Part +56

1.4K 261 176
                                    

"PERGI KAU DARI RUMAHKU!"

Irene terhempas hingga wajahnya tanpa sadar terbentur ke tanah. Tn. Vincent mendorongnya keluar dari rumah dengan paksa. Dirinya merangkak dengan air mata yang tidak henti menghiasi pipinya. Memeluk kaki mertuanya dengan erat seraya menangis terisak-isak. "A-ayah jangan lakukan ini padaku," bibir Irene bergetar. Memohon pada mertuanya untuk tidak mengusirnya. Berjuta pilu yang telah ia rasakan tetapi ini yang terburuk sebab harus berpisah dengan suaminya. Ia lebih baik dituduh menjadi seorang teroris daripada harus berpisah. Ini bukan hal yang setimpal untuknya. Dirinya hanya melakukan kesalahan kecil, sangat kecil.

"AKU BUKAN AYAHMU! PERGI KAU DARI RUMAHKU!" Tn. Vincent kembali menyingkirkan Irene dari kakinya. Dengan wajah penuh murka, ia menendang wanita itu dengan keras. "DASAR WANITA SIALAN!"

Dari ambang pintu, Val menangis nyaring melihat ibunya yang menderita. Anak itu terus-terusan menangis memanggil ibunya. Dengan wajah yang penuh air mata, Val berlari mengejar ibunya, namun langsung ditahan oleh Tn. Vincent. "Kau masuk atau kakek akan memukul ibumu lagi!" Val mundur beberapa langkah menatap ibunya yang juga menatapnya. Anak itu memilih untuk mengikuti kata kakeknya demi sang ibu.

Irene menatap Val dengan keputusasaan. Cukup membuat hatinya tersayat mengingat jika seandainya ia pergi meninggalkan anak itu. Buah hati kecil penyemangat dari separuh hidupnya. Alih-alih untuk pergi selamanya, melihat anak itu menangis saja ia tidak sanggup untuk pergi beberapa langkah. Val butuh dirinya dan dirinya butuh Val. "A-ayah ku mohon, ma-maafkan aku." Lagi-lagi Irene memohon dengan matanya yang berurai air mata. Menundukkan kepala sampai menyentuh kaki sang mertua. Ini bukan karena harga dirinya jatuh, namun ia melakukan ini untuk memperjuangkan keluarga kecilnya. "A-aku akan melakukan apapun, asal jangan pisahkan kami." Tidak hentinya dirinya memohon dengan tangisan yang tidak mereda.

Tn. Vincent tertawa lepas merasakan perkataan konyol dari menantunya. "Jika kau benar akan melakukan apapun. Aku akan memberi kau dua pilihan."

Irene mengangkat kepalanya dan menatap sang mertua dengan tangis yang terhenti. "Apa itu?"

"Pindah keyakinanmu atau pergi!"

Sekujur tubuh Irene bergetar. Dirinya terduduk dengan perasaan yang bingung. Pandangannya seketika kosong dengan ekspresi yang tumpul. Dirinya harus memilih satu dari keduanya. Dan itu harus ia lakukan. "Aku cinta pada anakmu, tetapi aku lebih cinta pada Tuhanku. Aku takut meninggalkan anakmu, tetapi aku lebih takut meninggalkan keyakinanku. Kau memberi pilihan ini karena keegoisan, tetapi aku memilih ini dari ketulusan. Aku akan pergi sesuai permintaanmu, bahkan jika perlu aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Aku menyerah dari sekarang demi keegoisanmu, Mertua."

"Ibu..." lirih Val.

Irene melirik Val yang mengusap-usap air mata. Dirinya tersenyum pahit pada anak itu sembari merentangkan tangan. "Kemari, Nak."

Val berlari memeluk Irene dengan erat, saling meresapi rasa takut yang menyelimuti keduanya. Pelukan terakhir, dan tidak tau apakah akan bertemu lagi atau tidak. "Jangan nangis, biarkan ibu pergi." Irene mengusap-usap punggung kecil Val dengan pelan.

"Aku ingin ikut ibu," ucap Val lirih.

"Tidak. Ibu tidak ingin kau hidup susah. Kau akan lebih terjamin jika ikut kakek dan ayahmu."

"Ibu jangan pergi..."

"Val..." Irene melepas pelukan mereka dan menatap Val sendu seraya mengusap pipi anak itu, "berhenti menangis, dengarkan ibu."

Val menurut, anak itu berhenti menangis dan menatap ibunya sangat dalam.

"Siapa ayahmu?" tanya Irene.

"Kim Taehyung lelaki berkeyakinan Katolik yang menjadi seorang tentara," jawab Val lantang.

"Siapa ibumu?" tanya Irene lagi.

"Bae Irene wanita berkeyakinan Islam yang berasal dari Irak."

"Apa yang kau tau dari perbedaan?"

"Perbedaan itu sulit tetapi asal saling memahami, menyakini dan mengingatkan maka perbedaan akan menjadi indah."

Irene tersenyum bangga pada anaknya. Bulir air mata kembali jatuh tanpa isakan. Val tumbuh menjadi anak yang cerdas dan ia yakin untuk pergi. "Jadi, sekarang keyakinan apa yang akan kau pilih?"

"Val akan mengikuti ayah, Val ingin seperti ayah."

"Bagus. Itu pilihan yang bagus dari hatimu," Irene meraih kedua tangan Val lalu menciumnya, "sampai kapan pun jangan lupakan ibu, walau kita berpisah setahun, dua tahun atau selamanya. Val tetap anak ibu dan ibu tetaplah ibunya Val... Tolong jangan cari ibu atau menangisi ibu lagi... saat ayahmu pulang katakan padanya jika ibu pergi bukan karena tidak mencintainya. Ibu terpaksa pergi karena pilihan yang berat. Katakan juga bahwa ibu pergi membawa adik Val. Setidaknya, ayahmu tau jika ia punya dua anak. Kau mengerti?"

Val mengangguk-angguk dan kembali memeluk Irene.

"Pasti ada seseorang yang akan mengurusmu, Ibu yakin itu..." ucap Irene sangat pelan hingga hanya anaknya lah yang mendengar.

Irene melepas pelukan mereka dan berdiri pelan. Berjalan mundur perlahan-lahan sembari melambaikan tangan pada anaknya.

Dirinya berbalik, melangkah pergi meninggalkan separuh dari jiwanya. Membawa sejuta kenangan yang menenggelamkannya dalam kebahagiaan. Menuruni setiap tangga yang seharusnya tidak ia pijak. Kembali ke titik awal ke tempat yang seharusnya ia berada.

Kau dan aku berakhir...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang