semata wayangnya yang berkeinginan keras untuk menikahi gadis muslim Irak yang sama sekali tidak pernah ia bayangankan. Ini bukan masalah ia melarang anaknya untuk bahagia. Namun, ini bertentangan dengan agama yang mereka yakini, bertentangan dengan pengabdiannya pada negara.

"Walaupun sekarang aku membenci sikap Ayah. Bukan berarti aku tidak menganggapmu ayah. Aku bisa menikah walau tanpa restumu, namun bagaimana pun kau tetap ayahku. Jadi, lebih sopan jika aku mengatakan keinginanku ini pada Ayah."

Sang Jenderal terduduk lemas lalu mengusap wajah pelan, mencoba untuk berpikir lebih tenang. Namun, seberapa keras pun ia berpikir, ia tetap tidak tau harus menjawab apa.

Beberapa saat keadaan menjadi hening. Sang jenderal masih berusaha berpikir sedangkan Taehyung menunggu jawaban dari sang Ayah. Untuk ke sekian kalinya, Ayah Taehyung menghela napas, lalu menghirup napas dalam-dalam sembari menatap Taehyung kembali untuk mengutarakan isi hatinya. "Dari kecil aku sudah mendidikmu dengan keras terutama dengan keyakinan kita. Keluarga kita sangat taat, kita rajin beribadah, kita melakukan hal-hal baik, namun mengapa kau membuat seakan-akan aku gagal mendidikmu."

Taehyung diam, tidak menjawab bahkan ia tidak punya keinginan untuk menjawab. Ia tau apa yang ia lakukan itu salah namun ia tidak dapat berjalan mundur, ia tidak dapat berbalik hanya untuk sekadar mengatakan bahwa ia menyesal dengan keinginannya. Tidak, karena ia tidak menyesal sama sekali.

"Bagaimana perasaan ibumu jika mendengar ini, mungkin ia akan menangis di alam sana. Bahkan, jika ia masih hidup mungkin ia akan menentang keras sepertiku."

Taehyung tetap diam, terbesit kenangan-kenangan indah yang ia lalui saat ibunya masih hidup. Kebersamaan hangat yang pernah ia rasakan. Karena tidak ingin terlarut dalam kenangan itu, Taehyung berbalik menarik Irene untuk segera meninggalkan ruangan milik ayahnya.

"Jadi kau tetap pergi membawa cintamu itu?"

Langkah Taehyung terhenti tanpa berbalik sedikit pun, ia berucap, "Tidak perlu mengkhawatirkan apapun, aku bisa menjalani hidup sesuai keinginanku."

"Jika kau pergi dari sini maka aku tidak akan menganggapmu anak lagi."

Mendengar itu Taehyung terdiam cukup lama dengan posisi yang sama. Pandangan mata yang kosong dengan pikiran yang kosong pula. Ia menatap Irene yang juga menatapnya. "Apa kau bersedia menemaniku sampai akhir hayatku?" perkataan itu terucap begitu saja pada mulut Taehyung.

Irene tidak langsung menjawab, gadis itu menatap lekat Taehyung yang tiba-tiba bertanya seperti itu padanya. Ia tidak perlu berpikir keras untuk menjawab pertanyaan tersebut. "Ya. Aku bersedia."

Tanpa ragu pun Taehyung melanjutkan langkahnya tanpa berbalik sedikit pada ayahnya. Seperti perkataan yang pernah dirinya ucapkan, mereka harus melawan semua yang menganggap mereka berbeda. Tidak ada yang berbeda selama perasaan mereka sama. Sekali pun dunia ikut mengatakan mereka berbeda.

Ayah Taehyung terdiri mengangkat tangannya seakan-akan mencegah Taehyung untuk pergi. Namun, langkah anak itu semakin jauh dan tanpa sadar membuatnya menyesali perkataannya sendiri. Ancaman yang ia lontarkan, sesungguhnya bukan kehendak dari hatinya. Itu hanya sebuah ancaman agar Taehyung berubah pikiran dan sadar akan keputusan yang salah tersebut. Ia begitu menyesali perkataannya sendiri yang malah membawa hubungan mereka makin renggang, bukan akhir seperti ini yang ia inginkan.

"Taehyung..."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang