Bab 37 : Ukiyo

1.1K 210 72
                                    

"Kemungkinan apa lagi yang ada selain dia jatuh cinta padamu, Tuan Park? Semua orang yang mendengar ceritamu, tentu akan menyimpulkan begitu. Itu sangat nyata. Sangat terlihat jika dia menaruh perasaan padamu."

Jemarinya mengaduk pelan satu gelas lemon squash, menciptakan bunyi es batu yang beradu satu sama lain. Cukup nyaring, hingga membuat orang yang melintasi ketiganya mampu mendengar suara itu. Lelaki dengan jaket berwarna kuning moster itu meneguk minumannya kemudian.

"Seseorang kerap mengikutimu ke mana saja. Menjemputmu setiap waktu. Mengajakmu untuk pergi makan siang dan makan malam. Mengantarmu sampai di rumah kemudian. Mengatakan rentetan kalimat yang terdengar seperti puisi di telingamu. Sudah sangat jelas, dia jatuh cinta padamu."

Rekannya yang duduk di sampingnya berucap panjang. Menatap lelaki berambut merah yang kini menatap keduanya dengan netra yang membulat, menampilkan binar matanya yang cerah. Menatap kedua kawannya bergantian.

"Tidak mungkin dia jatuh cinta padaku. Hubungan kami hanya sebatas kekasih kontrak. Ada hitam di atas putih. Aku menandatangani kontraknya, jelas itu tidak bisa dilanggar. Mana mungkin, sih? Tidak mungkin dia jatuh cinta kala dia sudah punya kekasih!"

Si jaket kuning moster kembali meletakkan gelasnya di atas meja. Membuat bunyi berdebum yang cukup keras, mampu membuat dua temannya terkejut karena pergerakannya barusan. Dia menatap lelaki berambut merah di depannya dengan tatapan tajam, membuat yang ditatap hanya bisa menautkan alisnya.

"Dengar, ya. Perasaan seseorang itu tidak ada yang tahu. Maksudku, perasaan itu bisa berubah tanpa diketahui. Dia mungkin mengelak, namun kau tidak tahu isi hatinya. Kau hanya bisa melihatnya dari perlakuannya padamu, sikapnya padamu, perkataannya padamu."

Si rambut merah menarik nafas, menghembuskannya perlahan. Menatap temannya cukup lama sebelum dia kembali membuka mulutnya untuk bicara.

"Kalau begitu, dia bisa saja benci padaku, namun melakukan hal-hal baik untuk menutupi rasa bencinya. Kau bilang, isi hati seseorang tidak bisa kau lihat, bukan? Tapi, sikap seseorang diatur oleh otaknya. Bukan hatinya."

Hembusan nafas terdengar jelas dari si jaket moster. Dia melipat kedua tangannya, menarik duduknya lebih maju, mendekat ke arah si surai merah. Jemarinya bergerak seiring dia bicara.

"Kau memangnya tidak bisa bedakan mana sikap seseorang yang tulus dan mana yang tidak? Kupikir, kau adalah seorang yang ahli dalam membaca sikap orang lain. Aku yakin kau bisa membedakan itu."

Si rambut merah menautkan alisnya. Dia mengaduk pelan minuman miliknya, masih dengan pandangan yang mengarah ke rekannya. Kontak mata mereka tidak terlepas meski dia sibuk mengaduk minuman dengan jemarinya.

"Tahu darimana? Aku tidak pandai dalam hal itu."

"Oh, Park Jihoon! Kita bertiga sudah berteman sejak kecil! Aku dan Hyungseob tahu semuanya tentangmu! Kita bahkan acapkali mandi bersama sewaktu kecil! Tentu saja kami sudah paham betul bagaimana dirimu dan kebiasaanmu! Tidak lekang dari hati!"

Sosok berkemeja hijau susu akhirnya menimpali pembicaraan dengan nada yang cukup tinggi. Sejak tadi dia sudah cukup jengah mendengar pengelakan yang terlontar dari mulut sahabatnya. Gemas, sungguh. Ingin sekali rasanya dia menarik pipi sobatnya keras-keras guna menyadarkan dirinya.

"Woojin, turunkan sedikit volume bicaramu! Malu jika didengar orang lain, tahu!"

Lelaki yang disebut dengan nama Woojin itu hanya bisa berdecak. Menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kayu, menatap temannya dengan tatapan tidak percaya. Sedangkan sosok berjaket kuning moster tadi hanya diam, menatap keduanya bergiliran.

"Woojin benar, Hoon. Kami sudah tahu betul bagaimana dirimu, tidak usah kau ragukan lagi. Kami juga tahu jika kau bisa menangkap sinyal yang diberikan padamu. Kau jangan mengelak terus. Aku tahu kau sadar akan hal itu."

amore ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang