Dokter keluar dari ruang UGD dengan wajah kusut. Bian dan Vania yang peka akan hal itu semakin dibuat tegang. Ekspresi dokter tersebut sangat menyedihkan.
"Keluarga pasien yang bernama Mika Guana dan juga Rehan...."
"Saya, Dok. Saya ayah mereka." Syam berjalan cepat menghampiri Dokter paruh baya itu. Dia memotong ucapan Dokter tersebut dengan tidak sabar.
"Bagaimana keadaan Rehan dan Mika, Dok? Bagaimana keadaan menantu dan anak saya?" Tanya Lilis, tidak sabar. Dia sangat panik, kakinya bagaikan jeli, sulit untuk di buat berdiri.
Dokter itu terdiam cukup lama. Bungkam dan tidak bersuara.
"Dok, katakan! Bagaimana keadaan kedua kakak saya?!" Bentak Bastian sambil mengguncang kencang bahu Dokter paruh baya tersebut.
"Keadaan Mas Rehan sudah mulai membaik, tapi...." Dokter itu menggantungkan ucapannya. Semua orang yang sudah bernafas lega kembali dibuat panik dan khawatir.
"Mbak Mika koma. Dan kumungkinan tipis untuk dia bisa selamat." Lanjut Dokter, tersebut.
Semua orang tertunduk lemas dengan air mata yang terus membanjiri kedua pipi mereka.
"Mika...." Panggil Lilis, lirih. Hati semua orang tersayat ketika mendengar suara lirih menyebut nama Mika.
"Mari bapak ikut saya." Pinta Dokter itu kepada Syam.
***
Syam mendengarkan penuturan Dokter yang menangani Mika dan Rehan dengan seksama. Telinganya dia buka lebar-lebar agar dia tidak salah mendengar.
Dokter itu terus mengeluarkan suara bagaikan kaset rusak yang semakin di dengar akan semakin membuat siapa saja yang mendengarnya menutup telinganya. Sakit dan memuakkan.
"Kemungkinan Mbak Mika untuk sembuh hanya 35% Pak. Benturan di kepalanya sangatlah parah, mungkin Mbak Mika tidak memakai sabuk pengaman saat duduk di mobil. Sedangkan Mas Rehan hanya mengalami luka ringan dibagian keningnya." Jelas Dokter tersebut. Syam berdoa semoga telinganya bermasalah. Bagaimana nasib kedua cucunya jika sampai menantunya tidak selamat?
"Dok, lakukan yang terbaik untuk anak dan menantu saya. Berapapun biayanya akan saya bayar. Saya mohon, Dok. Tolong selamatkan Mika, menantu saya." Mohon Syam, matanya memerah menahan tangis. Laki-laki juga bisa menangiskan?
"Maaf Pak, saya hanya Dokter. Saya akan berusaha dengan baik, tapi semuanya kembali lagi kepada tuhan. Saya hanya bisa berusaha, sedangkan tuhan yang menentukan bagaimana kedepannya. Lebih baik bapak dan keluarga berdoa saja semoga ada keajaiban datang agar menantu bapak bisa sembuh dengan cepat."
***
Hati Vania mencelos sakit ketika melihat banyak sekali alat medis yang menempel di tubuh kedua keponakannya.
Vania hanya bisa melihat kedua keponakannya melalui jendela kaca. Mata kedua keponakannya terpejam rapat tanpa mau terbuka sedikitpun.
"Kak, lihat anak kakak, mereka masih nyaman terpejam. Kak, Vania tahu, selama ini Vania selalu usil sama kakak. Tapi...." Vania terisak, dia tertunduk sambil menatap sendu kearah kedua keponakannya.
"Vania sayang kakak. Vania takut kehilangan Kak Rey, Kak Mika, dan kedua keponakan Vania." Tambah Vania sambil terisak perih. Hatinya bagai disayat pisau, kulitnya terasa sangat dingin, matanya terus mengeluarkan butiran-butiran kristal putih.
"Tuhan, jika mukzizatmu itu benar ada, maka tunjukkanlah." Jerit Vania, tertahan. Dia terus memukuli lantai rumah sakit dengan bruntal. Maurel dan Tania terisak pedih ketika melihat betapa hancurnya Vania saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Pernikahan
RomanceBerpura-pura menjadi orang lain tidaklah mudah. Melepaskan orang yang kita cintai dan merelakan semuanya, termasuk hati dan perasaan itu sangat sulit. Jiika waktu itu adalah uang, lalu perasaan cinta itu apa? Dipaksa menikah dengan seorang lelaki ya...