XX : quixotic 2

1.2K 161 45
                                    

Dia melangkahkan kakinya, memasuki ballroom hotel yang besarnya mungkin mencapai sepuluh kalinya kedai kopi Pippy tempatnya bekerja di Sinsa sana. Kepalanya tak berhenti mengadah, mulut menganga lebar, kala dia melihat betapa mewahnya interior yang berada di dalam ruangan besar itu. Bertabur banyak kristal mengkilap, memantulkan cahaya lampu yang berpendar indah di langit-langit ruangan. Terlampau banyak bola lampu di sana, tidak cukup waktunya untuk menghitung ada berapa buah bola lampu yang bertabur indah di langit-langit ballroom itu.

Undangan dengan kode batang yang tercetak di kartunya sudah dia serahkan tadi. Dia pun juga sudah mendapatkan cenderamata yang kini dia kantongi. Cenderamatanya pun tampak mahal, sebuah pajangan kecil dengan taburan kristal-kristal yang begitu indah dipandang, kendati dia tidak mengerti apakah itu imitasi atau bukan, namun dia bertekad akan menyimpannya. Itu sangat cantik.

Dia merapikan sedikit tuksedo hitam yang dia gunakan. Dia menggulung lengan tuksedonya sebatas siku, tidak begitu betah menggunakan baju formal berbahan sedikit tebal yang dipinjamnya dari sang atasan. Netranya memandang ke seluruh ruangan, mencari seseorang yang mengundangnya ke acara ini.

Terlampau banyak orang yang hadir di sini. Dia bisa memperkirakan, setidaknya ada lima ratus orang yang hadir. Dengan berbagai pakaian yang rapi, dengan bermacam aroma parfum yang bisa dia hirup wanginya dari jarak sekian meter, dengan gaun bertabur sequin yang dibuat rapi melalui jasa penjahit, semua hadir di sini dengan senyuman. Mereka saling bertegur sapa satu sama lain, dengan koleganya yang mereka kenali, sambil meminum sampanye yang dibawa oleh pramusaji yang terus berkeliling menawarkan minuman yang berada di atas nampan yang mereka bawa.

Dia sedikit memincingkan matanya, guna mencari sosok jangkung yang mengundangnya. Belum berhasil dia temukan, karena terlalu banyak juga orang-orang berpostur tinggi yang menghalangi pandangannya. Dia bisa mengerti, yang hadir tidak hanya orang yang berasal dari negaranya, namun juga negara tetangganya seperti Jepang, China, bahkan Eropa. Dia ketahui dari bahasa yang mereka gunakan untuk berbincang. Bukan bahasa ibunya.

Kakinya melangkah, tubuhnya yang lebih mungil menyelip di antara orang-orang lainnya. Rambut merahnya yang mencolok membuat atensi orang-orang yang hadir mengarah padanya. Dia bisa menangkap, cukup banyak orang yang berbisik begitu dia melewati orang-orang yang tengah bercengkrama itu. Namun, dia enggan menaruh atensi. Untuk apa juga? Dia bukan seseorang yang berniat jahat di pesta ini.

Matanya memandang ke sekitarnya terus. Tiada seorang pun yang dikenalnya. Semuanya asing baginya. Salahnya, datang kemari tanpa mengenal siapapun. Hanya mengenal seseorang yang mengundangnya. Sedangkan yang mengundangnya, entah di mana rimbanya. Ada sedikit penyesalan yang terbesit di dalam hatinya, mengapa dia harus menghadiri acara yang tak cocok baginya ini.

Langkahnya kemudian terhenti. Dia sudah berhasil menemukan sosok yang dicari. Tengah berdiri tepat di tengah ruangan, bercengkrama dengan orang-orang dari berbagai negara, dengan satu gelas sampanye yang berada di tangannya. Dia tampak terkekeh, menampilkan lesung pipit di wajahnya yang kini nampak begitu jelas. Hal itu membuatnya mengulum senyum.

Lelakinya nampak begitu tampan hari ini.

Kini dia berdiri mematung di posisinya. Menimang, haruskah dia berjalan menghampirinya? Atau, lebih baik dia berbalik dan mencari tempat duduk saja? Karena, dia sendiri tidak mengerti bagaimana caranya untuk menyapa seseorang dalam pesta.

Dia memilih opsi kedua. 

Lelaki itu memutar tubuhnya, melangkah menjauh. Mencari kursi untuk tempatnya duduk. Ada beberapa kursi yang berada di bagian belakang ruangan, mungkin dia bisa duduk di sana sembari menunggu acara ini usai, lalu baru gilirannya untuk menyerahkan hadiah yang kini berada di saku tuksedonya.

amore ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang