Chapter 39

6.8K 744 23
                                    

sorry for typo(s)

_______________________

Aku mendengar helaan nafas Zayn, dia menatapku sebentar sebelum kembali memfokuskan pandangannya ke jalanan.

Aku memalingkan wajahku, berusaha tidak peduli dengan apa yang dia lakukan. Dia sudah sangat keterlaluan padaku malam ini. Ini melebihi batas kewajaran, walaupun dia kasar. Dia tidak pernah menciumku paksa. Aku kira dia berbeda dengan Harry, aku kira dia lebih baik daripada Harry. Aku kira dia sedang melindungiku dari Harry dan kawanannya.

Aku kira perkiraan Rose mengenainya benar. AKu kira dia memang benar-benar lelaki itu… lelaki yang terlihat sangat mencintaiku. Lelaki yang menciumku lembut, tidak seperti tadi yang dilakukan Zayn padakku. Aku kira-

“Ambil ini. Hapus air matamu.” Ujar Zayn memotong lamunanku.

Aku menoleh padanya yang sedang menyetir dengan satu tangan. Tangan satunya mengulurkan sebuah sapu tangan padaku.

Otomatis, aku menyentuh pipiku. Sedikit bingung dengan perilakunya. Aku hanya sedang berpikir tentang betapa kecewanya aku padanya malam ini. Hanya itu. Aku bahkan sama sekali tidak menangi-

Astaga.                     

Dengan segera, aku menghapus air mataku –yang ternyata sudah turun tanpa kusadari –dengan kasar. Ini memalukan. Bagaimana bisa aku menangis hanya karena dia bukanlah orang yang selama ini kuharapkan?

“Tidak. Terimakasih.” Ucapku pelan lalu segera memalingkan wajahku darinya.

“Clarisse,” ucap Zayn lagi. “Tolong.” Pintanya membuatku mendesah dalam hati.

Bisa tidak dia tidak menggunakan suara memohon seperti itu? Aku sedang marah padanya! Keluhku kesal.

Aku menghela nafas, “Baiklah.” Ucapku menyerah dan menerima uluran sapu tangannya. AKu langsung menggunakannya untuk mengelap air mataku yang ternyata masih ada di pipiku.

Dari sudut mataku, aku melihat Zayn tersenyum kecil. “Clarr,”panggilnya lagi membuatku menengok.

“Aku –aku minta maaf soal keadian tadi.” Ujarnya pelan, dia bahkan segera mengalihkan pandangannya ketika tatapannya bertemu denganku.

Aku menghela nafas dan memilih untuk menyandarkan kepalaku ke kursi mobil daripada menjawab permintaan maafnya. Entahlah aku tiddak mengerti dengan apa yang kurasakan sekarang. Aku memang  marah padanya. Tapi akumarah padanya bukan karena dia yang menciumku lancang.

Uhm, tidak juga. Aku sedikit marah karena itu. Tapi, aku entah mengapa marah padanya dia ternyata bukan lelaki yang selama ini kuharapkan. Dia bukan lelaki yang bisa menenangkanku dengan ciumannya ketika aku mabuk. Dia bukan lelaki itu.

Aku merah karena itu. Tapi, mengapa aku marah padanya karena hal itu? Apakah berarti aku mengharapkan dia sebagai lelaki itu? Sebagai lelaki yang terlihat sangat mencintaiku?

Mendesah dalam hati, aku mimijat keningku pelan. Kepalaku pusing. AKu tidak tahu pasti apa penyebabnya. Entah karena terlalu memikirkan ini atau karena efek alcohol.

“Aku menyesal, Clarisse. Aku kehilangan kontrol saat itu. Aku menyesal.” Ucapnya sekali lagi.

Kali ini aku menoleh menghadapnya, “Tapi, mengapa dari sekian banyak hal yang dapat kau lakukan padaku saat kau marah, mengapa kau menciumku? Mengapa kau tidak lebih memilih untuk memukulku?” tuntuntku sarat akan meminta penjelasan.

Zayn menatapku dengan tidak percaya, seakan-akan aku sangat terlihat bodoh karena menanyakan ini. Tapi aku memang benar-benar tidak tau mengapa dia melakukan itu. Maksudku, dia memang bisa lebih memukulku kan disbanding mencium? Dari wataknya saja sudah jelas jika lebih baik dia memukulku.

Protect You || Malik [au]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang