“Terimakasih,” ucapku pelan ketika aku sudah sampai di depan flat milik Liz.
Zayn membuka kaca helmnya, dia menengok padaku.
“Aku besok ke sini lagi,” ucapnya datar.
Aku mengangguk, sudah memperkirakan semua ini. “Untuk apa?” tanyaku.
“Tidak usah banyak tanya, kau harus menuruti kemauanku selama satu bulan ke depan. Sekarang, masuklah.” ujarnya.
Aku berdecih pelan, mengapa dia begitu dingin? Bahkan tadi aku bertanya dengan sopan. Sama sekali tidak bermaksud membuatnya kesal. Tapi, apa balasan yang kudapat?
Tanpa menanggapi perkataannya, aku pun berjalan menuju flat Liz. Zayn masih ada di sana, sama sekali belum beranjak. Tapi, aku mencoba untuk tidak mempedulikannya. Dia bukan urusanku dan tidak akan pernah menjadi urusanku, benar?
Kenapa? Pertama, dia teramat mengesalkan dan kelihatannya samasekali tak tahu apa yang namanya sopan santun. Kedua, dia itu temannya Harry. Mereka berdua terlihat dekat. Kesimpulannya, aku tak mau berurusan dengan orang yang punya koneksi dengan Harry sebab sudah dapat dipastikan bahwa yang mengenal dia pasti orang berbahaya. Cukup dengan Niall, Liam, Max, Rose dan yang lainnya. Aku sama sekali tak butuh teman yang punya kesempatan besar untuk ditangkap polisi.
Aku tidak ingin berurusan lebih jauh dengan lelaki baru yang bernama Zayn ini. Tapi tampaknya aku sudah salah langkah.
Bagaimana ini?
Saat aku ingin membuka kenop pintu, aku menoleh ke belakang. Di sana masih ada Zayn yang sama sekali belum beranjak. Berdecak pelan, aku pun membuka kenop pintu dan melangkahkan kakiku ke dalam. Barulah ketika aku masuk dan menutup pintu dari dalam, deru motor terdengar di telingaku. Aku sedikit melihat keluar lewat celah jendela. Ternyata Zayn baru saja pergi.
Dahiku mengernyit bingung. Maksudnya apa? Kenapa dia repot-repot menungguku masuk ke dalam sebelum pergi?
Orang aneh.
Menghilangkan pikiran tentangnya, aku berjalan ke dalam ruangan. Di ruang tengah aku melihat Liz yang sedang mondar-mandir tidak jelas dengan gumaman yang tidak jelas pula. Dia pasti sedang mencari-cari Bels.
“Hai,” sapaku. Liz menoleh, matanya menyiratkan kelegaan. Dia menghampiriku dan langsung memelukku.
“Ya Tuhan, Clarisse. Aku sangat menghawatirkanmu. Kau tahu, Bels hilang!” ucapnya histeris. Aku melonggarkan pelukannya lalu memegang bahunya.
“Dia tidak hilang Liz, dia … menemuiku,” jelasku.
Liz langsung membelalakan matanya tidak percaya. Dia pasti sangat kaget seperti reaksiku kala itu. Dari reaksinya yang seperti ini, aku yakin jika Liz juga tidak tahu bahwa Bels keluar malam ini.
“Apa? Dia menghampirimu? Yang benar saja? Astaga Bels,” dia lalu menarik tanganku agar aku terduduk di sofa. Setelah kami berdua duduk berhadapan, Liz menatapku tajam.
“Apa yang terjadi?” tuntutnya. Aku menelan ludah, ia pasti akan menginterogasiku layaknya aku adalah seorang buronan.
“Aku … dijebak Harry,” ucapku getir. “Dia menyuruhku datang ke pesta, aku tidak suka pesta. Tadinya, Harry hanya ingin menunjukan orang ‘itu’ tapi tidak hanya itu. Dia memaksaku untuk main, padahal aku sudah keukuh untuk tidak main malam ini, tapi karena terpaksa, aku harus mengikuti kemauannya.”
Liz mendengarkanku dengan baik. Jadi, aku mengambil napas dan melanjutkan ucapanku yang selanjutnya.
“Dia menyuruhku main melawan orang ‘itu’. Namanya ternyata adalah Zayn Malik, dia sangat mengesalkan seperti Harry. Dia juga tidak bisa di bantah. Sialnya lagi, Harry membuat peraturan konyol,” ucapku muram.

KAMU SEDANG MEMBACA
Protect You || Malik [au]
Fanfiction"Ini hanya tentangku yang kau benci. Tentangku yang terlalu takut kehilanganmu. Tentangku yang mencintaimu dan terlalu pengecut untuk mengatakan yang sebenarnya padamu. Tapi, kumohon, jangan lagi mencoba menjauh dariku. Aku hanya ingin kau di sini...