Part +24

2K 364 72
                                    

Irene masih tidak menyangka, bagaimana ia bisa menghirup udara dengan bebas, merasakan udara yang sejuk terbebas dari pengapnya udara penjara. Dengan langkah kaki yang cepat, ia mencoba menyeimbangi langkah panjang lelaki yang berhasil membebaskannya. "Kita mau kemana?"

Lelaki itu menampilkan senyumnya seraya mengeratkan genggaman mereka.

"Pulang, memang mau kemana lagi."

Mendengar jawaban Taehyung, Irene ikut tersenyum menatap jalanan yang ramai. Seketika ia teringat sesuatu, ia menghentikan langkahnya yang membuat Taehyung mau tidak mau juga harus menghentikan langkahnya. Raut wajah Irene berubah serius, ia menatap Taehyung lekat masih dengan tangan mereka yang bertautan. "Bagaimana dengan tugasmu? Apa kau meninggalkannya? Lalu..." gadis itu menjeda perkataannya sebentar, "apa yang terjadi padamu? Apa kau benar selamat dari jatuhnya pesawat?"

Bukannya menjawab, lelaki yang banyak mendapat pertanyaan itu hanya menampilkan senyumanya dan mengacak pelan surai halus milik Irene. "Jangan dipikirkan, yang terpenting sekarang aku ada di sini denganmu."

Irene menggeleng pelan. "Aku ingin tau."

"Tanya pada polisi yang membantuku!"

Irene yang mendapat jawaban seperti itu mengerutkan bibir dengan tangan yang bersedekap. Astaga, jika Taehyung tidak ingat bahwa gadis di depannya ini adalah gadis muslim. Mungkin ia akan mencium gadis ini saking gemasnya. Ayolah, Irene bukan lagi gadis belasan tapi mengapa gadis itu bertingkah layaknya remaja yang baru puberitas. "Melihatmu begini, Aku benar-benar ingin menikahimu secepatnya." Taehyung dengan nakalnya mencolek dagu Irene.

"Kenapa tidak, bukannya kau berjanji jika pulang akan menikahiku!"

Taehyung tertawa pelan menutupi matanya, entah ia malu atau apa yang jelas ia suka dengan kepolosan Irene yang berucap tanpa beban. "Iya, itu pasti namun setelah urusan di sini selesai, aku akan membawamu pergi dan kita akan menikah."

Irene mengangguk semangat dan menautkan tangan mereka kembali. "Iya, aku suka"

Taehyung tidak bisa untuk tidak tertawa. "Astaga, kau membuatku gila."

.

.

.

Waktu itu, Irene sebenarnya belum begitu paham makna dari pernikahan. Ia hanya berpikir jika mereka menikah, maka ia akan mendapat kebahagiaan karena akan selalu berada di samping lelaki yang ia cintai. Mengesampingkan bahwa mereka berbeda, berbeda dari segi manapun.


Tiga bulan kemudian...


Tepat di hari ini, saat-saat mereka saling mengenal sudah memasuki waktu 7 bulan. Waktu yang seharusnya mereka sudah pergi dari Korea dan menikah. Tidak seperti yang direncanakan, ternyata banyak masalah yang mesti diselesaikan hingga harus menunda pernikahan mereka. Namun, berbeda untuk kali ini.

Irene berjalan pelan mendekati Taehyung yang sedang duduk di balkon seraya melamun, memandang langit cerah tanpa awan. Gadis itu mendudukkan dirinya dengan pelan menatap wajah Taehyung dari samping yang akhir-akhir lebih banyak melamun dan menunjukkan raut wajah yang gelisah. Irene selalu memancing lelaki itu untuk bercerita padanya, namun lelaki itu selalu bungkam seribu bahasa. "Apa kali ini, kau tidak mau bercerita juga?" Irene bertanya dengan pelan dan memainkan dress miliknya. Bukannya mendapat jawaban, kepalanya malah ditarik oleh Taehyung dan diletakkan pada bahu lelaki itu.

"Jangan khawatirkan aku. Aku bisa mengatasi segalanya. Kau hanya perlu berjanji, apapun yang terjadi kau tetap mengenggam tanganku." Taehyung memperlihatkan tangannya yang bertautan dengan tangan kecil milik Irene. "Jangan lepaskan ini."

Irene diam dengan senyumnya yang mengembang membiarkan posisi mereka tetap sama dengan hati yang berdetak dengan kencang.

"Apa kau siap?" tanya Taehyung.

Irene mengangguk sembari menatap Taehyung dengan mata yang berkata bahwa ia benar-benar telah siap.

"Ayo kita pergi!"

Taehyung membawa Irene masuk, menarik koper mereka dan keluar dari apartemen. Melangkah dengan pasti, melangkah pada akhir keputusan mereka untuk membuat hubungan mereka menjadi jelas.

.

.

.

"Kapten V masih hidup."

"Aku tau." sang Jendral menutup Koran dan mengitari meja untuk menatap pemuda yang selalu memberinya informasi, "dan ia pergi meninggalkan tugasnya hanya demi gadis Irak yang pernah ia temui di Irak. Benar begitu?"

Tidak ada jawaban dari pemuda yang berdiri di depan sang jendral. Lalu, sang jendral membuang napas dengan kasar, memalingkan wajahnya menghadap jendela menatap pemandangan di luar jendela yang lebih menarik perhatiannya dari pada pemuda yang ada di depannya.

"Entah bagaimana caranya ia selamat, aku bersyukur dengan itu tapi aku tidak bisa memaafkannya atas alasan ia pergi meninggalkan tugas," ucap sang jenderal dengan helaan napas, "apa aku harus menyingkirkan gadis itu?"

"Entah bagaimana caranya ia selamat, aku bersyukur dengan itu tapi aku tidak bisa memaafkannya atas alasan ia pergi meninggalkan tugas," ucap sang jenderal dengan helaan napas, "apa aku harus menyingkirkan gadis itu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang