Part +67

1.3K 242 44
                                    

Irene berjalan cepat dengan terburu-buru sembari memegang perutnya. Merintih sakit pada perut yang seakan-akan membungkusnya dalam tumpukan paku yang tertancap. Ia mengetuk pintu rumah Jin tanpa berpikir jika hal itu akan menganggu pemilik rumah, namun itulah tujuan utamanya. Tangan yang tidak sabaran itu terus mengetuk pintu rumah bercat putih. "Jin..." lirihnya.

"Ada apa?" tanya Jin cepat ketika melihat Irene yang berkeringat dingin dengan memegang perut.

"Tolong... Antar aku ke rumah sakit."

Jin masuk dengan cepat meraih kunci mobilnya, lalu kembali keluar rumah membimbing Irene untuk masuk ke mobilnya. "Tahan, Irene," ucap Jin seraya mengusap keringat di dahi wanita itu.

"Aku sudah tidak tahan..."














Taehyung tersenyum kecut menatap dirinya di depan kaca dengan balutan jas putih yang rapi. Meremehkan diri sendiri karena pada akhirnya datang juga hari yang paling tidak ia kehendaki. Dirinya terduduk lemas di depan cermin sembari menangkup wajahnya dengan kasar. Berharap seandainya jika ini hanya mimpi dan ia kembali terbangun dengan Irene yang sedang mendengkur di sisinya. Sampai kapan pun Irene tetaplah istrinya walau faktanya mereka telah resmi bercerai.

"Ayah," panggil Val.

Taehyung menatap Val yang berada di belakangnya dengan pantulan cermin. Kesedihan yang terpancar dari wajah putra sulungnya tidak dapat ia bohongi jika Val juga tidak ingin hal ini terjadi.

"Kakek meminta ayah untuk segera keluar."

"Ya," jawab Taehyung dengan lemah. "Ayah akan keluar sekarang."














"Anda ingin menemani?"

Jin langsung menolak tanpa ragu. "Tidak. Saya bukan suaminya."

"Jika begitu, saya harus menutup pintunya," ucap seorang dokter yang akan menangani Irene.

Jin mengangguk pelan dengan perasaan cemas, memasukkan satu tangan ke dalam sakunya berniat mengeluarkan benda persegi panjang berwarna hitam untuk menghubungi seseorang yang jauh dari mereka. Ayah dari anak Irene. Dirinya meletakkan benda itu pada telinganya, namun seberapa banyak pun ia menelepon, seseorang yang ingin ia beritahu tidak kunjung menjawab panggilannya.














Taehyung yang diharapkan Jin untuk menjawab telepon, saat ini lelaki itu sedang berdiri di altar dengan raut sedihnya. Tidak ada kebahagiaan dari wajah itu, tatapannya bahkan terlampaui kosong ketika Joy berjalan kearahnya dengan senyum bahagia. Dirinya kembali mengingat betapa bahagianya ia kala itu saat seorang Irene-lah yang ada diposisi Joy, walaupun saat itu tidak ada satu pun tamu yang hadir, itu lebih membahagiakan daripada begitu banyak tamu, namun tidak ada satu pun yang mengerti posisinya.

Dirinya terpaksa meraih tangan lembut itu demi berlangsungnya sebuah acara, tangan wanita yang sama sekali tidak ia cintai.














Cengkraman Irene pada seprai putih rumah sakit menandakan bahwa perutnya sungguh sangat sakit. Keringat yang menghias dahinya terus bercucuran, ia butuh seseorang untuk mengusap keringat itu. Ia butuh Taehyung untuk memberinya kekuatan, kekuatan untuk melawan semua rasa sakit seperti ia melahirkan Val. Namun, hal itu hanya impi dalam angan semunya. Taehyung tidak akan mengenggam tangannya, tidak akan mengecup keningnya, dan tidak akan berkata 'kau hebat'

Tanpa sadar air matanya turun tanpa ia minta. Air mata yang menandakan betapa sakitnya jiwa dan raganya. "Aku hanya berjuang sendiri untuk anak kita."














Saat ini Taehyung menghadap sang pastur dengan Joy yang berada di sampingnya. Dirinya melirik Joy yang sangat cantik menggunakan gaun putih yang menjuntai panjang dengan indahnya. Lagi-lagi dirinya terbayang Irene yang tersenyum manis di tempat yang sama, meliriknya dengan mata yang juga ikut tersenyum. Pancaran kebahagiaan di kala itu terus mengusik pikirannya... kenangan indah kembali terulang dengan kisah yang berbeda.















"Dorong terus..." Sang dokter terus menginstruksi Irene untuk menarik napas yang dalam.

"Jangan ditahan! Dorong terus..."

Irene kembali berjuang untuk mengeluarkan satu nyawa yang dengan setia berada dalam perutnya dalam sembilan bulan. Yang menemani di kala, kelaparan, kedinginan, dan ketidakberdayaan dirinya bertahan dalam sebuah ikatan. Anak ini adalah saksi akhir dari pernikahannya.















Tepukan tangan begitu meriah saat dirinya telah bertukar cincin, tanda bahkan ia dan Joy telah resmi menjadi sepasang suami istri. Ia menghela napas pelan sembari menatap Val yang terus menangis dalam pelukan sang kakek. Anak sekecil itu kenapa bisa mengerti, ia memanggil Val dengan isyarat tangannya. Dirinya terlutut menanti Val dalam pelukan. "Kenapa menangis?"

Val semakin terisak dengan air mata yang membasahi jas putih ayahnya. "I-ibu...."

Taehyung hanya bisa terdiam. Ia juga tidak bisa mengatakan apa-apa.

"Val merasakan jika hati ibu dan ayah sedang sedih. Val juga jadi ikut sedih." Anak itu terus menangis dalam pelukan ayahnya.

Taehyung memejamkan matanya, menyesap harum wanginya surai Val dengan linangan air mata yang turun dengan perlahan. "Sampai kapan pun, Irene adalah ibu kandungmu."














"Sampai kapan pun, Taehyung adalah ayah kandungmu," ucap Irene mencium anak keduanya yang telah lahir. Tidak henti-hentinya Irene menangis pilu dan haru, sedih dan senang, semua menjadi satu. "Selalu disisi ibu ya... Velicia Kim."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang