16. Tragedi Sandal Rehan

1.1K 72 2
                                    

Tika sedang mengobati tangan Rehan yang terluka akibat menonjok kaca kemarin. Luka itu mungkin sudah kering, tapi sakitnya....

Mata Tika memanas. Saat dia tersiksa, Rehan juga ikut menyiksa dirinya sendiri.

"Jangan ulangi lagi. Cukup ini yang terakhir." Pinta Tika, sambil meneniup lembut tangan Rehan yang terluka. Rehan yang di perlakukan layaknya anak kecil hanya tersenyum tipis.

"Aku tidak ingin kamu merasakan sakit sendiri. Lagi pula sakit di tanganku tidak sebanding dengan rasa sakit di tubuhmu." Balas Rehan, sambil mengusap lembut pipi Tika yang lebam.

Rehan tidak akan mengampuni Agnes dan Andre jika terjadi apa-apa dengan istri dan calon anaknya. Rehan tersenyum puas saat tadi pagi dia mendengar kabar dari Alex jika Andre sudah meringkuk dalam jeruji besi. Tapi yang dia sesalkan, Agnes berhasil lolos dari kejaran seluruh body guardnya.

"Rey, boleh aku di rawat jalan saja? Aku mohon, aku janji akan mejaga diri dengan baik." Mohon Tika, sambil mengatupkan kedua tangannya didepan wajah Rehan. Rehan hanya diam dengan kening berkerut. Seakan sedang berfikir keras.

"Lagi pula besok pagi pertama kali kita sahur bareng." Lanjut Tika, dia mencoba membujuk Rehan.

"Kamu gak boleh puasa. Ibu hamil gak boleh puasa." Tegas Rehan yang mampu membuat Tika terbahak.

"Haaaa...., Kamu terlalu berlebihan, Mas. Emang ada yang bilang kalau ibu hamil gak boleh puasa. Tapi tidak untukku. Ingsaallah aku kuat." Ucap Tika, Rehan memutar kedua bola matanya malas.

"Kamu boleh rawat jalan. Aku akan nyuruh Vania tidur di rumah kita." Putus Rehan, akhirnya. Tika ingin protes, tapi percuma, pasti suaminya itu gak mau denger. Dasar emang keras kepala.

***

Tika berbaring di tempat tidurnya. Senyum manis tidak pernah luntur dari bibir mungilnya.

"Sepertinya kamu sangat bahagia." Ucap Rehan tiba-tiba. Dia berdiri di depan pintu kamar mereka. Tika hanya melirik Rehan tanpa berniat bicara.

"Sepertinya kamu sangat rindu kamar ini." Lanjut Rehan, dia ikut berbaring di samping Tika. Tika memiringkan tubuhnya, dia menatap wajah menenangkan suaminya.

"Jelas aku rindu kamar ini. Disana aku gak bisa tidur, di tampar, dimaki, bahkan tanpa rasa kasihan mereka memberi aku makan layaknya memberi makan kucing. Jika aku tidak menyetuh makananku, maka Agnes akan menarik rambutku dan menamparku keras. Disana pengap, aku takut. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain berdoa pada tuhan agar Tuhan mengirim seorang malaikat untuk menyelamatkanku." Mata Tika menerawang keatas ketika bercerita hal menakutkan itu.

Rehan menatap mata sayu istrinya. Hatinya tersentil sakit. Rehan merasakan sesak di dadanya saat mendengarkan cerita istrinya.

"Kamu gak akan pernah merasakan itu lagi. Aku janji, kamu gak akan merasakan derita itu lagi." Rehan memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat. Berulang kali dia mencium kening istrinya. Tika menenggelamkan wajahnya ke dada bidang suaminya.

Suara azan isya' berkumandang. Tika mendongakkan kepalanya, lalu dia bangun dari posisi tidurnya.

"Sana ambil air wudhu. Sholat tarawih di mesjid." Suruh Tika. Dia mendorong pelan punggung suaminya untuk masuk kedalam kamar mandi.

"Lalu siapa yang menjagamu nanti di rumah?" Tanya Rehan, sambil berdiri di ambang pintu kamar mandi.

"Emm..., Vania. Telepon dia aja." Jawab Tika, santai. Rehan menghela nafas pelan.

"Heandpon kamu kan baru, telepon sendiri, kalau sama kamu biasanya dia nurut. Aku ambil air wudhu dulu." Rehan berkata lembut. Lalu dia masuk kedalam kamar mandi.

Air Mata PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang