Sorry for typo(s)
____________________________
"Well, sekarang waktunya aku meminjam Marline. Kau tidak keberatan 'kan, Nathan?"
Suara seseorang yang baru saja datang membuat kami semua menoleh. Termasuk aku dan juga Zayn. Ia menarik tangannya yang tadi sempat menyentuh pipiku. Aku yang memunggungi sumber suara itu juga menoleh. Di sana berdiri Harry yang sudah memegang pergelangan tangan Marline, hendak pergi.
Tatapanku dan Harry bertemu. Ia menangkap sorot terkejut di mataku yang membuatnya tersenyum miring.
Aku menelan ludah.
Sialan. Apakah semua orang ini berkaitan satu sama lain? Apakah mereka sudah merencanakannya, termasuk Marline? Mengapa ia tidak memberitahuku?
Zayn memberi isyarat pada Harry untuk segera meninggalkan kami dengan cara menggedikan dagunya. Ia mengangguk lalu berjalan menjauh dengan Marline yang berada di belakangnya. Nathan berkali-kali menatap mereka lalu berbalik pada aku dan juga Zayn, ia terlihat bingung. Namun sepertinya ia masih memedulikan adiknya dan lebih memilih untuk mengejar mereka meski sebelum pergi ia sempat menatap Zayn dengan sorot mata kesal.
Sekarang, tinggal aku sendirian. Bersamanya.
Jantungku mulai berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Aku tidak tahu harus bereaksi apa setelah dirinya secara nyata sudah berada di sini. Tepat di belakangku, karena aku sendiri masih memunggunginya. Selama ini ia hanya berada dalam pikiranku. Tapi sekarang, ia ada di sini. Jaraknya terasa cukup dekat sehingga membuatku mampu merasakan hembusan napasnya di sisi leherku.
Tidak, aku tidak bisa diam dan terjebak oleh rasa beku ini. Aku harus berbicara padanya. Paling tidak, aku harus mencoba berbicara.
Mengatur napas dengan perlahan, aku memaksakan diri untuk berbalik ke belakang. Ia masih diam, entah memikirkan apa. Yang jelas, kediamannya membuatku semakin merasa buruk karena akulah yang meninggalkannya. Meskipun hal itu dengan suatu alasan.
Sedikit mendongakan kepala untuk bisa menatapnya, aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak tergagap ketika berbicara. Ini sudah sangat ... lama sejak terakhir kali aku mengajaknya bicara ataupun hanya mendengar suaranya.
"Zayn, aku—" ternyata aku tetap saja tidak bisa tidak tergagap. Matanya menatap dalam milikku, ia terlihat seperti memperhatikan setiap inci wajahku yang membuatku semakin tidak bisa membuka mulut untuk berbicara. Kediamannya membuatku merasa semakin menderita karena tidak tahu harus mengatakan hal tepat apa padanya. "Aku minta maaf. Saat itu aku merasa sangat bersalah. Seharusnya aku—"
Kalimatku terpotong ketika Zayn memegang daguku di antara telunjuk dan ibu jarinya. Ia semakin mendekatkan wajahnya padaku hingga bibir kami bertemu. Miliknya menyapu miliku dengan lembut, memberikanku rasa familiar itu lagi. Perasaan nyaman yang selalu melingkupiku tiap kali ia melakukannya. Tangannya berada di tengkukku, membuatku tidak bisa menjauh darinya saat ini juga.
Aku terlarut dan mulai membalas ciumannya. Kedua lenganku melingkari lehernya. Ia mulai memperdalam ciumannya seakan-akan ingin menunjukan seberapa rindunya ia padaku. Tangannya yang berada di belakang tengkukku semakin menekan kepalaku sehingga bibir kami terasa benar-benar tidak bisa terlepas. Sesekali ia menggigit bibir bawahku. Aku sedikit mengerang ketika merasa sudah kehabisan nafas.
Tapi, aku juga merasakannya. Aku merasa sangat merindukannya hingga tidak melepaskan tautan kami. Ingatanku melayang pada saat di mana aku merasa hancur karena mendengarnya yang meninggal dunia. Lalu tentang bagaimana perasaanku setelah mengetahui semua ketulusannnya. Hal yang membuatku merasa sudah tidak pantas lagi bersamanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/19988280-288-k658219.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Protect You || Malik [au]
Фанфик"Ini hanya tentangku yang kau benci. Tentangku yang terlalu takut kehilanganmu. Tentangku yang mencintaimu dan terlalu pengecut untuk mengatakan yang sebenarnya padamu. Tapi, kumohon, jangan lagi mencoba menjauh dariku. Aku hanya ingin kau di sini...