Chapter 61

6.9K 746 51
                                    

Kunjunganku ke tempat khusus yang biasa didatangi Zayn hanya bisa memperburuk perasaanku padanya. Aku sangat ingat kemarin, bagaimana diriku yang terbayang mengenai pertengkaran kami tentang William. Danau yang tersembunyi di tengah hutan itu, mengingatkanku juga dengan sikap manisnya yang tak jarang ia tunjukan padaku.

Aku teringat bagaimana ia yang meledekku ketika aku memprotes karena dirinya hanya membawaku ke hutan yang ternyata adalah sebuah danau. Aku teringat suaranya ketika ia menceritakan sedikit masalahnya padaku. Aku juga teringat tentang penyebabnya mendatangi tempat itu. Zayn pernah hampir membunuh seorang anak. Dan ia juga pernah hendak memberitahuku kesalahan fatal yang dilakukannya.

Hanya saja, itu adalah beberapa hari lalu sebelum ia pergi selama tiga hari.

Aku mengusap wajahku dengan kalut. Ponselku yang kemarin kukira masih tertinggal di apartemen ternyata hilang. Aku tidak bisa mencarinya di semua penjuru ruangan hingga kini. Laptop yang kupunya juga rusak, setelah kemarin malam dipakai oleh Bels. Layarnya hitam dan tidak bisa menyala.

Aku sama sekali tidak bisa menghubungi Zayn.

Aku sangat merindukannya.

Tapi, mengingat video call kami dua hari lalu membuatku semakin khawatir. Apakah dia masih marah padaku? Aku sama sekali belum bisa menghubunginya karena ponsel dan laptopku mati. Aku juga tidak hafal nomor telepon miliknya.

Apa yang harus kulakukan sekarang?

Mematikan televisi yang sedang menyala, aku bangkit dari sofa. Hari ini sudah hari ketiga sejak keperigannya yang berarti hari ini juga ia akan pulang. Tapi, hingga saat ini pun Zayn masih belum mengabariku. Paling tidak, dia bisa menghubungiku lewat telepon rumah bukan?

Aku sudah menunggunya sejak pagi. Bahkan, aku juga hanya menghabiskan hariku di rumah saja. Otakku tidak cukup kuat untuk menampung materi kuliah jika nama Zayn masih berkeliaran di pikiranku. Aku tak akan pernah bisa fokus. Dan sekarang, pukul delapan malam, ia masih belum mengabari apapun. Ia juga belum datang menemuiku.

Kupandangi foto palaroid kami berdua  ketika berada  di taman bermain. Di sana terdapat gambarku yang sedang tersenyum lebar dengan ia yang hanya menatapku, bukannya kamera. Lalu ada juga gambar ketika ia tertawa, sedangkan aku memandangnya kesal dengan wajahku yang kotor terkena lelehan es krim.

Melihatnya, tanpa sadar membuat mataku panas. Aku mengerjap dan segera menyeka air mata yang tiba-tiba keluar.

Sebenarnya, kapan dia kembali? Ini bahkan baru tiga hari dan lamanya terasa berbulan-bulan.

Lamunanku terpecah ketika terdengar suara ketukan dari luar. Dengan segera, kuletakan foto-foto yang sedang kulihat dan bergegas ke ruang depan untuk membuka pintu.

Perasaanku terasa campur aduk. Aku sangat merindukannya. Dia akan pulang hari ini. Dan ketukan orang yang sedang berada di depan apartemenku hanya bisa membuatku berharap satu hal.

Semoga saja, orang itu adalah Zayn.

Senyum baru saja hendak muncul di wajahku ketika aku membuka pintu. Tapi semuanya pupus ketika kulihat siapa yang benar-benar mengetuk pintu.

Yang jelas, dia bukan Zayn.

"Kau baik-baik saja, Clarr?"

Rose memandangku bingung. Aku tersenyum lemah padanya dan menggeleng. "Bukan apa-apa, masuklah. Ada apa kau kemari?"

"Tidak perlu," ia menolak ajakan untuk masuk ketika aku membukakan pintu lebih lebar untuknya. "Aku ke sini hanya ingin menjemputmu, kau bisa menemaniku ke suatu tempat bukan?"

"Suatu tempat?" tanyaku ragu.

"Iya," Rose lalu tertawa sekilas ketika melihat ekspresi cemas di wajahku. "Tenang saja, Clarrie, tempat yang kumaksud bukanlah frat atau semacam party yang biasa kita adakan. Lihat saja penampilanku."

Protect You || Malik [au]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang