62. Otak Batu.

942 37 1
                                    

Galuh pulang ke rumah sore ini. Dia menatap putrinya yang sedang memakan rujak sambil bermain heandpone dengan kesal. Perempuan cantik yang memiliki rambut panjang itu sepertinya tidak memiliki rasa bersalah sama sekali.

"Anak itu..." Desis Galuh, dia melangkah maju mendekati anaknya. Mendengar suara kaki mendekat kearahnya, Tika mengangkat kepalanya.

"Papa udah pulang? Mau rujak, Pah? Tadi tetangga sebelah ngasih kita mangga loh."

Ingin sekali Galuh mencekik leher anaknya. Disaat semua orang sedang menangis dan khawatir dengan keadaan Rehan, Tika malah enak-enakan makan rujak di rumah.

"Yakin Papa gak mau? Enak loh. Tetangga kita baik ya, Pah?"

Tika terus berbicara kepada Papanya. Sedangkan Galuh hanya diam sambil menatap tajam kedua iris mata Tika.

"Kamu ini," Galuh menggelengkan kepalanya pelan. Lalu dia beranjak pergi.

"Lah, emang aku kenapa?" Tanya Tika pada dirinya sendiri.

"Menyebalkan." Umpat Tika, kesal.

***

Rehan membuka matanya dengan perlahan. Dia mengedarkan matanya ke semua sudut ruangan. Ruangan Rehan penuh oleh banyak orang. Mulai dari sahabat, adik, bahkan orang tuanya berkumpul semua di ruangannya.

"Argg...." Erang Rehan, sambil memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia tersenyum kecut ketika orang yang dia cari tidak ada disisinya.

"Sayang, kamu sudah bangun? Mama khawatir sama kamu." Isak Lilis, sambil memeluk Rehan dengan erat.

"Kamu pingsan lama banget sih, Rey. Bikin orang panik aja." Cerocos Juna tanpa melihat situasi. Dengan kesal Maurel menginjak kaki suaminya.

"Diam!!" Desis Maurel penuh penekanan.

"Kakak makan ya? Kakak harus minum obat." Vania mengambil semangkuk bubur diatas nakas. Dia berniat menyuapi kakaknya.

"Aku udah kenyang." Tolak Rehan, dia menatap lembut kedua mata bengkak Vania.

"Gak usah bohong kamu. Kalau kamu udah kenyang, kamu makan apa? Batu?" Sindir Alex, tajam. Rehan mendengus kesal. Sahabatnya itu selalu begitu.

"Tapi emang aku udah kenyang." Ketus Rehan.

"Dasar keras kepala." Balas Alex, dengan ekspresi wajah datar.

Mereka terus berdebat, hingga pada akhirnya Rehan lah yang mengalah. Rehan terpaksa memakan 3 suap bubur ayam.

"Sudah, perutku sudah kenyang." Rehan mendorong pelan sendok yang berada di depan mulutnya.

"Sedikit lagi, Rey." Suruh Syam, tapi Rehan tetaplah Rehan, manusia keras kepala.

"Sudahlah, Pa. Kalau Kak Rehan gak mau jangan di paksa. Sayang, kamu bantu Kak Rehan minum obat." Suruh Bian kepada istrinya.

***

Penampilan Eva dan Galuh sudah rapi. Malam ini mereka berdua berniat menjenguk Rehan. Mau bagaimana pun Rehan seperti itu kan karena anak mereka yang egois.

Tika menuruni tangga rumahnya sambil bersenandung kecil. Perempuan cantik itu juga sudah rapi dengan baju lengan pendek serta celana pendek berwarna putih.

"Mau jenguk Rehan sekalian, Tik?" Tanya Eva, sambil menatap putrinya yang sedang mencium tangannya dan Galuh.

"Gak, aku mau kembali ke apartemenku." Cengir Tika tanpa rasa bersalah sedikit pun. Galuh dan Eva saling tatap, mereka merasa salah mendidik Tika.

Air Mata PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang