12. Sudah Tahap Berapa Cintamu Ke Aku?

1.5K 71 0
                                    

Tawa dan canda memenuhi meja makan rumah keluarga Admaja. Sekarang ini mereka sedang berkumpul bersama menikmati makanan yang ada.

Tika sedang bercengkrama asik dengan Lilis dan Vania. Sedangkan Bastian, Rehan, dan Syam, mereka makan dalam diam.

"Besok acara tujuh bulanan kamu biar Vania, Bastian, dan teman-teman Rehan yang mengurusnya. Kamu sama Rehan duduk manis di rumah aja." Suruh Lilis sambil tersenyum. Bastian hampir tersedak makanan gara-gara ucapan calon mertuanya. Bagaimana tidak? Besok adalah hari weekend dan dia sudah mempunyai jadwal mancing bersama rekan satu profesinya.

"Bukankah begitu, Bian?" Tanya Lilis kepada Bastian yang sekarang sedang melirik Vania. Perempuan itu malah tersenyum dan mengangguk.

"Pasti Bastian setujulah, Ma. Iya gak yank?" Tanya Vania, sambil menginjak kaki Bastian.

"Iy_iya, Ma. Bastian setuju" Jawab Bastian, terpaksa. Rehan yang peka akan situasi ini mati-matian menahan tawanya. Rehan tidak munafik, calon adik iparnya adalah Dokter sepesalis bedah muda terkenal. Untuk mendapatkan cuti libur tidak lah mudah. Bahkan pada hari minggu sekalipun lelaki tampan itu harus bekerja.

"Rehan permisi dulu, Ma. Sayang, susu hamilnya jangan lupa diminun. Nanti kalau sudah selesai makan samperin aku di kamar" Ucap rehan. Dia beranjak berdiri dari posisi duduknya.

Tika mengangguk. Setelah semuanya selesai makan, Tika membantu Vania mencuci piring. Sedangkan Bastian dan Syam sedang bermain catur di teras. Tapi kalian jangan bertanya tentang keberadaan Lilis, wanita paruh baya itu sedang berkunjung ke rumah tetangganya yang baru jatuh dari motor.

"Kak Mika, kakak kok yakin gitu sih mau nikah sama Kak Rehan?" Tanya Vania tiba-tiba. Tika menaikkan satu alisnya, tidak mengerti.

"Memangnya Kenapa?" Tika bertanya, sambil duduk di kursi dekat kulkas.

"Kemarin itu Bian ngajak aku nikah. Tapi akunya ragu." Curhat Vania, sambil mengembungkan pipi chubby miliknya.

"Kenapa? Bukannya Bastian itu laki-laki idaman kamu? Bahkan banyak perempuan ingin memiliki pasangan seperti Bastian. Jadi apa yang membuat kamu ragu padanya?" Tanya Tika. Dia menumpang dagunya, matanya menatap wajah murung adik iparnya penuh selidik.

"Hufff....., Entahlah." Vania menghela nafas kasar.

"Aku sangat menyayanginya. tapi....." Vania menundukkan kepalanya dalam. Tika bisa melihat kerisauan di wajah cantik adik iparnya.

"Aku takut tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Bian. Bian memiliki paras yang tampan, otak yang cerdas, rahang yang kokoh, dan sifat yang sulit ditebak. Dari definisi itu, siapa sih yang gak mau menikah dengannya? Bahkan kalau Bian duda sekalipun, perempuan
-perempuan muda cantik pasti masih akan senang hati mengantri padanya." Keluh Vania. Perempuan itu sangat tidak percaya diri.

"Sedangkan aku, aku hanya gadis biasa yang beruntung mempunyai tunangan seperti Bian." Lanjut Vania, dia menatap Tika dengan mata sendu.

"Tidak ada yang sempurna, kakakpun masih mempunyai banyak kekurangan. Jadi berhentilah mengeluh tentang kekurangan yang ada pada dirimu." Ucap Tika, sambil tersenyum simpul. Adik iparnya memang sangat cerewet. Tapi Tika yakin Vania adalah perempuan yang baik.

"Sudahlah, lebih baik kamu temui bian. Kakak mau ke kamar dulu."

***

Tika menatap kado yang terdapat pita kecil berwarna merah diatasnya dengan wajah bingung. Dia mengedarkan pandangan matanya kepenjuru arah. Dia tidak melihat adanya Rehan atau siapapun.

Tangan Tika terurur untuk mengambil kotak kado tersebut.

Krek....

Tika merobek kertas kado itu dengan ragu. Lalu dia mengambil sepucuk surat yang berada di dalam kado tersebut.

Air Mata PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang