Bab 44 : Ostranenie

1.2K 196 68
                                    

Dia menutup pintu mobilnya.

Menimbulkan bunyi berdebum yang cukup terdengar. Pasalnya, tempatnya memarkir mobil adalah basement sebuah rumah sakit. Tempat yang gelap dan tertutup.

"Kau membuatku kaget."

"Maaf. Aku tidak sabar untuk naik ke atas dan melihat bagaimana kondisinya," bela sang pelaku penutup pintu.

"H-huks— Jihoon hyung— huhuhu!"

Semua mata tertuju pada lelaki yang kini menangis, mengusap air matanya sendiri yang bercucuran. Tatapan mata mereka berubah sendu. Kembali teringat dengan tujuan mereka menyambangi tempat tersebut, empat orang itu segera melangkah memasuki Rumah Sakit.

Dengan satu orang yang digandeng rekannya, mereka berjalan dengan berat. Menaiki lift untuk segera sampai di ruangan pasien yang ingin mereka jenguk.

"Aku tidak tega melihat Jihoon yang berbaring dengan banyak perban di tubuhnya begitu," lelaki yang paling tua di antara mereka membuka pembicaraan. Tangannya kembali mengusap air mata yang mengalir dari pelupuknya.

Lelaki yang berdiri di sampingnya menepuk pelan bahunya, menenangkannya supaya tidak lagi menangis deras. Dengan wajah yang sama tertekuknya, dia mencoba untuk menenangkan seseorang yang sudah dia anggap kakaknya sendiri. Mengusap pelan bahunya, berharap dia tidak kembali menangis layaknya tempo hari.

"Huhuhu! Jihoon!"

Gagal. Lelaki berhidung mancung itu kembali menangis. Kini, dua orang di antara mereka menangis di dalam lift. Membuat dua orang lainnya sedikit kewalahan untuk meredam suara tangis mereka.

"Sudah, Jisung hyung. Jangan menangis lagi," sahut lelaki berkemeja putih gading yang tengah menggandeng lengan rekannya yang menangis begitu mereka turun dari mobil.

"Iya, Jeongin juga. Jangan menangis lagi. Kita harus percaya dan tetap mendoakan, supaya Jihoon mampu melewati masa kritisnya dan kembali sehat seperti sedia kala," lelaki satunya ikut bicara.

Dua orang yang tengah menangis itu menganggukkan kepala mereka. Masih dengan air mata yang mengalir dari pelupuk matanya, keempat orang itu berjalan keluar dari dalam lift. Membaca tulisan yang tertera di dinding, berjalan mencari ruang rawat tempat pasien yang mereka cari berada.

"Jihoon hyung– hiks— aku tidak tega jika harus melihat Jihoon hyung dalam keadaan sakit— aku tidak tega, hiks–" lelaki berkaos panjang bermotif garis-garis kembali mengusap air matanya sendiri. Dengan dituntun oleh lelaki berkemeja putih gading tadi, dia berjalan gontai menuju sebuah ruang rawat inap yang pintunya tertutup rapat.

"Jisung hyung cepat ketuk pintunya," bisik lelaki dengan jaket rajut berwarna merah yang melekat di tubuhnya.

"K-kok aku?" yang namanya disebut tadi bertanya di sela tangisannya.

"Hyung yang ketuk, 'kan hyung yang sudah pernah berkunjung kemari," lelaki berkemeja putih menimpali.

"Apa hubungannya?"

"Ya –si jangkung itu sudah pernah melihatmu di sini! Cepat ketuk!" tampaknya lelaki dengan jaket rajut berwarna merah itu sudah tidak sabar.

Dengan sedikit merajuk, lelaki berhidung bangir tadi akhirnya mengetuk pintu kayu di depannya. Menunggu hingga seseorang membukakan pintu untuk mereka, atau memberikan respon yang mengizinkan mereka untuk masuk. Tapi, tidak ada jawaban dari dalam sana.

"Kok tidak ada jawaban?"

"Mungkin si tinggi itu tidak mendengarnya. Coba kau ketuk lagi."

"Kau saja, Sungwoon!"

amore ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang