Part +74

1.6K 255 67
                                    

Cinta datang karena terbiasa. Namun, kali ini bukan cinta, melainkan kenyamanan. Irene percaya, kenyamanan akan berakhir menjadi cinta. Sekian banyak lelaki yang menyatakan perasaan padanya, kenapa dia malah berharap pada Jin yang sama sekali tidak ia ketahui perasaannya. Selama setahun lelaki itu menemani, baru kali ini dia sadar jika kehadiran Jin perlu diperhitungkan. Ini bukan semena-mena dirinya begitu cepat melupakan Taehyung. Hanya saja, ia melihat tatapan tulus dari Jin yang menyayangi anaknya, sangat sulit mendapatkan itu pada lelaki yang mungkin baru ia kenal. Lagi pula, tidak mungkin ia akan terus menutup hati dan berjuang seorang diri, perjalanan hidupnya masih panjang, ia perlu teman hidup untuk menemaninya di masa tua.

Inilah yang terbaik, membuka hatinya pelan-pelan pada orang yang tepat.

"Hati-hati saat jalan. Orang itu hampir menabrakmu."

Saat itu Irene tersadar pada lamunannya, dan menatap tangan Jin yang merangkul bahunya untuk membawa minggir dari orang-orang pasar yang ingin menabraknya.

Ketika Jin sadar jika mata Irene menatap tangannya, dirinya buru-buru melepas dan menjadi salah tingkah. "Jangan berpikir aku mencari kesempatan," ucapnya.

Irene tertawa kecil merasa lucu. "Tidak. Aku bahkan tidak sampai berpikir begitu."

"Apa masih ada yang harus dibeli?"

"Tidak."

"Hari semakin sore, sebaiknya kita pulang."

Irene mengangguk membenarkan. "Iya, aku juga khawatir Vel akan menyusahkan ibumu."

"Kurasa tidak karena---" perkataan Jin terhenti ketika ponselnya berdering di saku celananya. Ia langsung menjawab yang mendapat tatapan penasaran dari Irene. Tumben sekali wanita itu penasaran dengan urusannya, biasanya malah memilih untuk tidak ikut campur.

Setelah beberapa menit menjawab panggilan itu, Jin memasukkan ponselnya kembali ke saku sembari menatap Irene yang masih juga menatapnya. "Ada apa?" 

"Itu bukan dari ibumu, kan? Aku khawatir dengan Vel."

"Itu ibu, ia mengatakan kalau Vel sedang tidur."

Irene mengelus dadanya. Bayangkan saja jika orang tua Jin yang datang jauh-jauh dari kota Basra untuk menjenguk Jin malah harus menjaga anaknya agar dirinya dan Jin bisa berbelanja dengan leluasa. Ia menarik lengan Jin agar segera pulang, namun Jin menahannya, membuatnya berbalik untuk menatap lelaki itu.

Tanpa sadar tatapan mereka bertemu, jika Jin tidak bersuara mungkin mereka akan terus saling menatap dengan tangan yang saling bertaut.

"Ibu malah menyuruh kita pulang telat agar kita bisa bersenang-senang."

Irene terdiam sejenak, matanya turun menatap tangan mereka sebelum berucap, "Bagaimana jika kita meluangkan waktu ini sebentar?" tawarnya.

"Kencan?"

Wanita itu tersenyum lebar dengan mata yang ikut tersenyum. "Jika kau menganggap begitu, mari kita pergi berkencan..."

Related ✔️ [MASA REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang