Entah sudah ke berapa kali lelaki itu mengangkat wajahnya kala bel di atas pintu kafe berdenting. Sekarang saja mungkin sudah yang kelima kalinya hari ini. Belum dijumlahkan dengan yang kemarin.
Dan entah sudah keberapa kalinya juga, desahan gusar lolos dari bibirnya kala dia melihat siapa yang datang. Bukan seseorang yang dicarinya. Bukan yang ditunggunya.
"Heh? Memang aku menunggunya?"
Kembali berdebat dengan pikirannya sendiri. Dia menggaruk pelan tengkuknya, kembali melanjutkan kegiatannya semula. Membersihkan gelas-gelas kaca hingga bersih dan layak dipakai untuk menyajikan menu kepada para pelanggan.
Terhitung sudah dua hari sejak ponselnya tidak berdering dan menampilkan nama seseorang yang belakangan ini kerap mengganggunya. Membuat dia kadang tenggelam dalam lamunan. Dalam hati mempertanyakan eksistensi si pengganggu yang tiba-tiba saja menghilang setelah mengecup keningnya tempo hari.
"Hah! Sudah, jangan pikirkan lagi! Kerja!"
Begitulah kalimat yang terdengar darinya sejak kemarin. Siapa pun yang melintas di dekatnya akan mendengar rutukan itu. Membuat mereka tentu mempertanyakan, apa yang sebenarnya sedang terjadi hingga si rambut merah kerap memukul kepalanya sendiri? Ingin bertanya, tapi mereka sedikit segan. Tidak ingin terkena semprotan seperti apa yang didapatkan oleh Boss mereka kemarin.
Memang hanya si surai merah yang berani membentak bossnya sendiri.
Baru berselang beberapa sekon setelah dia merutuk, dia kembali tenggelam dalam lamunannya sendiri. Tangannya bergerak untuk membersihkan gelas-gelas, namun pikirannya mengawang entah kemana perginya.
"Tadi katanya jangan pikirkan lagi?"
Sebuah suara memecahkan lamunannya. Dia menatap ke arah samping, menemukan sang atasan menyunggingkan seulas senyuman penuh arti. Desisan keluar dari mulutnya, kala dirinya meletakkan sebuah gelas yang semula digenggam ke atas meja. Menatap sang atasan yang dahinya berkerut heran.
"Hyung. Jika ada seseorang yang tiba-tiba bilang padamu untuk menjaga diri, apa maksudnya?"
Yang ditanya hanya menautkan alis. Sedikit terkejut karena pertanyaan yang mendadak. Namun, dia tampak berpikir, mencari jawaban yang tepat untuk dia berikan pada si buta cinta ini.
"Ya —kau harus menjaga dirimu. Apalagi?"
"Ish! Selain itu?"
"Ya hanya itu. Memang kau mengharapkan apa?"
"Bukan, hyung. Maksudku, menjaga diri —bagaimana? Dalam konteks apa?"
Dia menaruh kain lap di atas meja. Kini menatap atasan yang lebih tua darinya dengan tatapan lekat, sedikit banyak berharap. Sang atasan hanya mengerutkan keningnya, heran dengan perubahan sikap si pegawai yang sudah dianggapnya sebagai adiknya sendiri.
"Ya menjaga dirimu. Jangan sampai sakit. Jangan sampai terluka. Jangan sampai ada apa-apa".
Tampaknya yang lebih muda belum kunjung puas dengan jawaban yang diberikan. Dia menggelengkan kepalanya, denial. Ada hal yang dirasanya kurang dari jawaban yang diberikan oleh atasannya tadi.
"Jika dia mengatakan itu setelah dia menyatakan dia pergi, apa maksudnya?"
"Hoo —jadi ini yang sejak kemarin kau pikirkan? Kau ditinggalkan, ya? Oleh siapa? Minhyun?"
Si muda berdecak. Sebuah respon yang tidak dia harapkan dari sang atasan terlontar rupanya. Dia menatap atasannya dengan tatapan malas.
"Bukan. Jawab saja pertanyaanku".
"Berarti —dia menyatakan jika dirinya tidak bisa menjagamu lagi? Sehingga, dia mengatakan padamu untuk menjaga dirimu sendiri".
Respon yang diberikan oleh atasannya mampu membuat dia membuka mulutnya. Menganggukkan kepalanya —lesu. Membuat lawan bicaranya mengerutkan kening, heran sekaligus ada perasaan kelesah yang menyelimuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
amore ; panwink✔
Fanfiction🌺𝙘𝙤𝙢𝙥𝙡𝙚𝙩𝙚𝙙🌺 ❝𝐚𝐥𝐥 𝐲𝐨𝐮 𝐧𝐞𝐞𝐝 𝐢𝐬 𝐥𝐨𝐯𝐞❞ ㅡ 𝘓𝘢𝘪 𝘒𝘶𝘢𝘯𝘭𝘪𝘯 ❝𝐭𝐡𝐞𝐧, 𝐰𝐨𝐮𝐥𝐝 𝐲𝐨𝐮 𝐭𝐞𝐚𝐜𝐡 𝐦𝐞 𝐰𝐡𝐚𝐭 𝐢𝐬 𝐥𝐨𝐯𝐞?❞ ㅡ 𝘗𝘢𝘳𝘬 𝘑𝘪𝘩𝘰𝘰𝘯 Lai Kuanlin, seorang Direktur Utama Perusahaan Perbankan terbesar di...