Semua pikiran-pikiran negatif memasuki benakku ketika melihat jam dinding yang menunjukan pukul 10 malam. Zayn sama sekali belum mengabariku sejak pagi tadi, tepat setelah dia mengantarku ke kampus dan berkata kalau dia mempunyai suatu urusan.
Aku sudah mencoba menghubunginya dan mengiriminya pesan berkali-kali, namun ia sama sekali tak membalas. Bahkan panggilan terakhir yang barusan kucoba sia-sia, karena aku yakin ponselnya sedang mati.
Apa yang sedang dia lakukan? Apakah dia baik-baik saja? Dimana dia sekarang?
Semua pertanyaan yang kupikirkan terputus begitu suara Bels menginterupsiku.
"Kau kenapa, sih, kak? Jam itu tidak akan hilang walau kau terus melihatinya." ujarnya sarkastis.
Aku menghela nafas, berbalik padanya. Ingin sekali rasanya aku mengomelinya yang bisa sangat lancang dan mengesalkan sewaktu-waktu. Tapi, sekarang aku sedang tidak mood untuk sekedar mengomelinya. Zayn yang tidak ada kabar sudah cukup memusingkanku.
"Lebih baik kau tidur, Bels. Aku tidak mau mendengar keluhanmu mengenai guru yang akan menghukummu karena kau kesiangan lagi." ujarku datar.
Bels yang sedang menonton televisi, mengerling padaku. Kukira dia akan membantah, tapi ternyata dia malah menekan tombol off pada remote televisi yang dipegangnya lalu beranjak dari sofa.
"Baiklah, aku juga sudah mengantuk." Gumamya sambil menguap. "Jangan lupa, belanja, Kak. Persedian bahan makanan kita sudah hampir habis." Lanjutnya sebelum melangkahkan kaki ke kamarnya sendiri.
Aku menghempaskan punggungku pada senderan sofa. Sama sekali tidak mendengarkan ucapannya dan justru kembali mengecek ponselku. Tapi nyatanya tidak ada balasan ataupun panggilan balik dari Zayn.
Aku beranjak ke dapur, mencoba mengalihkan perhatianku dengan mengecek kebenaran perkataan Bels. Tapi, sialnya apa yang dikatakan adik kecilku itu benar. Persedian bahan makananku hampir habis. Bahkan sampai tidak tersisa apapun selain air putih yang berada dalam botol.
Jadi, mau tidak mau aku ke kamar. Mengambil jaket tipis dan beberapa lembar uang sebelum keluar dari apartemen untuk pergi ke swalayan di lantai dasar.
Yeah, malam yang indah untuk berbelanja. Betul?
**
Aku baru saja ingin memasuki toko swalayan ketika mendengar suara deru mobil. Dengar reflek, kutolehkan kepala untuk melihat siapa pemilik mobil tersebut. Mataku melebar saat melihat siapa si pemilik mobil
Zayn, dia menutup pintu mobilnya dengan kasar. Lalu dengan terhuyung-hunyung, dia berjalan masuk ke apartemen. Tanpa berpikir dua kali, aku membatalkan niatku untuk berbelanja dan berlari ke arahnya saat ia hampir menabrak seorang lansia yang baru saja kembali dari swalayan.
Sialan. Apakah dia mabuk?!
Aku sedikit mendorong bahunya tepat sebelum dia berhasil menabrak lansia yang sedang kewalahan memegangi kantong belanjanya. Sambil bergumam kata maaf kepada orang itu, aku menuntun Zayn untuk kembali berjalan menuju lift.
Dia tidak bicara apapun sampai kami sudah berada di dalam lift. Aku mendongak melihatnya, wajahnya sudah hampir merah karena terlalu banyak minum. Aku yakin, dia pasti mabuk. Karena dari jarak sedekat ini aku bisa mencium sisa alkohol darinya.
"Kau mabuk?" tanyaku pelan.
Dia hanya menggeleng. Aku menghela nafas saat melihatnya.
Jelas sekali kalau dia mabuk. Jalan terhuyung-huyung, pandangan tidak fokus... Apa itu namanya? Keracunan obat tikus atau apa?
Setahuku dia tidak pernah mabuk sebelum ini. Katanya, dia sebenarnya juga sebisa mungkin menghindari minuman keras itu. Terakhir kali dia meminumnya, saat umur delapan belas. Tepat empat tahun yang lalu. Dan setelahnya ia tak pernah minum lagi sampai malam ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Protect You || Malik [au]
Fanfiction"Ini hanya tentangku yang kau benci. Tentangku yang terlalu takut kehilanganmu. Tentangku yang mencintaimu dan terlalu pengecut untuk mengatakan yang sebenarnya padamu. Tapi, kumohon, jangan lagi mencoba menjauh dariku. Aku hanya ingin kau di sini...