long chap, guys. sorry for typo(s)
____________________________________
Aku menatap kosong ke arah jendela bus yang sedang kunaiki. Sudah tiga hari semenjak percakapanku dengan Zayn, kami belum bertemu lagi. Jujur saja, harusnya mudah saja untukku mengabaikannya. Tapi entah mengapa yang kurasakan bukan seperti itu. Tiga hari terakhir ini justru aku semakin memikirkannya.
Keinginan untuk menghampirinya dan bersikap bahwa semuanya baik-baik saja selalu terlintas di kepalaku, terlebih saat secara tidak sengaja aku melihatnya. Tapi, kali ini aku mencoba menggunakan akal rasionalku. Aku menekan keinginan itu dalam-dalam dan mencoba mengabaikannya dengan meneruskan aktivitasku seperti biasa walaupun masih sering terpikirkan seperti sekarang.
Seperti yang terjadi kemarin lusa. Aku melihatnya pulang tengah malam dengan banyak luka di wajah. Bahkan jika penglihatanku tidak salah, aku melihat sudut bibirnya pecah. Melihatnya yang seperti itu membuatku sangat ingin menghampirinya dan mengobati lukanya tanpa mengingat apa yang dikatakannya di hari sebelumnya.
Tapi sayangnya aku berhasil mengabaikan perasaan itu dan masuk ke dalam apartemenku tanpa sedikit pun menunjukan perhatian padanya walaupun aku yakin dia melihatku.
Keesokan harinya, aku melihat memear di sekitar pipi dan luka kering di sudut bibirnya. Bagus, berarti penglihatanku tidak salah. Dia sepertinya habis berkelahi. Dan itulah yang menjadi tambahan pikiranku. Mengapa dia berkelahi? Selama ini dia selalu bisa mengontrol emosinya tanpa menimbulkan keributan. Tapi mengapa saat aku tidak bisa mencegahnya dia justru berkelahi?
Menghela nafas, aku memandangi awan mendung yang terlihat di langit. Sepertinya musim hujan ini akan terus mengingatkanku padanya. Mengenai dia yang menolongku saat …
Sialan. Mengapa melupakannya begitu sulit? Aku bahkan bisa melupakan tugas kuliahku dengan mudah. Tapi mengapa hal ini tidak berlaku untuknya?
Lamunanku terpecah ketika bus yang kunaiki tiba-tiba berhenti. Lantas, dengan cepat aku memasukan buku yang sedang kupegang ke dalam tas lalu segera turun.
Aku berjalan seperti biasa sampai akhirnya melihat Zayn yang sedang memakai helm. Kakiku tiba-tiba terasa sangat berat untuk digerakan dan yang paling sial adalah, aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya.
C’mon, Clarr alihkan pandanganmu. Jangan sampai dia melihatmu yang sedang memandanginya.
Tapi hal itu sudah terlambat karena Zayn sudah balik memandangku di balik helm yang dipakainya. Mungkin saja dia merasa ada seseorang yang memandanginya sehingga membalikan badan untuk mengecek siapa orang itu. Atau mungkin aku saja yang kelewat terlihat olehnya sampai dia langsung mengetahuiku yang sedang memandanginya walau dia memunggungiku.
Mencoba untuk tidak memperpanjang semua ini, aku pun segera mengalihkan pandanganku darinya. Dengan cepat aku melangkahkan kaki menuju apartemen. Dan saat itu juga aku menyadari kalau matanya masih terpaku padaku tanpa alasan yang dapat kuketahui.
**
“Kau yakin kalau temanmu tidak keberatan?” ujarku sambil menyodorkan semangkuk mie instan untuk Bels.
Bels menerima mangkuk itu dengan kanan kanannya, dia lalu menaikan kedua kakinya di sofa dan melipatnya.
“Tentu saja tidak. Aku ‘kan juga membantunya menjaga rumah. Ibunya Lily malah memintaku untuk menginap di rumah mereka lagi. Keluarganya baik, aku jadi merasa mempunyai keluarga lengkap disana.” Ucap Bels sambil terawa renyah.
Aku menghela nafas pelan dan duduk di samping Bels dengan semangkuk mie instan di tanganku. “Yeah, keluarga lengkap.” Ujarku sedikit mengeluh.
Bels yang tadinya sedang memakan mie-nya langsung mendongak. “Ayolah kak. Aku Cuma bercanda. Aku tidak bermaksud mengingatkanmu atau apapun kok.” Ucap Bels bersungguh-sungguh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Protect You || Malik [au]
Fanfikce"Ini hanya tentangku yang kau benci. Tentangku yang terlalu takut kehilanganmu. Tentangku yang mencintaimu dan terlalu pengecut untuk mengatakan yang sebenarnya padamu. Tapi, kumohon, jangan lagi mencoba menjauh dariku. Aku hanya ingin kau di sini...