46. Siapa Yang Tahu Rencana Tuhan?

949 39 0
                                    

Nyawa Tika bagaikan hilang separuh. Bibirnya pucat ketika matanya menangkap lelaki yang masih dia cintai sedang tertawa bersama perempuan lain.

Tapi tunggu....

Sepertinya Tika kenal perempuan itu, tapi mana mungkin? Semua terasa mimpi bagi Tika.

Perempuan itu menoleh kearah Tika yang sedang berdiri di ambang pintu. Hatinya mencelos sakit.

Agnes....

Iya betul, itu Agnes Alora.

Tapi bagaimana mungkin Rehan mau dekat dengan Agnes lagi? Setelah apa yang perempuan itu lakukan padanya.

Tika tidak mau bersikap kekanak-kanakan. Dia masuk kedalam ruang inap Rehan, sebelumnya dia mengusap air matanya terlebih dahulu. Dia tidak mau memperlihatkan kelemahannya di depan Rehan dan Agnes.

"Eh Mik, upss..., Tika. Aku udah tahu semuanya kok, Tik. Tante Lilis yang cerita. Btw ngapain kamu kesini?" Tanya Agnes, sambil menyeringai seperti iblis. Tika menggeram kesal. Lalu dia memasang senyum manisnya.

"Mata kamu gak katarak 'kan? Kamu bisa lihat aku kesini mau ngapainkan?" Sinis Tika, dia mendekat kesamping kiri brankar Rehan.

"Apa kabar, Tik?" Sapa Rehan dengan suara parau. Tubuhnya masih lemas, tapi senyum bahagia tidak bisa Rehan tutupi.

Hatinya membuncah bahagia ketika di lihatnya orang yang dari dulu hingga sekarang masih dia cintai mau menjenguknya yang lagi sakit.

"Seperti apa yang kamu lihat. Lekas sembuh, ini titipan dari Mama." Jawab Tika, dia meletakkan satu parsel buah ke atas nakas.

Rehan menatap mata sayu Tika, kantung matanya menghitam, bibirnya pucat, dan pipi chabby itu sekarang sudah sedikit tirus.

"Aku kangen." Ucap Rehan, spontan. Tika yang sedang menunduk langsung mengangkat kepalanya.

"Aku juga kangen sama kamu kok, Rey." Sahut Agnes, cepat. Tika tersenyum kecut, dia terlalu percaya diri. Dia kira Rehan bicara padanya.

"Aku Pamit." Ucap Tika, lirih. Rehan menatap punggung Tika dengan tatapan sendu. Bibirnya seakan kelu hanya untuk memanggil nama Tika.

"Kamu itu apa-apaansih, Nes? Aku gak ngomong sama kamu." Serkah Rehan, kesal. Agnes yang memang orangnya tidak terlalu memusingkan hal-hal seperti itu hanya mengangkat bahunya acuh.

"Cepat sembuh, Rey. Aku gak sabar nikah sama kamu." Ucap Agnes, dia menatap mata Rehan dengan tatapan memuja. Sedangkan orang yang ditatap hanya berdecih sambil memalingkan wajahnya kearah lain.

***

"Mama gak bisa gitu dong, main jodohin Kak Rey sama nenek lampir. Mama tahu 'kan kalau Agnes, si nenek lampir itu orangnya gimana?" Protes Vania, dia tidak setuju dengan usul mamanya. Dia menatap mata mamanya tajam. Dia tidak habis fikir dengan jalan pikiran mamanya.

"Mama rasa Agnes jauh lebih baik dari pada Tika." Balas Lilis, tegas. Sambil memasukkan bakso kedalam mulutnya. Vania meremas sendok yang ada di gegaman tangannya.

"Lebih baik dari mana? Ayolah, Ma. Jangan kegabah mengambil keputusan." Ucap Vania, dia mencoba membujuk mamanya untuk memikirkan ulang tentang perjodohan Agnes dan kakaknya.

"Papa juga tidak setuju, Ma. Ini semua gak masuk akal." Tolak Syam, lantang. Dia tidak setuju putranya menikahi perempuan yang salah.

"Lagian ya, Ma. Kak Rehan sama Kak Tika itu belum bercerai." Bantah Vania, kesal. Dia tahu kakaknya masih mencintai mantan kakak iparnya. Dia tidak mungkin membiarkan masa depan kakaknya suram.

Air Mata PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang