Part +19

1.9K 364 157
                                    

Irene terduduk dengan tenang selama masa sidang berlangsung. Ia menjawab ketika ditanya dan diam ketika tidak dibutuhkan. Pengacaranya terus berupaya untuk menyelamatkannya, membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata demi kata pengacara itu ucapkan dengan kebenaran, kebenaran yang bener-bener terjadi. Namun, seolah sudah seperti direncanakan, lawan dari pengacaranya sangat kuat ketika membuat alasan.

"Bisa kita dengar dari penjelasan korban."

Anak perempuan yang Irene selamatkan seketika menjadi gugup dan terus menatap ibunya. Ibunya seakan-akan mendesak untuk sang anak segera berbicara.

"A-aku se-sedang bermain lalu... " anak itu kemudian menatap ibunya kembali, ibunya menatapnya tajam agar segera menjawab.

Raut wajah sang anak gugup serta ketakutan. "La-lalu ka-kakak itu datang dan merayuku dengan es krim... La-lalu ia membawa pe-pergi ingin menjualku...."

Irene sangat terkejut mendengar penuturan tidak masuk akal dari mulut seorang anak yang ingin ia selamatkan. Pandangan Irene menjadi kosong, dirinya merasa seakan-akan dunia sungguh membencinya.

"Benar begitu terdakwa?"

Pertanyaan untuk Irene membuatnya sadar dan menatap sang hakim. "Tidak, aku tidak pernah ingin menjualnya." Pengacara-pengacara Irene kemudian membela dan terjadi lagi debat yang panjang.

Kepala Irene yang awalnya tertunduk, kini ia menatap anak kecil yang sempat ia percaya. Anak itu menatap Irene dengan rasa ketakutan, ketika Irene menatapnya bahkan anak itu menjadi salah tingkah dan tidak berani untuk membalas menatap dirinya. Kemudian pandangannya lurus kembali ke depan, mencerna semua yang telah terjadi. Rasanya ia tidak pernah hidup dengan tenang, selalu saja ada masalah yang melibatkan dirinya. Seberapa keras pun dirinya berpikir, ia tetap tidak tau di mana letak kesalahannya.

"Kasus ini kita tutup sampai hari ini, masa tahanan diperpanjang selama seminggu karena belum ada kejelasan dari kedua belah pihak. Kita akan bertemu lagi di sidang kedua." Hakim mengakhiri ucapannya.

Lalu Irene, ia kembali dibawa ke dalam penjara seperti sebelumnya. Ia terduduk lagi di lantai dingin dengan lesu, mendekap lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana, menghela napas berkali-kali agar dirinya merasa lebih tenang.

"Irene,"

Irene mendongak pada suara yang memanggilnya. "Jin...." dirinya terdiri dari duduknya dan melangkah mendekati lelaki itu.

"Aku harap kamu bersabar sebentar lagi."

Irene, gadis itu mengangguk seraya tersenyum. Matanya mengatakan bahwa ia memang harus bersabar. Sedangkan Jin, ia menatap ke sekitar meneliti setiap sudut ruangan dari tempatnya berdiri.

"Apa ada seseorang yang menemuimu selain aku?" tanya Jin kemudian.

"Tidak, ada apa?" Irene mengikuti arah pandangan Jin.

"Tidak, aku keluar sebentar." Jin keluar meninggalkan Irene yang berdiri dibalik jeruji. Membawa dirinya berada di halaman depan sembari bergumam, "Apa orang itu tidak datang." Lalu ia mengeluarkan ponsel di sakunya, mencoba untuk menghubungi Taehyung, orang yang ia cari namun sayang, ponsel Taehyung tidak aktif.

Jin menghela napas kasarnya, sedikit menyunggingkan senyum kecewanya. Tidak mungkin jika Taehyung pergi, lelaki itu belum tiba sampai sekarang. Kecuali, memang calon suami Irene itu tidak berniat untuk pergi. Ia berbalik lagi untuk menemui Irene.

Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang