Part +55

1.3K 238 106
                                    

Di bawah sinar matahari yang tidak terlalu menyengat. Irene terhenti dari langkahnya karena merasakan sesuatu yang tidak beres dari tubuhnya. "Val!" panggilnya.

Val yang berjalan di depan Irene segera berbalik setelah ibunya itu panggil. "Ada apa, Mom?"

"Kita duduk dulu di sini sejenak. Tiba-tiba ibu merasa pusing," sahut Irene. Segera wanita itu mendudukkan dirinya di sebuah kursi yang terdapat di depan toko. Dirinya mungkin hanya terlalu lelah karena pekerjaannya semakin banyak, apalagi ditambah mengantar jemput Val sekolah dengan berjalan kaki. Ya, rumah mereka cukup dekat dengan sekolah Val.

"Apa ibu sakit?" tanya Val yang sekarang duduk di samping Irene.

"Tidak, ibu hanya pusing."

"Sini aku pijat kepala ibu agar cepat sembuh," kata anak itu lalu naik ke atas kursi untuk segera melakukan yang anak itu ucapkan.

Irene terkekeh pelan sembari meraih tubuh anaknya agar bisa ia peluk. "Kenapa semakin besar kau ini semakin menggemaskan, hah?"

"Ibu jangan cium Val di situ! seperti ayah saja," kesal Val ketika ibunya mencium tengkuk anak itu beberapa kali saking gemasnyaa.

Mendengar kata ayah, Irene langsung teringat akan sesuatu. "Val, ayo kita pulang! Bagaimana jika ayah menelepon tiba-tiba."

"Siap istri kapten! Ayo kita pulang!" ajak Val semangat mendahului ibunya. Irene bangkit dan menggeleng kecil.

Setelah beberapa menit berjalan. Akhirnya mereka sampai pada rumah keluarga Kim yang besar. Irene sedikit heran ketika melihat banyak sekali mobil yang terparkir di depan rumah itu. Ia berjalan pelan mengandeng anaknya sembari mengajak untuk masuk sekadar mengurangi rasa penasaran. Tanpa mengetuk pintu dirinya masuk yang langsung disambut keramaian dari orang-orang yang sepertinya punya jabatan yang tinggi dalam kemiliteran.

"Assalamu'alaikum."

Seketika keramaian yang tadi terdengar kini perlahan-lahan menjadi sunyi hanya karena salam dari Irene. Tamu-tamu dengan refleks menatap Irene dan Val yang berdiri di ambang pintu. Satu per satu pertanyaan mulai terdengar dengan pelan. Hal itu tentu saja menanyakan tentang Irene yang memang diketahui istri dari Kim Taehyung.

Joy yang baru datang dari arah dapur, dan menyadari keadaan yang canggung segera menyapa Irene sekadar untuk mencairkan suasana. "Hai Irene! Bisa bantu aku membuat minum," ucap Joy yang seraya menunjuk arah dapur untuk mengikutinya.

Irene tersenyum dan menyapa tamu yang menatapnya. "Saya permisi..." dirinya melangkah mengikuti langkah Joy dengan menundukkan kepala. Senyum yang masih menghiasi wajahnya itu seketika luntur saat salah seorang berbicara pada Tn. Vincent mengenai dirinya.

"Keputusan anda sangat tepat mengenai ini. Menikah beda keyakinan itu hal yang melanggar kodrat Tuhan. Aku akan setuju denganmu, malu rasakan membiarkan hal ini terjadi."

Entah mengapa jantung Irene jadi berdebar-debar tidak karuan. Rasa cemas muncul dengan tiba-tiba, mengikuti pikiran aneh yang tidak seharusnya ia biarkan begitu saja menguasai dirinya. Itu hanya prasangkanya dan belum tentu akan terjadi.

"Irene," panggil Joy.

Irene sontak terkejut hingga mendapati dirinya yang gugup. "Y-ya."

"Kenapa berhenti? Kita belum sampai dapur."

Irene tersenyum paksa dengan perasaan cemas yang tidak dapat ia tutupi. Melangkah kembali mengikuti Joy, berharap dirinya dapat jawaban atas pertanyaan yang mengusik hatinya.

"Kau pasti terkejut dengan kedatangan keluargaku," ucap wanita itu sembari menuang kopi ke dalam cangkir. Irene hanya diam dengan tangannya yang menyusun kue ke dalam piring. Sebenarnya, banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan tapi itu akan terlihat tidak sopan karena mempertanyakan urusan orang lain. Dirinya bukan siapa-siapa yang patut untuk tau urusan keluarga Kim, walaupun ia berstatus istri Taehyung.

"Mereka itu semua keluargamu?" Irene bertanya sekadar berbasa-basi.

"Ya. Ada kakak, paman, bibi, ponakan, ipar," Joy awalnya berkata dengan wajah bahagia, namun wajah itu seketika luntur tergantikan dengan kesedihan, "tetapi sayang ayah dan ibuku sudah tidak ada."

Irene menatap Joy dengan iba. Dirinya tau bagaimana perasaan wanita itu ketika tidak punya orang tua, karena dirinya pun merasakan hal yang sama. "Tidak apa-apa. Kau masih beruntung karena punya keluarga yang masih peduli padamu," ucap Irene seraya mengelus-elus pelan punggung wanita itu. Joy masih beruntung daripada dirinya yang sebatang kara walaupun masih mempunyai keluarga. Lebih sakit merasakan tidak dianggap sama sekali ketimbang ditinggal pergi dalam keadaan yang baik-baik. "Jaga baik-baik keluargamu, jangan sampai kau merasakan hanya hidup seorang diri."

Joy memandangnya dalam diam. Memandang cukup dalam dengan pikiran yang tidak bisa ia baca. Dirinya hanya bisa menebak-nebak, sungkan untuk bertanya. Mata itu memancarkan rasa penyesalan, keraguan, kebimbangan yang tidak bisa wanita itu ungkapkan.

"Sekali lagi, aku minta maaf karena ini kemauan ayahku," ucap Joy.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang