Sekarang ini, tepatnya di pusat pembelanjaan ternama di Jakarta, kedua perempuan cantik dan berpenampilan menarik sedang memilih-milih sepatu. Sepertinya keduanya sedang tergila-gila dengan sepatu hak tinggi berwarna putih yang tertera diatas rak sepatu.
"Bagus, tapi mahal." Gumam Tika yang masih bisa Vania dengar. Vania tahu perempuan di sampingnya sekarang ini sedang menghemat uang. Selama di bandung Tika jarang bekerja, dia tidak enak jika harus meminta uang kepada orang tuanya.
Vania berpura-pura tidak mendengarnya, dia berjalan menghampiri Tika yang sedang bermain heandpone.
"Udah Kak belanjanya?" Tanya Vania, sambil membawa sepatu hitam bertabur hiasan menarik di sekelilingnya.
"Iya, udah." Jawab Tika, singkat.
Mereka berdua berjalan menuju kasir sambil menenteng barang belanjaan mereka masing-masing. Tika memanyunkan bibirnya, uang di kartu kreditnya pasti kembali menipis setelah membayar barang yang dia beli sekarang.
"Berapa, Mbak?" Tanya Tika, lesu. Setelah Mbak kasir menyebut nominal yang harus Tika maupun Vania bayar, keduanya pun lalu menyerahkan kartu kredit mereka.
***
"Aku pulang dulu, Kak." Pamit Vania kepada Tika yang berada diluar mobilnya.
"Loh, gak mampir?" Tawar Tika, Vania menggelengkan kepalanya. Mobil putih milik Dokter cantik itu meleset pergi meninggalkan kawasan apartemen mewah yang Tika tempati.
Tika berjalan santai menuju apartemennya, tapi saat dia melewati apartemen sebelahnya, dia mendengar suara kegaduhan.
Seingat Tika, orang yang tinggal di apartemen itu adalah sepasang suami istri yang baru menikah dua minggu lalu.
Seorang perempuan muda keluar dari dalam Apartemen itu sambil menarik koper besar miliknya. Perempuan itu melewati Tika dengan tubuh bergetar.
"Mbak," Tika menahan pergelangan tangan perempuan itu. Dia memberikan senyum manis agar perempuan muda itu tidak takut.
"Mau kemana?" Tanya Tika, dia menatap koper hitam besar milik perempuan cantik itu dengan bingung.
"Pulang ke Makasar, suami saya menceriakan saya karena saya mandul." Jawab perempuan itu dengan bibir bergetar.
Tika terdiam, dia seakan ikut merasakan sakitnya perempuan itu. Apa suami perempuan itu tidak punya perasaan? Hanya karena istrinya tidak bisa hamil dia menceraikan istrinya. Bukankah cinta tidak menginginkan apapun selain bersama? Bukankah cinta itu menerima apa adanya tanpa menuntut dia harus seperti apa atau dia harus punya segalanya?
"Tapi kenapa Mbak diam saja? Bukan 'kah semua orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing?" Tika menatap perempuan di depannya dengan iba.
Perempuan itu semakin menangis, lalu dia berlari meninggalkan Tika sendiri.
"Dasar laki-laki, maunya enaknya doang." Cibir Tika dengan perasaan kesal.
***
Rehan tidak konsen mengerjakan semua pekerjaannya. Yang dia fikirkan sekarang ini hanyalah Tika, Tika, dan Tika.
Lelaki tampan yang sedang memakai kaca mata baca memijat pangkal hidungnya. Bibirnya tersenyum penuh arti.
"Aku merindukanmu." Rehan mencium foto kekasihnya yang berada di dalam heandponenya. Bagaikan orang gila, Rehan memejamkan matanya sambil memeluk heandponenya yang terdapat foto Tika.
Namun...
"Aaaa...." Rehan terlonjat kaget ketika dia membuka matanya dan mendapati wajah Juna tepat di depan wajahnya. Hal itu membuat jantung Rehan serasa ingin copot.

KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Pernikahan
RomanceBerpura-pura menjadi orang lain tidaklah mudah. Melepaskan orang yang kita cintai dan merelakan semuanya, termasuk hati dan perasaan itu sangat sulit. Jiika waktu itu adalah uang, lalu perasaan cinta itu apa? Dipaksa menikah dengan seorang lelaki ya...