Tika duduk diantara kedua orang tuanya. Perempuan berparas cantik itu duduk gusar sambil meremas gaun merah miliknya.
Keluarga besar Rehan duduk berhadap-hadapan dengan keluarga besar Guana. Semuanya terlihat tegang.
"Ahem," Dehem Syam, memecah keheningan diantara mereka semua. Lelaki paruh baya yang masih terlihat tampan dan awet muda di usianya yang sekarang menghela nafas pelan.
"Maksud kedatangan kami ke rumah bapak dan keluarga untuk melamar putri bapak sebagai istri anak saya. Apakah Nak Tika dan sekeluarga menerima lamaran Rehan, anak kami?"
Pertanyaan itu meluncur lewat bibir Syam. Tika menggigit bibir bawahnya pelan, dia mengangkat kepalanya yang tadinya menunduk. Sontak matanya langsung bertemu dengan mata teduh Rehan.
"Saya bersedia menjadi istri Mas Rehan."
Mendengar jawaban yang Tika berikan, membuat semua orang yang berada di ruang keluarga menghela nafas lega.
"Syukurlah kalau gitu, bagaimana kalau hari ini kita tentuin tanggal pernikahan kalian?" Usul Eva yang di setujui oleh semua orang lewat anggukan kepalanya.
"Menurut kamu, Rey. Kapan kamu akan meresmikan hubungan kalian kejenjang pernikahan?" Tanya Syam kepada putranya. Rehan menelan ludahnya susah payah. Dia kesal dan juga marah pada dirinya sendiri. Kenapa disaat seperti ini dirinya malah dilanda kegugupan?
"Secepatnya, Pah. Lebih cepat lebih baik." Rehan berdehem sebentar, lalu menjawab pertanyaan yang papanya lontarkan dengan lantang dan tegas.
"Wow, sepertinya ada yang kebelet nikah nih." Sindir Vania yang langsung diberi Lilis tatapan tajam sambil bergumam lewat bibirnya, 'Gak Sopan'
"Maaf, Ma." Cengir Vania, sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Bagaimana kalau dua minggu lagi?" Usul Lilis dengan begitu semangat. Mungkin dia tidak sabar melihat putranya kembali bersanding dengan Tika.
"Terlalu kelamaan, bagaimana kalau seminggu lagi?" Sekarang Eva yang angkat bicara. Tika dan Rehan terlihat diam di tempat.
"Apa itu tidak terlalu cepat?" Galuh mengusap lembut rambut hitam panjang putrinya. Rasanya baru kemarin dia mengajari Tika bermain sepeda. Lalu sekarang ini....
"Biar Rehan dan Nak Tika saja yang menentukan." Syam menjadi penengah diantara para ibu-ibu rempong. "Bagaimana pendapat kalian?"
"Aku setuju dengan usul Mama Eva." Jawab Rehan tegas. "Kamu?"
Tika meremas gaunnya, dia menatap satu persatu orang disini. Tatapannya berhenti pada lelaki tampan yang memakai kemeja putih serta berjas hitam yang juga sedang menatapnya dalam. Siapa lagi kalau bukan Rehan, calon suaminya.
"Aku setuju."
***
Tika berhenti meneguk minumannya ketika mendengar ucapan tidak enak dari tantenya sendiri. Semenjak tantenya tahu bahwa Tika itu bukan Mika, dia terus menghina dan memberi tatapan tidak suka terhadap Tika secara terang-terangan.
Tika tidak terlalu kenal dan dekat dengan keluarga besarnya. Semua orang terasa asing baginya. Sejak kecil Tika tinggal di luar negeri bersama Oppa dan Omanya. Dia tidak tahu bagaimana karakter saudara dan keluarga besarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Pernikahan
RomanceBerpura-pura menjadi orang lain tidaklah mudah. Melepaskan orang yang kita cintai dan merelakan semuanya, termasuk hati dan perasaan itu sangat sulit. Jiika waktu itu adalah uang, lalu perasaan cinta itu apa? Dipaksa menikah dengan seorang lelaki ya...