Part +51

1.8K 257 105
                                    

Wanita yang telah mempunyai satu anak kini tersenyum menatap suaminya yang berdiri di depan kaca besar dengan seragam tentara. Lelaki itu begitu indah dipandang karena ketampanannya, begitu memukau hingga ia takut jika ada wanita lain yang jatuh hati pada suaminya.

"Cukup berkaca, ayo kita sarapan," ucap Irene yang berdiri di ambang pintu.

Taehyung tersenyum. Ia berjalan menghampiri istrinya dengan gagahnya. "Bagaimana penampilanku?" tanyanya.

"Sangat bagus." Irene meletakkan dua tangannya pada dada suaminya lalu mengusap seragam itu dengan bangganya. "Suamiku yang tampan."

Taehyung tertawa kecil. Tidak dapat ia menahan tawanya ketika sebuah pujian yang keluar dari mulut istri tercintanya terlontar begitu saja untuknya. "Aku gugup karena sudah lama tidak bertugas."

"Tidak apa-apa, doaku menyertaimu. Ayo, kita makan. Ayah telah menunggu sedari tadi." Wanita itu membawa Taehyung berjalan ke ruang makan untuk segera sarapan dengan makanan yang telah ia hidangkan. Di sana telah menunggu ayah Taehyung dan juga Val.

"Ayah, cepat kemari aku sudah lapar!" teriak Val pada ayahnya.

Taehyung mendudukkan dirinya di hadapan Val setelah mengacak-acak rambut anaknya yang telah berisik di pagi hari. "Selamat pagi, Ayah," sapa Taehyung pada tuan Vincent, ayahnya.

"Selamat pagi. Sudah sangat lama kita tidak sarapan bersama."

"Ya. Terakhir kali saat ibu masih ada," ungkap Taehyung.

Ayah Taehyung menjadi terdiam karena mengingat istrinya semasa masih hidup. Namun, buru-buru ia membuyarkan lamunannya ketika sebuah suara memanggilnya. Tn. Vincent menatap Irene, seseorang yang memanggilnya.

"Apa Ayah ingin aku ambilkan telurnya?" Irene memberanikan diri untuk melayani mertuanya juga. Tangannya bahkan tinggal meletakkan telur mata sapi itu pada piring tuan Vincent.

Namun, ayah Taehyung menolak dengan tegas. "Tidak. Aku bisa mengambil sendiri."

Hal itu membuat Taehyung menatap istrinya yang berkecil hati. "Berikan saja untukku." Taehyung menyodorkan piringnya agar telur yang tadinya untuk ayahnya di berikan padanya. Walaupun begitu, istrinya tetap tersenyum hangat pada ayahnya. Apa sebenarnya yang kurang dari istrinya?

.

.

.

"Aku pergi ya..." kecup Taehyung singkat pada bibir Irene.

"Jika ada waktu, telepon aku," pinta wanita itu. Suaminya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Itu pasti," ucap lelaki itu.

"Ayah, gendong Val sebentar." Val menarik-narik celana ayahnya dengan pelan.

"Astaga, anak yang sebentar lagi sekolah minta gendong?" Walaupun mulut Taehyung berucap begitu, namun lelaki itu tetap melakukan yang anaknya itu pinta. "Ayah baru sadar kau ini mulai berat."

"Ayah, belikan Val mainan yang banyak jika pulang."

"Iya, tunggu ayahmu gajian. Kerja saja belum."

Irene terkekeh pelan dan mengambil alih Val dalam gendongan Taehyung. "Hati-hati, suamiku."

"Aku akan mengabarimu. Ayah pergi dulu, Val. Jaga ibu," ucap Taehyung seraya melangkah menjauhi mereka.

Irene mau pun Val melambaikan tangan melihat kepergian kepala keluarga mereka. Meninggalkan mereka berdua dalam jangka waktu yang lama. Ah, tidak. Harusnya ia bertiga, bersama ayah mertua.

Terdengar suara batuk yang membuat Irene menoleh pada asal suara. Suara itu dari ayah Taehyung yang berada di dapur membuat sesuatu. "Val, main ke kamar sana," pinta Irene yang langsung dituruti oleh anaknya yang tampan itu. Langkahnya berjalan pelan mendekat Tn. Vincent yang sedang membuat kopi. "Apa Ayah perlu bantuanku?"

Tn. Vincent melirik menantunya itu sekilas. "Tidak." Lalu membawa secangkir kopi yang ia buat. Meminumnya seteguk dengan tenang, namun setelahnya mertua Irene itu mengerutkan kening. "Bisa buatkan aku kopi? kopi ini terlalu manis untukku."

Dengan senang hati, Irene mengangguk dan sangat bersemangat untuk melakukan yang mertuanya pinta. Seluruh wajahnya bersinar hanya karena Tn. Vincent meminta bantuannha. Ia rasa itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia. Sesuatu yang sepele untuk orang lain tetapi sangat berharga untuknya. Dirinya berjalan pelan untuk menyodorkan secangkir kopi yang ia buat. Meletakkan cangkir itu dengan hati-hati. "Jika Ayah membutuhkan sesuatu, panggil saja aku."

"Ya, terima kasih." Tn. Vincent menatap punggung Irene yang menjauh. Tersenyum kecil sembari melipat koran yang sebelumnya ia baca. "Wanita itu tidak buruk," gumamnya. "Namun sayang, aku tidak bisa merestuinya." Tn. Vincent mengeluarkan ponselnya dan meletakkan benda persegi panjang itu pada kupingnya, menunggu dering telepon yang belum di jawab.

"Halo, selamat pagi, Jenderal." Suara dari seberang sana.

"Dadaku mulai sesak, bisa kau kemari?"

"Tentu, aku akan datang satu jam lagi."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang