Bab 22 : viridity

1.1K 220 93
                                    

"BRENGSEK KAU LAI KUANLIN!"

Duagh!

Jihoon menendang lelaki jangkung yang semula mengukungnya sekuat tenaga. Dia emosi. Bisa-bisanya lelaki itu mengecup bibirnya tanpa sebuah konsensus! Kalau begini sudah tergolong dalam pelecehan!

"Aduh!"

Lelaki yang masih memakai setelan jas lengkap itu jatuh terjerembab ke bawah ranjang. Dia mengaduh, kepalanya sempat membentur lantai dengan cukup keras. Jihoon mampu menangkapnya melalui indra pengelihatannya. Lelaki itu sedang mengelus keningnya yang kemungkinan besar lebam.

"Puh!"

Jihoon menggosok bibirnya menggunakan lengannya, menggosoknya dengan kasar guna menghilangkan jejak bibir si jangkung di bibirnya. Sialan sekali memang. Mimpi apa dia tahu-tahu mendapatkan sebuah kecupan di bibir dari orang yang sedang minim kesadaran.

"Jangan pikir kau bisa main-main denganku! Brengsek!"

Sambil masih mengatur nafasnya, Jihoon beranjak dari ranjang dan segera pergi ke luar kamar Kuanlin. Membanting pintunya dengan keras, menimbulkan bunyi berdebum yang bisa membuat orang terbangun dari tidurnya, tanpa peduli dengan kondisi Kuanlin sekarang.

Nafasnya memburu. Dia berjalan keluar apartemen lelaki jangkung bermarga Lai itu. Mengabaikan ucapan salah satu asisten rumah tangga yang menawarkannya singgah sejenak untuk minum teh. Dia sudah terlalu emosi.

Jihoon melangkahkan kakinya, kendati dia tidak mengerti ke mana dia harus pergi. Pikirannya berkecamuk, dia ingin menghabisi lelaki tadi. Tapi, dia tidak sampai hati. Lelaki itu mabuk. Dia bisa saja tidak mengerti apa yang sedang dia lakukan.

Tapi tetap saja, itu namanya pelecehan! —pikir Jihoon.

Dia berjalan menyusuri jalanan yang sudah sepi. Mengikat tali hoodie yang dia kenakan, sehingga tidak ada orang yang melihatnya kala dia bergelut dengan pikirannya sendiri. Membiarkan sepasang kaki bersalut sepatu berwarna merah menyala membawanya ke suatu tempat yang bahkan tidak dia pikirkan dalam benaknya.

Dan berakhir dia berdiri di depan pintu rumah Woojin, sahabatnya.

Tok tok tok!

Dia mengetuk pintu rumah Woojin. Menunggu cukup lama sampai sang pemilik rumah membukakan pintu —tercenung dengan kehadiran Jihoon yang begitu tiba-tiba di depan pintu rumahnya. Woojin bahkan membuka matanya lebar-lebar, sekadar memastikan apakah yang dilihatnya betulan Jihoon yang seorang manusia. Sebab, siapa yang ingin bertamu di jam tiga subuh begini?!

"Jihoon?!"

"Boleh aku menumpang di rumahmu malam ini? Hanya malam ini saja. Ada kejadian yang membuatku tertinggal bus —besok aku harus ke kampus untuk mengikuti casting. Bolehkah?"

Woojin membukakan pintu rumahnya lebar-lebar, mempersilahkan Jihoon untuk masuk ke dalam rumahnya. Lelaki dengan gingsul yang mempermanis penampilannya itu berlari ke dapur, guna menghidangkan Jihoon secawan teh earl grey yang kebetulan tersedia di rumahnya.

"Woojin, tidak usah repot-repot", ucap Jihoon.

"Tidak repot sama sekali, Hoon. Minumlah, kau pasti lelah seusai pulang bekerja", ucap Woojin seraya menghidangkan secawan teh dan sepiring kukis kesukaan Jihoon.

"Kenapa kau bisa tertinggal bus? Kau pulang kerja jam berapa?" Woojin kembali bertanya setelah Jihoon menyesap teh buatannya.

"Ceritanya panjang. Berkaitan dengan lelaki brengsek itu".

"Siapa?"

"Bossku. Lai Kuanlin —kau tahu 'kan, pekerjaan apa yang aku lakukan dengannya", ucap Jihoon seraya meraih sepotong kukis cokelat.

amore ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang