"Allah huakbar, allah huakbar, allah huakbar. Lailahak'ilallah waallahuakbar. Allah huakbar walila hilham." Suara takbir berkumandang. Tika dan Rehan duduk di teras untuk melihat ramainya jalan komplek rumah mereka. Berbagai karnaval karya anak muda berjalan mengelilingi perumahan mewah milik mereka.
Rehan sedang menggendong Agil, sedangkan Tika sedang menggendong Alea. Mereka tersenyum bahagia. Sepertinya kedua anaknya itu begitu seneng. Di lihat dari senyuman mereka. Sungguh Tika merasakan menjadi perempuan yang beruntung di dunia ini. Karena menjadi istri dan ibu untuk kedua anak dan suaminya.
"Sayang, kamu benar gak mau jalan?" Tanya Rehan. Tika menggeleng pelan sambil tersenyum manis kepada Rehan.
"Gak nyesel?" Tanya Rehan sekali lagi. Jawabannya tetap sama, hanya gelengan kepala.
"Serius?" Rehan benar-benar cerewet malam ini.
"Hemm..." Jawan Tika, malas. Ini bukan salahnya, tapi salah Rehan yang terus bertanya.
Jeder, jeder, jeder.
Suara petasan dan kerlap-kerlip cahaya di langit menghiasi malam ini.
Oek, Oek,
Jangan tanya suara tangisan siapa itu?Sudah pasti tangisan Alea yang cengeng.
"Aduh anak mama kaget ya? Sini, sini, sayangnya mama." Kecup Tika, gemas. Rehan yang tanpa sengaja melihat wajah Agil yang berada di pangkuannya pun tersenyum geli. Anak laki-laki itu menatap kembarannya sambil tersenyum, seakan mengejek Alea yang sedang menangis.
Deru mesin mobil terdengar masuk kedalam perkarangan rumah Rehan dan Tika. Vania datang bersama Bian sambil membawa sekantong plastik besar berwarna merah.
"Itu apa, Van?" Tunjuk Rehan, pada plastik berwarna marah yang berada dalam genggaman tangan kanan Vania.
"Makanan sisa pernikahan kemarin. Dari pada busuk, yaudah aku bawa kesini. Siapa tahu kakak mau." Jawab Vania, tidak berperasaan. Mata rehan melotot tajam.
"Dasar adik durhaka, laknat kamu, Van." Umpat Rehan pada Vania. Bukannya marah, Vania malah tertawa keras.
"Bercanda elah. Ini sosis sama bakso yang aku beli untuk kita bakar malam ini. Baikkan aku?" Puji Vania pada dirinya sendiri.
"Ayo, masuk." Layaknya rumah sendiri, Vania tanpa rasa malu masuk duluan kedalam rumah Rehan dan Tika. Bian menggelengkan kepalanya malu, sedangkan Rehan sudah menggeram kesal menahan emosi. Terbanding terbalik dengan Rehan, justru Tika malah tertawa geli melihat tingkah adik iparnya.
"Heh, kalian yang benar dong bakarnya. Masa sosis sama baksonya gosong sih." Protes Vania yang sedang memakan bakso dan sosis hasil kerja keras Rehan dan Bian yang membakarnya. Tika dan Vania hanya duduk menikmati bakso dan sosis bakar sambil memangku Alea dan Agil. Bedanya Tika hanya diam tidak protes saat memakan bakso bakar sedikit gosong, sedangkan Vania....
Ya kalian fikir sendirilah.
"Yelah yank, tinggal makan aja protes." Cibir Bian, yang langsung di beri plototan mata tajam oleh Vania.
"Diam kamu, Yank. Awas aja nanti gak aku kasih jatah. Sekali lagi kamu bantah perkataan aku, tidur luar kamu." Ancam Vania. Bian terdiam sambil berkidik ngeri. Tidak di beri jatah? Tidur luar? Oh no, Bian 'kan nanti mau buat dedek bayi.
"Shuttt...., Jangan gitu ah, Van. Gak baik ngancam suami sendiri. Cepat gih minta maaf." Nasehat Tika, kepada adik iparnya.
"Tuh dengerin istri kakak, baik dan bijak sana. Gak kayak kamu pemarah dan egois." Ejek Rehan kepada Vania yang sedang menahan amarahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Pernikahan
RomanceBerpura-pura menjadi orang lain tidaklah mudah. Melepaskan orang yang kita cintai dan merelakan semuanya, termasuk hati dan perasaan itu sangat sulit. Jiika waktu itu adalah uang, lalu perasaan cinta itu apa? Dipaksa menikah dengan seorang lelaki ya...