Family Time

1.3K 142 45
                                    

Kicauan burung terdengar dari luar jendela. Menandakan jika pagi telah tiba. Sedikit menggeliat di atas ranjang, sosok yang tidur dengan piyama berwarna biru muda itu mulai membuka matanya perlahan. Menyesuaikan pandangannya dengan intensitas cahaya yang masuk menembus sela gorden yang tak tertutup sempurna.

"Oh, sudah pagi rupanya."

Dia menoleh, menatap sosok berwajah rupawan yang masih terlelap di sampingnya. Membuatnya melukis sebuah senyum di wajah laksmi miliknya. Lelakinya itu nampak sangat tampan, kendati dia sedang terlelap dalam tidurnya.

"Bangun, sudah pagi," perlahan dia mulai menggoyangkan tubuh yang lebih besar darinya. Membangunkan seseorang yang sudah menikah dengannya beberapa tahun yang lalu.

"Hm–," yang dibangunkan sedikit menggeliat, sebelum perlahan membuka kelopak matanya —lantas tersenyum begitu dia menemukan sosok berpipi tembam itu tengah menatapnya.

"Good morning, sweetheart," sapanya, sebelum mendaratkan sebuah kecupan di kening lelaki yang lebih muda.

"You looks beautiful today, my love," pujinya.

Pujian yang selalu dilontarnya setiap pagi, sejak mereka menikah. Tak pernah ketinggalan bagi pria bertubuh jangkung itu untuk menyampaikan sebuah pujian manis padanya. Entah dia akan mengatakan sang istri nampak cantik hari ini, nampak menakjubkan, nampak mengagumkan –dan deretan kalimat pujian lainnya yang dilontarnya saban hari dan tak pernah bosan dia lontar tiap harinya.

"Thank you," kekehnya.

Oh, si buta bahasa Inggris itu mulai bisa bahasa Inggris sedikit-sedikit. Pasalnya, sang suami selalu mengajarkan bahasa Inggris pada anak pertama mereka, mau tak mau sang suami juga mengajarkan bahasa Inggris padanya, meski dia sering menolak untuk diajari bahasa yang asing baginya.

"You looks handsome today, wifey."

"Husband! Bukan wifey! Wifey itu artinya istri!"

"Ya —kau 'kan istriku."

"Astaga —Lai Jihoon, aku harap kau tidak akan memulai perdebatan tentang posisi di pagi hari begini. Sekarang, lebih baik kita bangunkan Eddie karena hari ini kita akan berpiknik."

Sosok yang disebut dengan nama Jihoon itu terkekeh pelan, kemudian mendudukkan dirinya di atas ranjang. Menyibak pelan selimut yang menutupi tubuhnya. Dia menatap sang suami –Lai Kuanlin, yang kini juga mulai beranjak dari posisinya semula.

"Gendong aku—" pintanya, manja.

Kuanlin menatap Jihoon sejenak. "Mau digendong ke mana?"

"Ke danau Seokchon, tempat kita akan berpiknik nanti."

"Sayang, Eddie masih sangat kecil. Kuharap kau tidak berniat untuk membunuhku sekarang–"

"Maksudmu, aku berat dan membunuh?!"

"Y-ya memang—"

"Kau tidak tahu beratku sudah turun dibandingkan dua minggu yang lalu?!" Jihoon menatap Kuanlin dengan tatapan nyalang. Kesal dia dibuatnya.

Kuanlin terkekeh pelan. Sedikit berlutut guna menyejajarkan tubuhnya dengan Jihoon yang kini masih duduk di ranjangnya.

"Sudah turun berapa banyak?"

"D-dua gram—"

Kuanlin lantas tergelak begitu mendengar penuturan Jihoon. Tangannya tergerak guna mencubiti gemas pipi Jihoon, sungguh, dia sangat gemas dengan sang istri.

"Dua gram, apanya yang turun?"

"Beratku, bodoh!"

"Hahaha! Iya, iya. Istriku semakin langsing sekarang. Ayo sini, kugendong ke dapur. Kau harus minum susu di pagi hari," Kuanlin mengangkat tubuh Jihoon, menggendongnya di depan seperti seekor koala.

amore ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang