65. Mengejutkan.

1.2K 35 1
                                    

Malam ini Eva sangat bingung melihat tingkah anaknya. Sedari tadi Tika terus tersenyum sambil menggit bibir bawahnya. Heandpon di tangannya bahkan tidak pernah dia lepaskan.

Galuh yang sedang mengupas pisang menatap anaknya bingung. Dengan tidak sopan Tika loncat dari sofa ruang tamunya lalu dia berlari menuju pintu utama.

Tadi setelah Galuh dan Eva pulang dari kondangan, mereka mampir sebentar ke apartemen anaknya.

Tapi lihatlah anak satu-satunya itu,

"Kenapa malam-malam datang kesini?" Tika bertanya, sambil memeluk pintu apartemennya. Bagaikan ABG yang baru jatuh cinta, Tika menatap malu-malu kearah Rehan.

"Masuk, mumpung ada mama sama papa. Jadi gak berdua doang."

Galuh hampir mati tersedak buah pisang ketika melihat tingkah ajaib anaknya.

"Anak itu," Desis Galuh sambil menggelengkan kepalanya malu.

Tika sudah hampir terjatuh dua kali di depan Rehan. Sepertinya Tika tidak fokus melihat jalan di depannya.

Bruk...

Oh yang benar saja, ini ketiga kalinya Tika terjatuh malam ini. Tika terjatuh di samping kursi ruang tamu.

"Yaampun, Tik." Eva benar-benar malu malam ini. Anaknya itu memang menyebalkan.

Ah, sudahlah.

"Selamat malam, Tante, Om." Rehan bersalaman dengan Eva dan Galuh. Lalu dia duduk di samping Tika yang sedang memainkan jemarinya.

"Ada apa ya? Tumben sekali Nak Rehan kemari." Tanya Eva pada lekaki dewasa yang dulu sempat menjadi bagian penting di dalam keluarganya.

"Ya mau ngapelin Aku lah, Ma. Ini 'kan malam minggu." Sahut Tika, cepat. Reflek dia menutup mulutnya, malu.

"Eh," Galuh dan Eva terkejut atas jawaban spontan anaknya. Apakah ini benar? Tapi kapan mereka balikan?

"Saya kesini mau menyambung tali silaturahmi yang sempat putus diantara saya, keluarga Om, dan keluarga saya. Saya bukan bermaksud lancang, hanya saja saya ingin memperjelas hubungan saya dan Tika. Saya ingin mempersunting anak Om menjadi istri saya." Dengan sekali tarikan nafas Rehan berkata dengan tegas. Bahkan Galuh, Eva, dan Tika terkagum-kagum dengan cara Rehan berbicara.

Jantung Rehan berdetak kencang. Akankah orang tua Tika merestuinya setelah dia gagal membina rumah tangga bersama anak mereka?

Pasalnya Rehan tahu memberi kepercayaan untuk yang kedua kali tidaklah gampang.

"Apa Nak Rehan yakin dengan keputusan yang Nak Rehan buat? Karena saya tidak mau pernikahan kalian berhenti di tengah jalan. Mengingat dulu diantara kalian pernah terjalin ikatan suci dan akhirnya,"

Galuh menggantung kalimatnya. Rehan mengangguk paham, dia mengerti dengan apa yang akan pria paruh baya itu katakan.

"Tika adalah putri satu-satunya yang kami miliki setelah Mika pergi meninggalkan kita semua. Tentu saya mau yang terbaik untuk dia. Saya sebagai orang tua tidak bisa berbuat banyak. Keputusan ada di tangan Tika, bagaimana sayang?"

Tika yang sedari tadi menunduk mengangkat kepalanya. Dia menatap mama dan papanya bergantian. Dia tidaklah bingung dengan pertanyaan yang papanya lontarkan. Karena dia tahu jawaban apa yang harus dia beri.

"Iya, Pa. Tika mau menjadi pendamping Mas Rehan, memperbaiki kesalahan di masa lalu, dan membangun masa depan bersamanya." Jawab Tika, lantang. Mereka semua bernafas lega.

Sebelumnya Tika ingin sekali tertawa. Dia bingung harus memanggil Rehan dengan sebutan apa? Tidak mungkinkan di depan kedua orang tuanya Tika memanggil Rehan tanpa embel-embel Mas, Kak, atau lainnya. Nanti kedua orang tuanya pasti menilainya kurang sopan.

Air Mata PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang