Chapter 32

8.7K 821 3
                                        

“Masuk” ucapnya menyadarkanku dari keterkejutan.

Dalam hati aku menggerutu, bagaimana mungkin dia berperilaku seolah kata-kata yang di lontarkannya tadi sama sekali tidak berpengaruh untukku?

“Aku memakai mobilku sendiri” ujarku sambil menunjukan kunci mobilku padanya.

“Tidak,kau berangkat bersamaku” balasnya lagi.

“Tapi-“ ucapanku langsung terpotong begitu Zayn memegang pergelangan tanganku, menuntunku untuk masuk ke dalam mobilnya. Aku menurutinya dengan setengah hati. Dia masih suka memaksa ternyata.

“Pakai seatbelt-mu” ucapnya sebelum menyalakan mobil.

Lagi-lagi aku hanya dapat menuruti kemauannya. Jika berangkat bersama Zayn bagaimana caraku pulang nanti? Mana mungkin aku minta di antarkan olehnya? Gila saja. Pada akhrinya aku juga harus pulang dengan bus kota kan. Dia bisa benar-benar membuatku repot sekarang.

“Kau juga akan ke kampus?” tanyaku memecah keheningan. Lagipula aku juga kurang yakin jika dia akan ke kampus. Aku sedikit khawatir kalau ternyata Zayn malah membawaku ke tempat lain, bukannya kampus.

Dia hanya mengangguk untuk mengiyakan pertanyaanku. “Ku kira kau sudah lulus kuliah tahun kemarin” gumamku padanya.

“Aku  hanya ingin meneruskan kuliah” jawabnya tanpa diduga. AKu kira dia tidak akan menjawab gumamanku, karena biasanya jika aku bertanya padanya pun dia tidak pernah mau menjawab dengan lengkap. Tapi sepertinya ini sedikit lain.

“Untuk apa? Mencari pekerjaan?”

Zayn tertawa, dia menatapku geli. “Kau kira aku belum mempunyai pekerjaan? Seharusnya kaulah yang harus cepat mencari pekerjaan. Jangan terlalu bergantung pada balap liar itu” ucapnya dengan nada dingin di kalimat terakhir.

Aku termenung. Apakah barusan dia memintaku untuk tidak terlalu bergantung pada balap liar?

“Aku tidak masalah dengan balap liar. Lagipula kau juga melakukan balap liar” belaku pada diri sendiri.

“Aku melakukan balap liar hanya untuk kesenangan, Clarisse. Aku sama sekali tidak bergatung pada balapan, aku masih bisa mencari uang tanpa melakukan balap. Sedangkan kau?” ucapnya menyudutkanku.

Kali ini aku tidak mendebatnya. Sialan untuk perkataannya yang benar. Aku memang terlalu menggantungkan kebutuhan ekoniku pada balap liar itu. Dan aku hampir meninggal karenanya. Ini sama sekali tidak sebanding dengan yang selama ini kudapatkan.

Memang, penghasilannya lumayan jika aku menang. Tapi selama itu juga, aku selalu memakai uangku untuk melunasi hutang perusahaan almarhum ayahku. Maka dari itu, aku baru bisa membeli apartemen belum lama ini.

“Apakah kau mengenal orang yang bernama Charlie?” tanyaku mencoba mengubah topik pembicaraan. Mengulas tentang keterpaksaanku melakukan balap liar bukanlah hal yang baik. Aku sendiri masih tidak mengerti mengapa aku belum bisa berhenti dari dunia itu.

Sesaat aku melihat ekspresinya yang menegang, aku tau ini pasti ada yang tidak beres. Seseorang yang bernama Chalie pastilah berhubungan dengannya.

Zayn menghentikan laju mobilnya sebelum menoleh padaku. “Darimana kau mengetahui Charlie?” tanyanya khawatir.

Aku mengangkat bahu. “Bels, dia memberitahuku,” jelasku. Zayn masih menatapku seolah-olah menginginkanku menjelaskan lebih banyak.

Aku menghela nafas. “Saat ditawan, ketiga lelaki brengsek itu membawa-bawa nama Charlie. Bels berkata jika dia juga ditanyai sesuatu mengenaimu” ucapku berat.

Kulihat sorot matanya yang berubah menjadi marah saat mendengar penjelasanku. Aku menelan ludah, dia marah karena aku atau karena penjelasan yang ku sampaikan?

Protect You || Malik [au]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang