"Siapa yang datang?"
Sebuah pertanyaan singkat terlontar dari ranum kemerahan pemuda yang tengah duduk di ranjangnya. Menatap lelaki yang baru saja kembali dari ambang pintu, mengantar tamu yang tak sempat ditemuinya karena dia terlelap dalam tidurnya.
"Chris."
"Oh, kenapa cepat betul singgahnya?"
"Ada beberapa urusan yang harus dia bereskan."
"Huh? Padahal aku ingin melihat dan bicara dengannya."
Sebuah tatapan nyalang terlontar padanya. Membuat pemuda yang bertanya tadi mengerutkan keningnya, bingung dengan reaksi yang dia terima. "Apa? Kenapa?"
"Kenapa kau ingin berbincang dengannya?"
"Ya -memangnya tidak boleh?!"
"Tentu tidak! Tidak boleh, bodoh!"
Sebuah kerutan di kening nampak jelas. Dia memincingkan netranya, menatap pemuda yang tengah berdiri tidak jauh darinya. "Kenapa kau melarangku? Padahal kau sendiri yang kerap menyuruhnya kemari!"
"Tidak boleh, pokoknya tidak boleh!"
"Ya -kenapa?!"
"Aku cemburu! Ada aku di sini, kau bisa bicara denganku! Kau bisa berbincang denganku! Aku bisa menyanyi untukmu! Tidak perlu kedatangan Chris!"
Yang tengah terbaring di ranjang kembali melempar tatapan penuh keheranan. Menggelengkan kepalanya, pelan.
"Cemburu kok dengan sepupu sendiri. Lagipula aku tak suka dengannya. Punya hak untuk melarangku pun kau tak punya, memang kau siapa?" gumamnya, pelan.
Tampaknya, si tinggi itu mendengar gumaman yang sudah dirasa pelan. Dia menatap lawan bicaranya, kemudian berdeham pelan.
"Aku 'kan, calon kekasihmu."
"Percaya diri betul?"
"Yaa -memang realitanya begitu, kok. Benar, 'kan?"
Pemuda itu terkekeh renyah. Mendudukkan dirinya di atas sofa. Mengangkat kaki jenjangnya yang kemudian ditopang oleh meja kayu kecil di sana. Menatap pemuda lainnya yang kini mendesis pelan.
"Kalau aku tidak ingin menjadikanmu kekasihku, bagaimana? Sudah kubilang, aku tidak terlalu percaya dengan cinta."
"Kau percaya denganku, tidak?"
Pemuda dengan rambut merah menyala itu mendengung pelan. Tampaknya dia tengah berpikir. Dia menatap lelaki jangkung di dekatnya, mengangguk ragu.
"Kalau begitu, kau percaya pada cinta. Aku itu 'kan, cintamu."
Si rambut merah, pemuda yang sedari tadi berbaring di atas ranjang hanya melempar tatapan jengah. Dia memutar bola matanya, susah cukup malas mendengar ocehan si tinggi yang penuh dengan rayuan.
Meski tidak dapat dia pungkiri jika jantungnya berdetak jauh lebih cepat dibandingkan biasanya setiap si tinggi itu melontar kalimat begitu. Hanya saja, dia tidak ingin terlalu menaruh harap.
Hati seseorang mudah dibolak-balik. Bisa saja hari ini dia bilang begitu, lalu besok perasaannya menguap sudah. Semua itu bisa terjadi dalam kurun waktu yang cepat.
"Terserah kau saja, dasar aneh."
Lelaki berpostur jangkung itu duduk di sofa yang biasa didudukinya. "Kamu mau makan camilan? Atau mau berjalan-jalan? Bosan tidak?"
"Jika kau bertanya apakah aku bosan atau tidak, jawabannya tentu iya. Aku bosan sekali. Tapi, apa yang bisa aku lakukan? Tidak ada."
Lelaki itu mendengung sebagai respon. Dia menarik sebuah kursi untuk duduk di samping ranjang pasien. Membuat pemuda berpipi gembil itu sedikit terkejut dengan kedatangannya mendekat.
![](https://img.wattpad.com/cover/183498798-288-k802195.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
amore ; panwink✔
Fanfic🌺𝙘𝙤𝙢𝙥𝙡𝙚𝙩𝙚𝙙🌺 ❝𝐚𝐥𝐥 𝐲𝐨𝐮 𝐧𝐞𝐞𝐝 𝐢𝐬 𝐥𝐨𝐯𝐞❞ ㅡ 𝘓𝘢𝘪 𝘒𝘶𝘢𝘯𝘭𝘪𝘯 ❝𝐭𝐡𝐞𝐧, 𝐰𝐨𝐮𝐥𝐝 𝐲𝐨𝐮 𝐭𝐞𝐚𝐜𝐡 𝐦𝐞 𝐰𝐡𝐚𝐭 𝐢𝐬 𝐥𝐨𝐯𝐞?❞ ㅡ 𝘗𝘢𝘳𝘬 𝘑𝘪𝘩𝘰𝘰𝘯 Lai Kuanlin, seorang Direktur Utama Perusahaan Perbankan terbesar di...