Bab 10 : fallitur

1.4K 236 35
                                    

Kakinya melangkah menyusuri jalanan berbatu. Sedikit licin karena pagi tadi hujan turun membasahi bumi. Terima kasih kepada sepatu berwarna merah anyar miliknya, yang diberikan oleh kakak tingkatnya beberapa hari yang lalu. Jika dia masih mengenakan sepatu kanvas hitam yang solnya sudah gundul, mungkin dia akan terpeleset ketika menyusuri jalanan yang basah. Itu yang sekiranya terjadi padanya ketika hujan terakhir kali turun beberapa minggu lalu.

Dia sudah merampungkan kelasnya. Hal yang hendak dia lakukan sekarang adalah pergi ke kafe tempat kerjanya, karena dia bertukar shift dengan salah satu rekan sesama pekerja di kafe. Kebetulan sekali, karena dia punya tugas yang cukup banyak dan harus dikumpulkan besok. Jika dia mengerjakannya sepulang dari bekerja di malam hari, tentu itu tidak akan selesai.

Dengan sedikit melompat, dia berjalan menuju pintu keluar kampusnya. Hendak menaiki bus yang membawanya menuju tempat tujuan. Tapi, dia mengurungkan niatnya –setelah seseorang memanggil namanya dari kejauhan. Dia berhenti berlari –memilih untuk menoleh guna melihat siapa orang yang memanggilnya dari jarak yang cukup jauh.

"Oh, Minhyun sunbae!"

Dia melangkahkan kakinya, kini mengarah ke seseorang yang memanggilnya tadi –Hwang Minhyun. Lelaki berkemeja merah muda dengan celana jins biru dilengkapi sabuk berwarna hitam itu sedikit berlari menghampiri dirinya. Sebuah senyuman tampak terulas di wajah lelaki itu. Dia menghentikan langkahnya, tepat di depan lelaki bersepatu merah itu.

"Ada kabar bagus, Jihoon".

Jihoon menautkan alisnya, penasaran dengan apa yang dimaksud oleh Minhyun barusan. Sedangkan lelaki berkemeja tadi sedang berusaha untuk mengatur nafas karena dia sempat berlari saat hendak menghampiri Jihoon. Meski begitu, senyumannya tidak luntur dari wajahnya. Membuatnya tampak semakin menawan. Sungguh, Hwang Minhyun itu sangat tampan.

"Ada apa, sunbae?"

"Narasi yang kau buat saat itu diterima oleh perusahaannya. Dan –kau mendapatkan hadiahnya, kemarin hadiahnya sudah sampai di rumahku. Tapi maaf sekali, aku lupa membawanya hari ini karena tadi aku membawa tugas scriptwriting yang memakan ruang tasku. Aku akan membawanya besok", tutur Minhyun dengan senyuman –yang semakin sumringah karena dia bisa menangkap perubahan ekspresi Jihoon.

Jihoon tak bisa menahan rasa bahagianya. Bukan, bukan karena dia teramat sangat ingin mempunyai hadiahnya –meski itu adalah salah satu faktor mengapa dia mengikuti lomba menulis narasi itu, tapi dia merasa sangat bahagia karena itu berarti kemampuan menulisnya meningkat. Yah, walau Minhyun yang sudah profesional turut andil dalam penulisan narasinya.

"Benarkah?!"

Minhyun menganggukkan kepalanya, semangat. Dia turut semangat ketika bisa membuat Jihoon senang. Lelaki itu melompat, girang. Dia merasa sangat senang, ini adalah hari paling bahagia yang pernah dia alami. Saking bahagianya, lelaki itu menarik Minhyun ke dalam pelukannya –mendekap lelaki yang lebih tinggi darinya dengan erat. Jihoon masih terkekeh senang –tanpa mengerti jika Minhyun sedang berusaha keras untuk mengatur detak jantungnya yang seakan ingin meledak.

Dia tidak pernah menyangka jika hari ini dia akan mendapatkan sebuah pelukan hangat nan erat dari seorang Park Jihoon.

Benar kata orang, jika kau membantu orang lain untuk bahagia, maka kebahagiaan juga akan datang kepadamu. Dan, Minhyun hari ini mengalaminya. Dia percaya dengan pepatah tersebut. Meski dia mengerti, pelukan yang Jihoon berikan hanyalah pelukan sebatas teman –atau bahkan Jihoon sendiri tidak menyadari jika dia merengkuh Minhyun ke dalam dekapannya, tapi itu sudah cukup untuk membuat Minhyun bahagia.

"Naskah yang kamu buat itu sangat menarik, alur ceritanya pun tidak diduga. Jika aku yang menjadi tim penilai, tentu aku juga akan memenangkan naskahmu. Selamat, Park Jihoon", Minhyun menepuk pelan punggung Jihoon –masih dengan senyuman yang belum luntur dari wajahnya.

amore ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang