27. Secarik Kertas.

1.6K 66 0
                                    

Rehan masuk kedalam kamar si kembar. Jarum jam terus berputar dan menunjukkan pukul 03.37 malam.

Mata Rehan menatap lekat wajah polos istrinya. Dia ikut duduk di kasur lantai. Wajah sembab serta sisa-sisa air mata Tika yang belum kering menusuk relung hati Rehan.

Isakan kecil masih bisa Rehan dengar. Bahkan saat tidur pun Tika masih terus menangis.

Perlahan tangan Rehan mengusap rambut panjang Tika serta mencium singkat keningnya.

"Aku merindukan tawamu, sudah 2 hari kamu menghidar dariku. Aku kangen masakan kamu, sikap lembut kamu, dan juga suara manjamu." Ucap Rehan, lirih. Dia mengusap lembut pipi istrinya.

Jemari Rehan terus bermain di pipi Tika, dia memberikan sentuhan lembut pada setiap inci wajah perempuan yang masih menyandang sebagai istrinya sampai kapan pun akan begitu.

"Andai kita tidak sama-sama egois dan kamu mau mendengarkan semuanya tentang kesalah pahaman yang terjadi, mungkin hubungan kita tidak akan renggang seperti ini." Keluh Rehan, sambil menghela nafas pelan. Mata rehan beralih menatap bibir ranum istrinya. Lelaki tampan itu mengecupnya singkat.

"Maafkan suamimu yang brengsek ini." Lirih Rehan, dia berjalan menjauh dari sisi Tika.

Setelah mendengar suara pintu di tutup oleh seseorang, Tika membuka sedikit matanya. Air mata kembali membasahi kedua pipinya.

"Kamu tidak merasakan sakitku." Lirih Tika, pelan. Dia bangun dari tidurnya. Kaki jenjangnya masuk kedalam kamar mandi milik kedua anaknya.

Tika membasuh wajahnya. Lalu dia keluar dari kamar mandi, dia melirik sebentar kedua anaknya yang masih tertidur.

Tatapan mata Tika terlihat sendu. Wajah putranya sangat mirip dengan Rehan, hanya saja....

Mata yang dimiliki oleh Agil sangat mirip dengannya.

"Sayang, mama harap saat kamu dewasa nanti, kamu jangan pernah mainin hati perempuan. Jangan seperti papamu ya, Nak." Pesan Tika, dia mencium lembut pipi putranya. Lalu dia beralih ke box putrinya.

"Putri mama, kelak saat kamu dewasa, mama harap kamu bisa menjadi perempuan yang baik, jangan seperti mama yang egois ya sayang?"

Tika mengajak bicara anaknya dari hati ke hati. Dia mengusap dan mencium lembut pipi kedua anaknya.

Kaki jenjang Tika melangkah menuruni anak tangga rumahnya.

"Bi' Inah....," Panggil Tika, sedikit berteriak. Dia masuk kedalam dapur rumahnya sambil menata rambutnya yang sedikit berantakan.

Rehan yang sedang sahur pun melirik istrinya, perempuan cantik itu sedang membuka kulkas dan meminum air dingin dengan santai.

"Bi inah di kamarnya, dia sakit." Jawab Rehan. Tika mengangkat satu alisnya. Keningnya berkerut, seakan sedang berfikir keras.

"Sakit apa? Kenapa gak dibawa ke dokter? Terus kamu sahur pakai apa?" Tanya Tika, beruntun. Rehan sedikit tersenyum, dia tidak menyangka jika di balik sifat dingin istrinya, dia menyimpan rasa keperdulian yang tinggi.

"Mie instant." Jawab Rehan, santai. Tika membelalakkan kedua matanya. Mulutnya terbuka lebar, hingga membuat Rehan menahan tawanya.

Dengan cepat Tika mengambil mangkuk di depan Rehan dan membuang mienya ke tempat sampah.

"Ck, kamu ini bagaimana? Puasa seharian kok makan mie instant. Kalau badan kamu lemas bagaimana? Apalagi makan mie instant itu gak baik buat kesehatan." Omel Tika, dia sibuk memasak di dapur.

Tika meletakkan sepiring nasi goreng dan kopi hitam di depan Rehan. Dia ikut duduk di depan Rehan, matanya menatap mulut suaminya yang sibuk mengunyah makanan.

Air Mata PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang